Ida Bawati Made Sucipta, Pawang Hujan Asal Bandarlampung yang Calon Doktor

Ida Bawati Made Sucipta, S.pd., M.Pd pawang hujan sedang bertugas di Perumahan Emerald, Kecamatan Telukbetung Barat.
Ida Bawati Made Sucipta, S.pd., M.Pd pawang hujan sedang bertugas di Perumahan Emerald, Kecamatan Telukbetung Barat.
Bagikan/Suka/Tweet:

TERASLAMPUNG.COM — Rabu petang (30/3/2022), ETOS Indonesia menggelar acara Deklarasi Dukungan Erick Thohir di Perumahan Emerald, di Kecamatan Telukbetung Bara, Kota Bandarlampung.

Di dekat lokasi acara, tampak seorang pria yang tak lagu muda, bertubuh tegap, dan berambut gondrong mondar-mandir membawa beberapa batang hio ukuran besar. Mulutnya terus menghisap rokok. Pandangan matanya ke atas memandang awan gelap di Kota Bandarlampung.

Pria itu bernama Ida Bawati Made Sucipta (63). Sore itu, pria yang berprofesi sebagai pawang hujan sedang melaksanakan tugas ‘mengatur lalu-lintas awan – hujan’ di langit Kota Bandarlampung. Sore itu kebetulan langit di Kota Bandarlampung  mendung.

“Saya ini sebetulnnya seperti mengatur lalu-lintas di tempat macet. Saya mengatur lalu-lintas atau mengatur arus udara, cuaca di atas, agar  acara-acara bisa berjalan dengan baik,,” katanya.

Menurutnya, ‘mengamankan’ acara Deklarasi Dukungan Erick Thohir Maju Pilpres 2022 memiliki  tantangangan tersendiri karena ajang itu dihelat di musim penghujan dan tempatnya tidak jauh dari pantai.

“Tantangannya karena sekarang musim hujan. Mungkin di sini bisa kami amankan bisa jadi di tempat lain misal di Metro atau Lampung Selatan ada juga pawang hujan lain yang sedang bekerja sehinga beliau-beliau itu akan mendorong semua air ke pinggir laut,” jelas Ida Bawati Made Sucipta, S.pd., M.Pd, pawang hujan yang juga seorang dosen di Sekolah Tinggi Agama Hindu (STAH) Lampung di Garuntang, Bandarlampung, itu.

“Tantangan pawang-pawang seperti kami ini  tidak berani show di pinggir laut. Tetapi puji Tuhan, Tuhan memberikan yang terbaik untuk pawang hujan di pinggir laut tidak masalah karena semua kekuasaan Tuhan yang maha esa,” tambahnya.

Pria yang sedang  menyelesaikan sekolah doktoralnya (S3) di Universitas Agama Hindu di Denpasar, Bali, ini  menambahkan bahwa dalam tugasnya menjadi pawang hujan ada dua metode. Yaitu, hadir di acara atau tidak hadir tapi tetap bekerja.

“Kalau saya hadir di tempat acara. Bisa memakai dupa, karena saya harus menampilkan ciri khas saya sebagai orang Hindu,” jelasnya.

“Kalau tidak hadir di acara/lokasi, saya menggunakan metode Jenane yang sudah saya miliki sehingga mampu memohon kepada Tuhan tetapi saya tidak ada di lokasi. Contohnya saya ada di Bali tapi yang minta saya menjadi pawang hujan di Bandarlanpung,” tambah pria kelahiran Denpasar, Bali itu.

Pria  yang tinggal di kawasan Way Lunik Kota Bandarlampung itu mengatakan, kemampuannya menjadi pawang hujan karena warisan turun-temurun keluarganya. Menurutnya, dia bertugas melestarikannya.

“Saya turun-temurun sudah berkelanjutan sehingga kita keturunannya wajib melestarikannya. Saya bagian dari melestarikannya itu,” kata Ida Bawati.

Dosen STAH jurusan Warige dan Acara Agama Hindu itu menambahkan, menjadi pawang hujan bisa juga bukan dari keturunan, syaratnya memiliki keinginan serta bakat dan saat dia juga saat ini membimbing beberapa orang pawang hujan yang beragama Islam.

“Buat yang ingin menjadi pawang hujan syaratnya mampu mendekatkan diri hubungan manusia dengan manusia baik, dengan alam juga baik, dan tentu dengan Tuhan harus baik. Kalau dalam agama Hindu, dikenal dengan Tri Hita Karana,” ujar Ida Bawati Made Sucipta.

“Selain yang beragama Hindu, tetap bisa menjadi pawang hujan. Kawan-kawan saya yang beragama Islam banyak kok yang kami bimbing (menjadi pawang). Mereka punya bakat sendiri. Kami hanya mengarahkann saja,” katanya.

Dandy Ibrahim