News  

HMI Kotabumi: Penangkapan Sekjen PB HMI Rusak Demokrasi

Bagikan/Suka/Tweet:

‎Feaby|Teraslampung.com
Kotabumi–Kabar tentang penangkapan Sekretaris Jenderal Pengurus Besar Himpunan Mahasiswa Islam (HMI‎) beserta empat kader lainnya, Senin malam (7/11/2016) memantik emosi para kader HMI di daerah.

Himpunan Mahasiswa Islam Cabang Kotabumi, Lampung Utara, misalnya, secara tegas menyatakan bahwa tindakan penangkapan yang dilakukan oleh aparat penegak hukum terhadap‎ Sekjen PB HMI dan sejumlah kader lainnya itu dianggap telah merusak proses demokrasi yang selama ini digaung – gaungkan dan tak mengindahkan kaidah – kaidah hukum yang ada.

‎”Tindakan penyergapan, penangkapan paksa , dan pemberian status tersangka kepada Sekjen PB HMI dan 4 kader HMI lainnya oleh puluhan anggota Polri adalah tindakan represif yang tak menghormati asas praduga tak bersalah (Presumption of innocent) dan prinsip dasar hak asasi manusia (HAM),” tegas Ketua Umum HMI Cabang Kotabumi, William Wamora, Selasa (8/11/2016).
William menuturkan, apa yang dilakukan oleh pihak kepolisian ini merupakan salah satu preseden terburuk dalam penegakan demokrasi di Indonesia. Karena, proses penangkapan ditambah dengan penyematan status tersangka kepada mereka terkesan dilakukan secara terburu – buru seolah – olah apa yang disangkakan itu merupakan kejahatan luar biasa.

“Sangat tidak elegan para aktivis mahasiswa ditangkap‎ tanpa memberikan alasan yang mendasar. Belum lagi, pemberian status tersangka yang disematkan kepada mereka secara cepat seolah masalah ini sudah Extra ordinary crime (kejahatan luar biasa),” tandasnya.

Aktivis muda ini menegaskan, hal ini tak boleh terus dibiarkan terjadi karena akan mengancam kebebasan setiap warga negara dalam menyatakan pendapat di muka umum yang notabene telah dilindungi dalam Undang – Undang nomor 9 tahun 1999. Selain itu, jika terus dibiarkan maka dikhawatirkan preseden serupa akan kembali terulang pada orang – orang atau mahasiwa yang kerap menyampaikan kritikan konstruktif terhadap pemerintah. Sebab, kritikan itu akan dianggap sebuah duri dalam daging yang akan mengganggu kepentingan elit penguasa.

‎”Ini bisa jadi preseden buruk yang bisa terulang dan terjadi kepada siapapun, di manapun dan dalam kondisi apa pun manakala telaah kritis dan kritik konstruktif yang dilakukan oleh mahasiswa, dianggap mengganggu Rezim dan kepentingan elit-elit penguasa,” urai dia.

Oleh karenanya, dengan tegas ia mengimbau kepada ‎seluruh elemen mahasiswa untuk segera mengambil sikap terkait tindakan represif yang dipertontonkan aparat kepada mahasiswa dan seluruh rakyat Indonesia. Sikap itu diwujudkan dengan memperkokoh barisan dan membangun gerakan terstruktur untuk terus meneruskan perjuangan aksi yang menuntut penuntasan kasus dugaan penistaan agama yang dilakukan oleh Gubernur non aktif DKI Jakarta, Basuki Tjahaya Purnama atau Ahok. Dengan adanya penuntasan kasus ini maka secara otomatis akan bermuara pada efek jera kepada pejabat publik untuk lebih berhati – hati dalam berucap sehingga dapat meminimalisir potensi konflik horizontal.

“Kami akan terus berjuang dan mendorong penuntasan kasus penistaan agama dengan adil dan transparan demi terjaganya stabilitas. dengan begitu, upaya pecah belah, pengkotak – kotakan kelompok dan penggiringan opini untuk mengalihkan isu dengan cara mengkriminalisi pihak yang pro terhadap aksi 4/11 tak‎ akan mencapai tujuannya,” katanya.