TERASLAMPUNG.COM — Human Rights Working Group (HRWG) mengecam keras segala tindakan intoleransi dan kekerasan akibat ketidakmampuan negara dalam mengatasi perselisihan di tengah masyarakat sehingga menyebabkan meledaknya kerusuhan bernuansa Suku, Agama, Ras, dan Antargolongan (SARA) di di Tanjung Balai, pada Jumat malam (29/7/2016),
}Apapun yang menjadi sebab kejadian ini, negara –dalam hal ini Pemerintah daerah dan jajarannya, memiliki kewajiban untuk memastikan kerukunan dan kedamaian kehidupan umat beragama. Segala macam bentuk kekerasan dan intoleransi tidak dapat dibiarkan dan pelakunya harus diproses secara hukum,” kata Direktur Eksekutif HRWG,Muhammad Hafiz, seperti dikutip kabarmedan.com, Sabtu (30/7/2016).
Menurut Hafiz, negara harusnya lebih aktif dalam mendialogkan setiap permasalahan yang ada.
“Adanya ketegangan di antara masyarakat itu suatu hal yang niscaya. Tidak ada yang bisa menghindar. Namun, ketegangan itu harus dicairkan oleh Pemerintah melalui forum dialog di antara para pihak,” kata dia.
Hafiz juga memberi penekanan bahwa pembakaran dan pengrusakan rumah ibadah di Tanjung Balai menjadi simbol lemahnya aparat setempat dalam memfasilitasi kehidupan keagamaan.
Amuk massa berujung kerusuhan terjadi di Kota Tanjungbalai.Kerusuhan dipicu perselisihan warga terkait volume speaker mikrofon masjid. Massa yang didominasi kaum pemuda Islam membakar dan merusak 6 tempat ibadah umat Budha berupa Vihara dan klenteng, Jumat (29/7/2016) sekira pukul 23.00 Wib.
Mengutip sumber di kepolisian, sumutpost.co melaporkan bahwa awalnya seorang warga etnis Tionghoa inisial Mel (41), warga Jalan Karya Kel TB Kota I Kec Tj Balai Selatan Kota Tj Balai meminta seorang nazir masjid Almaksum di Jalan Karya, dengan maksud agar mengecilkan volume speaker mikrofon yang ada di masjid.
Menurut Nazir Masjid, permintaan tersebut telah diungkapkan beberapa kali.
Pada Jumat malam sekira pukul 20.00 Wib usai salat isha, jamaah dan nazir masjid menjumpai Mel ke rumahnya. Pertemuan memanas hingga Kepling mengamankan Mel dan suaminya ke Kantor Lurah dan selanjutnya ke Polsek Tj Balai Selatan.
Setibanya di Polsek, selanjutnya dilakukan pertemuan dengan melibatkan Ketua MUI, Ketua FPI, Camat, Kepling dan tokoh masyarakat.
Pada saat bersamaan, massa mulai banyak berkumpul yang dipimpin oleh kelompok elemen mahasiswa dan melakukan orasi di depan kantor polisi. Selanjutnya, massa diimbau dan sempat membubarkan diri.
Namun pada pukul 22.30 Wib, konsentrasi massa kembali berkumpul, diduga setelah mendapat informasi melalui media sosial (facebook) yang diposting oleh salah seorang aktivis atas nama Andian Sulin SH.
kabarmedan.com/sumutpost.co