Hukum  

Inilah Pengakuan Wanita Tahanan tentang Dugaan Rekayasa Kasus di Polresta Bandarlampung

Kapolres Bandarlampung Kombes Hari Nugroho menerima laporan kakak Briptu Niazi terkait rekayasa kasus yang dialami adiknya, di kantor terbuka Kapolres Bandarlampung, Kamis (16/6/2016).
Bagikan/Suka/Tweet:

Zainal Asikin|Teraslampung.com

BANDARLAMPUNG.COM — Pembukaan kantor nomaden Kapolresta Bandarlampung di Bambukuning Square di Jalan Kotaraja, Bandarlampung, Kamis (16/6/2016) seolah menjadi simalakama bagi Polresta Bandarlampung.

Baru pertama dibuka, sudah menerima pengaduan yang menohok korps bayangkara negara itu, yakni dugaan rekayasa kasus yang melibatkan anggota Polresta Bandarlampung dengan korban anggota Polresta Polresta Bandarlampung juga.

Pengaduan itu dilakukan oleh Faisal , kakak Brigadir Satu (Briptu) Niazi Yusuf, anggota Polres Bandarlampung yang saat ini ditahan dan menjadi tersangka kasus penyelundukan sabu ke ruang tahanan wanita. Pengaduan Faisal didasarkan pada pengakuan seorang wanita tahanan Polresta Bandarlampung bernama Resti.

Video pengakuan Resti pun kini beredar di kalangan wartawan. Dalam video itu Resti mengaku  hal yang menurutnya sesungguhnya terjadi.

Dalam testimoni itu Resti mengungkapkan  bahwa kejadian itu berawal pada 5 Mei 2016 lalu. Resti melihat Aiptu Yaumil, bersama rekan-rekannya sedang minum-minuman keras (miras), sekitar pukul 23.00 WIB di depan kamar 1 sel tahanan Mapolresta Bandarlampung.

Resti mengaku dirinya melihat salah seorang wanita tahanan bernama Winda memberikan uang Rp 300 ribu kepada Aiptu Yaumil. Setelah uang diterima, Aiptu Yaumil pergi.Tidak lama kemudian Yaumil kembali lagi dengan memberikan satu paket sabu-sabu kepada Winda.

Resti mengaku bahwa Yaumil mendatangi dirinya, lalu menahan ponsel miliknya dan ponsel dua temannya, Rika dan Ida. Menurutnya, Aiptu Yaumil juga memindahkan dirinya ke kamar sel tahanan 6.

“Yaumil kemudian menyerahkan ponsel, sembari memberikan secarik kertas yang isi di dalamnya meminta kepada Resti dan dua temannya Rika dan Ida, agar tidak membocorkan masalah transaksi sabu-sabu,” kata Resti.

Pada pagi harinya, kata Resti, regu penjaga tahanan berganti. Aiptu Yaumil bersama regunya digantikan oleh regu Briptu Niazi Yusuf dan kawan-kawannya.

Setelah bergantian regu itulah, kata Resti, dilakukan razia di setiap kamar sel tahanan. Niazi ikut dalam razia tersebut, pada saat razia itulah ditemukan sabu-sabu dari tahanan wanita, WInda yang disimpan di pakaian dalam (bra).

“Winda dibawa ke ruang pemeriksaan Satuan Reserse  Narkoba, dan disusul kemudian wanita tahanan lain, yaitu Erna, Ayu dan Nita. Lalu saya juga turut dibawa,”kata Resti.

Para wanita tahanan itu, tutur Resti, saat ditanya awalnya mengaku bahwa sabu-sabu yang ditemukan dari Winda didapat dari Aiptu Yaumil. Setelah mendapat keterangan itu, Yaumil sempat dibawa oleh anggota Provost.

Pada malam harinya, Resti kembali diperiksa oleh penyidik dari Satres Narkoba Polresta Bandarlampung bernama Aswin dan anggota Provost bernama Ifan. Ternyata keterangan dari Winda, dan tiga tahanan wanita lainnya berubah.

Dikatakan Resti, penyidik Aswin menawarkan perubahan Pasal dari pemilik ke pengguna kepada Winda dan teman-temanya. Asalkan Winda dan teman-temannya, mau mengubah keterangannya sabu-sabu yang ditemukan itu milik Niazi bukanlah milik Yaumil, sehingga berkas berita acara pemeriksaan yang sebelumnya, dirobek oleh  penyidik di hadapan Resti. Namun Resti sendiri tidak mau mengubah keterangannya kalau pemilik sabu-sabu itu adalah Aiptu Yaumil,  bukan Briptu Niazi Yusuf.

Akibat menolak tawaran itu, Resti justru mendapat pukulan dari penyidik Aswin. Tidak hanya itu saja, Resti dalam surat dan video pengakuannya, ia disuruh menggigit sandal jepit oleh Aswin.

Oleh penyidik, Resti di jerat terlibat menggunakan sabu-sabu bersama Winda dan teman-temannya. Selain itu juga, ikut patungan uang untuk membeli sabu-sabu. Padahal, Resti sama sekali tidak ikut memakai sabu-sabu, apalagi patungan uang untuk membeli narkoba tersebut.

“Saya ini cuma orang susah, masuk penjara juga karena kasus mencuri. Berbeda sama empat wanita lainnya, kalau mereka itu memang sebagai tahanan narkoba,” ujarnya.

Dengan kejadian tersebut, Resti merasa bahwa yang telah menimpa dirinya dan BriptuNiazi merupakan sebuah fitnah yang dituduhkan oleh oknum polisi.

“Saya dan pak Niazi itu memang korban. Demi Allah bukan hal yang sebenarnya yang telah dituduhkan oknum polisi itu ke saya dan Pak Niazi,”ungkap Resti.