Ini Alasan AJI Membuka Diri untuk Para Blogger

Para peserta Kongres IX AJI Indonesia di Bukittinggi, Minggu, 30 November 2014. (Foto: Hendra Makmur).
Bagikan/Suka/Tweet:

BANDARLAMPUNG, Teraslampung.com — Transformasi besar baru saja dilakukan Aliansi Jurnalis Independen (AJI) melalui Kongres  IX organisais profesi jurnalis itu di Bukittinggi, Sumatera Barat, 27-30 November 2014. Selain memilih ketua-sekjen, merumuskan garis besar program organisasi, dan resolusi, Kongres AJI juga memutuskan bergabungnya jurnalis warga (blogger) ke dalam organisasi AJI.

Bagi AJI, keputusan tersebut merupakan sebuah transformasi karena selama  belasan tahun menjadi organisasi profesi hanya mengakomodasi para jurnalis untuk menjadi anggota. Para penulis (kolumnis) yang semula diakomodasi di AJI pun dalam perkembangannya kemudian tidak bisa bergabung lagi di AJI.

AJI selama ini hanya mengamodasi jurnalis yang bekerja di media yang berbadan hukum. Dengan keputusan Kongres AJI di Bukittinggi, kini AJI juga terbuka bagi jurnalis warga yang menerbitkan karya-karyanya di blog (blogger).

“Sejarah AJI mencatat bahwa AJI tidak hanya dilahirkan para jurnalis. Yang juga turut menandatangani Deklarasi Sirnagalih,yang menjadi awal berdirinya AJI, juga termasuk para budayawan dan  kolumnis,” kata Dandy Dwi Laksono, pengurus AJI 2011-2014,  saat mempresentasikan perlunya jurnalis warga masuk AJI, Sabtu, (Jumat/11/2014).

Ketua AJI yang baru saja terpilih dalam Kongres Bukittinggi, Suwarjono, mengatakan perkembangan zamanlah yang mengharuskan AJI mengambil langkah tepat untuk mengamodasi para jurnalis warga.

“Dengan membuka diri untuk jurnalis warga berarti AJI kembali ke khittahnya seperti saat 20 tahun lalu didirikan. Kala itu para jurnalis dengan sangat berani  menerbitkan media alternatif Suara Independen, tanpa izin terbit, tanpa badan hukum jelas, dengan risiko ditangkap dan dipenjara. Semua itu mereka lakukan demi menyampaikan kebenaran dan memberikan hak masyarakat atas informasi,” kata Suwarjono.

Menurut Suwarjono,keberadaan  jurnalis warga ini tak diakomodasi dalam Undang-Undang No 40 Tahun 1999 tentang Pers. “AJI membuat terobosan dengan membuka diri untuk mereka. Namun, syarat bagi para jurnalis warga untuk bisa menjadi anggota AJI tidak mudah. Ada verifikasi ketat dan berlapis untuk memastikan bahwa jurnalis warga itu profesional, tidak melanggar kode etik, dan menjalankan kegiatan jurnalistik secara rutin,” kata dia.

Ini alasan AJI terbuka untuk jurnalis warga: AJI dan Jurnalisme Warga

Baca Juga: AJI Kini Terbuka untuk Jurnalis Warga