Pers  

Hari Kebebasan Pers Internasional 2016, AJI Ingatkan Perbedaan sebagai Hak Warga Negara

Bagikan/Suka/Tweet:
Ketuaa AJI Indonesia, Surwajono

JAKARTA, Teraslampung.com — Maraknya berbagai tindakan represi beberapa kelompok masyarakat atas ungkapan ekspresi kelompok yang lain yang dianggap “berbeda”, adalah  bentuk pelanggaran hak konstitusi warga negara. Hal itu didasari oleh buruknya pemahaman akan toleransi.

 “Karena itulah, dalam peringatan World Press Freedom Day 2016 kali ini, AJI mengusung tema Berbeda itu Hak!, sebagai langkah awal untuk membangun kembali pemahaman publik akan toleransi dan kebhinekaan Indonesia,” kata Ketua AJI Indonesia, Suwarjono,  di sela-sela peringatan Hari Kebebasan Pers Internasional atau World Press Freedom Day 2016, Selasa (3/5/2016).

Jaminan hak asasi manusia, jelas Suwarjono, diatur dalam Pasal 19 DUHAM dan P6sal 28F Undang-undang Dasar 1945. Di dalamnya, mencakup dua hal mendasar, yaitu hak untuk memperoleh informasi dan hak untuk menyebarluaskan informasi atau berekspresi. “Pemenuhan hak itu menjadi jalan untuk memastikan dan menuntut negara memenuhi hak asasi manusia lainnya,” kata Suwarjono.

Hak dasar itu justru kerap kali diabaikan oleh negara. Salah satu bentuknya adalah yang terjadi belakangan ini. Ketika berbagai ekspresi yang “berbeda” kerap kali gagal karena tindakan intoleran kelompok warga yang lain.

Baru-baru ini, misalnya, pemutaran film “Pulau Buru Tanah Air Beta” karya sutradara Rahung Nasution, secara terpaksa dibatalkan. Kepolisian Sektor Metro Menteng menyatakan tidak menjamin keamanan penyelenggara terkait rencana demonstrasi salah satu organisasi kemasyarakatan yang menolak pemutaran film tersebut. Tahun lalu, polisi juga membiarkan aksi sweeping yang dilakukan organisasi kemasyarakatan terhadap para undangan Penganugerahan Federasi Teater Indonesia Award di Taman Ismail Marzuki Jakarta.

Pemasungan kebebasan berekspresi juga terjadi dalam kasus pembacaan naskah lokakarya penulisan naskah teater Festival Teater Jakarta pada 2015, seminar empat pilar NKRI yang akan dilaksanakan komunitas Respect and Dialogue di Tasikmalaya pada 21 Februari, dan pelaksanaan Festival Belok Kiri di Taman Ismail Marzuki pada 27 Februari. Suwarjono menegaskan represi atas kebebasan berekspresi warga adalah ancaman bagi kebebasan pers dan fungsi pers untuk mengembangkan pendapat umum.

“UU Nomor 40 Tahun 1999 memandatkan pers nasional untuk mengembangkan pendapat umum. Kebebasan pers juga membutuhkan kebebasan warga untuk menyatakan pendapatnya kepada pers. Pemidanaan terhadap warga yang berpedapat di media, sebagaimana yang kita temukan dalam kasus pemidanaan komisioner Komisi Yudisial misalnya, akan membuat kebebasan pers kehilangan maknanya. AJI menuntut Kepolisian Republik Indonesia untuk menjamin hak setiap warga negara untuk menyatakan pendapat dan berekspresi, dengan tetap menindak segala bentuk anjuran kekerasan maupun ujaran kebencian rasial ataupun sektarian,” tegas Suwarjono.