Opini  

Informasi Publik yang Bukan Rahasia Harus Dibuka ke Publik

Bagikan/Suka/Tweet:

A. Hamid Dipopramono*

Hasil rekaman pembicaraan antara Setya Novanto dengan Presdir PT Freeport Indonesia, yang sudah diserahkan secara resmi kepada Menteri ESDM Sudirman Said, merupakan informasi publik karena Sudirman Said seorang pejabat publik atau pimpinan badan publik. Jika itu informasi publik (yang sudah dikuasai badan publik/pimpinannya) dan bukan merupakan informai dikecualikan/rahasia seperti diatur Pasal 17 Undang-Undang Nomor 14 Tahun 2008 tentang Keterbukaan Informasi Publik (UU KIP), maka informasi tersebut merupakan informasi yang harus dibuka ke publik.

Menutup informasi publik atau hanya menyerahkannya kepada satu-dua orang atau lembaga, justru akan memunculkan banyak spekulasi yang memunculkan banyak versi informasi di publik dan media. Banyaknya versi informasi yang beredar akan menghasilkan informasi yang tidak benar, tidak akurat, dan menyesatkan publik. Pada akhirnya ini akan meresahkan dan kontraproduktif. Si pembuat dan penyebar pun menurut ketentuan undang-undang bisa terkena pasal pidana.

Pengumuman informasi yang bukan rahasia ke publik oleh pimpinan badan publik secara resmi, bisa menghindari spekulasi dan beredarnya banyak versi informasi yang menyesatkan dan berdampak buruk. Dilihat dari seluruh item (huruf) pada Pasal 17 UU KIP yang mengecualikan informasi publik, maka tak satu pun dalam ketentuan tersebut bisa dipakai alasan untuk tidak membuka informasi soal rekaman pembicaraan antara Setya Novanto (dan yang menyertainya) dengan Presdir PT Freeport Indonesia.

Tujuan dari keterbukaan informasi kepada publik, seperti tertuang dalam Pasal 3 UU KIP, antara lain untuk menjamin hak warga negara mengetahui rencana pembuatan kebijakan publik, program kebijakan publik, proses pengambilan kebijakan publik dan alasannya. Juga untuk mendorong partisipasi publik dalam proses pengambilan kebijakan publik dan tata kelola badan publik yang baik. Selain itu, untuk mewujudkan penyelenggaraan negara yang baik (good governance government), yaitu yang transparan, efektif, efisien, akuntabel, dan dapat dipertanggungjawabkan.

PT Freeport Indonesia meskipun perusahaan terbuka tetapi di dalamnya ada porsi saham milik negara Indonesia, artinya saham rakyat (publik) Indonesia. Karena urusan saham negara dan mengeksploitasi SDA (resources) milik rakyat maka, sesuai Pasal 33 UUD 45, harus dipertanggungjawabkan ke publik dan hasilnya untuk kepentingan publik. Jadi tidak boleh penentuan pembagian saham yang merupakan kegiatan pembuatan kebijakan publik itu hanya dilakukan oleh satu-dua atau beberapa orang saja (yang mengatasnamakan pejabat publik) secara tertutup dan di ruang gelap, untuk kepentingan pribadi dan kelompoknya.

*Ketua Komisi Informasi (KI) Pusat