Gubernur Bantah Larang Wartawan Meliput

Gubernur Lampung, Ridho Ficardo
Bagikan/Suka/Tweet:
Dwi Kristiana, Rama Pandu/Teraslampung.com
Ridho Ficardo



BANDARLAMPUNG
–  
Gubernur Lampung M RIdho Ricardo
membantah dirinya menginstruksikan Satuan Polisi Pamong Praja (Satpol PP) untuk
melarang wartawan  meliput kegiatan di
ruang rapat utama gubernur, Ridho menyatakan tidak mengetahui jika Satpol PP
melakukan pelarangan peliputan.

 “Wah, kalau itu saya belum tahu. Tapi
saya tidak memberi perintah seperti itu (melarang peliputan),” ujar Ridho
ketika di temui usai menggelar pertemuan dengan Forkomrpimda,” Rabu (11/6).
Kabid
Humas Diskominfo Lampung Nurwan Adi, mengatakan kebijakan larangan peliputan di
ruang rapat utama merupakan wewenang protokol dan Satpol PP.
“Mungkin
itu  kebijakan dari protokol dan Satpol
PP. Sebenarnya mungkin bukan larangan, tetapi lebih ke penataan. Supaya ketika
di dalam  tidak terlalu ramai,” kata
Nurwan.
Acara
silaturahmi Fokorpimda  yang berlangsung
di Ruang Rapat Utama Gubernur tersebut turut dihadiri para pejabat eselon
II di lingkungan Pemerintah Provinsi Lampung. Pada  acara tersebut , salah seorang Satuan Polisi Pamong Praja yang berjaga di depan
ruang rapat utama gubernur. “Maaf, ini (acara pertemuan) tertutup buat
media. Nanti ada konferensi persnya kok. Nanti dikabari sama protokol
gubernur,” ujar Satpol PP yang enggan menyebutkan  namanya sambil memegangi handle pintu.
Ketua
Aliansi Jurnalis Independen (AJI)  Kota
Bandarlampung Yoso Mulyawan menyayangkan kebijakan pelarangan liputan bagi
jurnalis khusus di ruang rapat utama gubernur Lampung. Menurut AJI, hal itu
merupakan pelanggaran terhadap UU Pers serta UU Nomor 14 Tahun 2008 tentang
Keterbukaan Informasi Publik.
Menurut
Yoso kemerdekaan pers merupakan hak asasi warga negara yang mendapat jaminan
sesuai UU Nomor 40 Tahun 1999 tentang Pers, pasal 4, ayat 1. Dengan jaminan
sebagai hak asasi warga negara tersebut, maka pers mempunyai hak mencari,
memperoleh, dan menyebarluaskan gagasan dan informasi merujuk pasal 4 ayat 3.
“Oleh
karena itu pula, pers harus bebas dari segala bentuk tindakan pencegahan,
pelarangan, dan penekanan dari pihak-pihak tertentu termasuk institusi maupun
narasumber perorangan. Tujuan akhirnya tak lain agar hak masyarakat untuk memperoleh
informasi dapat terjamin,” kata Yoso.
Menurut
Yoso, pembahasan-pembahasan dalam rapat-rapat di ruang rapat utama gubernur
besar kemungkinan merupakan hal penting yang patut publik ketahui sebagai hak
untuk mendapatkan informasi.
“Kami
meminta masyarakat, termasuk institusi pemerintah, menghormati kerja
jurnalistik dalam mencari informasi yang mendapat jaminan dalam UU Pers,”
ujarnya,
Dalam
pasal 18 UU Pers juga terdapat ketentuan pidana jika ada pelarangan liputan
bagi jurnalis. Ayat 1 pasal 18 menyebutkan, setiap orang yang secara melawan
hukum dengan sengaja melakukan tindakan yang berakibat menghambat atau
menghalangi pelaksanaan ketentuan pasal 4 ayat 3, bisa dipidana dengan pidana
penjara paling lama dua tahun atau denda paling banyak Rp 500 juta.