Opini  

Idul Adha 1436 H: Robohnya Observatorium Kita (5)

Bagikan/Suka/Tweet:

Oleh Ma’rufin Sudibyo

 Relik Observatorium UlughBeg yang masih tersisa di Samarkand (Uzbekistan). Inilah observatorium terbesar di dunia pada masanya sebelum berdirinya Observatorium Istanbul. Dari tempat inilah tabel astronomi (zij) maupun katalog bintang yang paling akurat sepanjang sejarah ilmu falak di dunia Islam lahir. Beberapa masih menggunakan tabel tersebut di masa kini. Sumber: Nidhal Guessom, 2013.

Konferensi Istanbul menjadi salah satu momen penting dalam khasanah ilmu falak era modern. Inilah saat pertama kalinya kalender Hijriyyah internasional digaungkan, setelah menjadi impian seabad lebih. Tentu saja masih ada banyak keterbatasan dalam konferensi ini. Misalnya, konferensi tersebut ternyata bukanlah perjanjian internasional yang mengikat negara-negara pesertanya, seperti halnya Konferensi Meridian 1884 yang tersohor.

Delegasi yang menghadirinya juga bukanlah utusan diplomatik. Dan yang lebih krusial lagi, konferensi ini tidak didului dengan rangkaian pertemuan pendahuluan (preparatory) untuk menyiapkan butir-butir masalah dan usulan yang hendak dibicarakan dalam konferensi tersebut. Namun di sisi lain, inilah untuk pertama kalinya Umat Islam sejagat boleh berharap bahwa kalender Hijriyyah internasional sudah dimiliki.

Namun harapan itu memudar seiring waktu. Dari segenap kawasan (region) Umat Islam sejagat, tak satupun yang hirau dengan konferensi Istanbul. Termasuk kawasan Timur Tengah sekalipun, yang menjadi episentrum Umat Islam masa kini. Terkecuali satu kawasan, yakni Asia Tenggara. Ya, Asia Tenggara dengan Indonesia sebagai jantungnya.

Selagi kawasan-kawasan yang lain tak hirau dengan hasil-hasil konferensi Istanbul, Asia Tenggara mencoba mematuhinya. Bahkan tatkala pembahasan lanjutan hasil konferensi Istanbul mengalami kemacetan seiring deraan masalah-masalah politis di kawasan Timur Tengah, misalnya Perang Iran-Irak 1980-1988 dan Perang Irak 1991 seiring invasi Irak ke Kuwait, kawasan Asia Tenggara berinisiatif melanjutkan pembahasan tersebut. Inilah yang melahirkan forum MABIMS, sebagai forum setengah resmi bagi Menteri-menteri agama/urusan agama Islam dari Malaysia, Brunei Darussalam, Indonesia dan Singapura. Inilah forum yang melahirkan “kriteria” MABIMS yang dikemudian hari dikenal pula sebagai “kriteria” Imkan rukyat.

Meski mengalami modifikasi sesuai dengan lingkup Asia Tenggara, namun pada dasarnya “kriteria” Imkan rukyat adalah derivasi (turunan) dari “kriteria” Istanbul. Hal tersebut nampak dari penggunaan elemen-elemen umur Bulan geosentrik, tinggi Bulan dan elongasi Bulan.

Baik “kriteria” Istanbul maupun turunannya dalam bentuk “kriteria” Imkan rukyat sejatinya bukanlah kriteria visibilitas yang benar-benar ilmiah murni. Keduanya hanyalah kriteria visibilitas yang dibentuk atas dasar kesepakatan terhadap usulan-usulan. Dalam kasus “kriteria” Istanbul, beberapa syaratnya memang berlatar belakang ilmiah. Yakni elongasi Bulan minimal 8 derajat, yang diturunkan langsung dari batas Danjon (Danjon limit). Batas Danjon adalah batas minimal dalam elongasi Bulan dimana lengkung sabit Bulan tertipis (baik pra atau pasca konjungsi geosentris) masih bisa teramati khususnya dengan teropong.

Terminologi batas Danjon diapungkan oleh Andre Danjon, direktur Observatorium Paris, setelah penelitian ekstensif sepanjang 1932 hingga 1936 TU. Danjon menemukan bahwa panjang busur sabit Bulan sebelum terjadinya fase Bulan separuh adalah berbanding lurus dengan elongasi Bulan. Semakin kecil nilai elongasi Bulan-nya, maka semakin pendek busur sabit Bulan-nya.

Dari data yang tersedia, Danjon menyimpulkan bahwa sabit Bulan akan tepat menghilang (panjang busur sabit tepat sama dengan nol) saat elongasi Bulan tepat 7 derajat. Dengan kata lain, sabit Bulan takkan pernah kasat mata saat elongasi Bulan lebih kecil dari 7 derajat, meskipun diamati dengan teropong. Syarat lainnya yang berlatar belakang ilmiah adalah beda tinggi Bulan-Matahari minimal, yang diturunkan dari kesimpulan kriteria Fotheringham 1911, sebagai satu-satunya kriteria empiris yang tersedia pada saat itu. Sebaliknya syarat umur Bulan geosentrik minimal tidak memiliki basis ilmiah yang kukuh.