TERASLAMPUNG.COM — Indonesia telah mengekspor kembali lima kontainer sampah asal Kanada karena tidak sesuai Pemberitahuan Impor Barang (PIB). Sampah yang diekspor tersebut merupakan skrap kertas yang sebelumnya dikirim dari Kanada melalui pelabuhan di Seattle, Amerika Serikat,
Sekretaris Direktorat Jenderal Pengelolaan Sampah, Limbah, dan Bahan Beracun dan Berbahaya Kementerian LHK, Sayid Mudhahar, mengatakan sampah itu dikembalikan ke Kanada melalui Pelabuhan Tanjung Perak, Surabaya Kanada, Jumat (14/6).
“Akhir Maret atau awal April ada impor yang tak biasanya, terindikasi bercampur dengan limbah-limbah lain, popok bekas, plastik bekas dan lain-lain sehingga ditahan Bea Cukai. Setelah dikonfirmasi ke KLHK, kami sampaikan ini bukan skrap kertas sebagaimana yang diimpor sehingga kita harus re-ekspor,” kata Sayid, seperti dilansir BBC, Minggu, 16 Juni 2019.
Menurut Sayid, reekspor baru dilakukan pada pertengahan Juni 2019 karena prosesnya perlu waktu.
“Tapi reekspor kan butuh waktu, butuh konfirmasi ke negara asal dan seterusnya. Akhirnya Juni ini baru bisa kita reekspor kembali,” katanya.
Indonesia masih mengizinkan impor plastik
Selama bertahun-tahun China menerima sebagian besar plastik bekas dari seluruh dunia, tetapi berhenti pada tahun lalu dalam upaya membersihkan lingkungannya.
Sejak saat itu, sejumlah besar limbah telah dialihkan ke Asia Tenggara, termasuk Malaysia, Indonesia, dan Filipina.
Bulan lalu, Malaysia telah berjanji untuk mengirim kembali ratusan ton sampah plastik ke engara asalnya, sedang Filipina memicu pertikaian diplomatik dengan Kanada setelah memerintahkan untuk mengirim kembali berton-ton sampah yang dibuang di negara itu.
Namun Sayid Muhadhar dari KLHK mengatakan bahwa Indonesia masih mengizinkan impor plastik dari luar.
“Plastik yang boleh diimpor, seperti plastik bersih, yang dapat didaur ulang, yang bukan dari TPA, tidak kotor,” jelas Sayid.
Seraya menambahkan, “Kalau plastik itu bercampur dengan bahan kimia lain, dengan limbah lain, pasti direekspor kembali.”
Saat ini pemerintah juga tengah mengkaji sejumlah kontainer yang disinyalir tidak sesuai dengan PIBnya di pelabuhan Jakarta dan Batam.