Teraslampung.com – Masing-masing pasangan calon presiden dan wakilnya mengklaim sebagai pemenang Pemilu berdasarkan hasil perhitungan suara pararel (Parallel Vote Tabulation) atau biasa disebut hitung cepat (quick count) beberapa lembaga survei. Ini momen tepat untuk mengevaluasi dan memberi sanksi lembaga survei abal-abal.
Survei bisa salah, tapi tak boleh bohong. Itu prinsip dasar penelitian. Untuk mendeteksi mana hasil yang kredibel dan dapat dipercaya publik, kita bisa lihat dari rekam jejak masing-masing lembaga.
Lembaga survei yang melakukan hitung cepat terbelah menjadi dua. Pertama, lembaga yang mengumumkan kemenangan Joko Widodo-Jusuf Kalla. Di antara kelompok ini ada CSIS-Cyrus Network, Indikator Politik Indonesia, Lingkaran Survei Indonesia, Litbang Kompas, Pol Tracking, Populi Center, Puslitbang RRI, Lembaga Survei Indonesia (LSI) dan Saiful Mujani Research and Consulting (SMRC).
Kedua, lembaga yang memperkirakan kemenangan Prabowo Subianto-Hatta Rajasa. Mereka adalah Lembaga Survei Nasional (LSN), Indonesian Research Center (IRC), Jaringan Suara Indonesia (JSI), dan Pusat Kajian Kebijakan dan Pembangunan Strategis (Puskaptis).
Hampir semua rilis survei sebelum Pemilu Presiden menempatkan pasangan Jokowi-JK di posisi teratas kendati dengan selisih yang sangat kecil. Sebagiannya ada di kelompok pertama. Sisanya, mengunggulkan Prabowo-Hatta. Sebagiannya ada di kelompok kedua.
Kebanyakan lembaga survei yang mengunggulkan Prabawo selain baru muncul juga tak tergabung di asosiasi pegiat survei. Di Indonesia ada dua asosiasi lembaga survei: Perhimpunan Survei Opini Publik Indonesia (Persepi) dan Asosiasi Riset Opini Publik Indonesia (Aropi).
Mayoritas lembaga survei yang mengunggulkan Prabowo juga tak terdaftar di KPU sehingga tak bisa melakukan hitung cepat. KPU sendiri dengan tegas mengatakan bahwa lembaga yang tak terdaftar adalah liar. Ini di antaranya, Indonesia Network Elections Survey (INES), Institut Survei Indonesia (ISI), The Institute Indonesian Development Monitoring (IDM), Media Survei Nasional (Median), Evello, Fakultas Ekonomi Manajemen Institut Pertanian Bogor (FEM IPB), Forum Indonesia Maju (Forima), Vox Populi Survey, Rectoverso Institute, dan Oranye
Survei Indonesia (OSI).
Menarik untuk melihat rekam jejak empat lembaga survei yang mengunggulkan Prabowo dalam hitung cepatnya. Kenapa kelompok kedua ini berbeda dengan hasil mayoritas lembaga survei lain?
Puskaptis
Lembaga ini berdiri tahun 2006. Jika dilihat laman resminya, lembaga ini tampak tak kredibel. Selain menggunakan layanan blog gratis (WordPress), laman ini juga tak lagi update sejak April 2009. Bima Arya Sugiarto, mantan Direktur Charta Politica yang juga Wakil Ketua Dewan Pakar Tim Pemenangan Soesilo Bambang Yudhoyono-Boediono pada Pemilu 2009, menjabarkan beberapa kesalahan prediksi Puskaptis.
Rekam jejak survei Puskaptis, kata Walikota Bogor dan Ketua Tim Sukses Prabowo-Hatta di daerah ini, terbukti sering meleset. Pernyataan Bima ini dimuat di VIVAnews, media milik Aburizal Bakrie, 23 Juni 2009 lalu. Dengan judul “Beberapa Hasil Survei Puskaptis Meleset.”
Pertama, hasil Pemilukada Sumatera Selatan. Puskaptis memprediksi pasangan Syahrial Oesman-Helmi Yahya menang dengan perolehan suara 51,11 persen. Sementara Alex Noerdin-Eddy Yusuf kalah dengan perolehan suara sebesar 48,89 persen. Survei Puskaptis ini dilakukan pada 28 Juni-10 Juli 2008 dengan 6.455 responden di 15 kabupaten dan kota di Sumsel.
Sebaliknya, hasil rekapitulasi KPU menetapkan Alex-Eddy sebagai pemenang dengan suara 51,4 persen dan Syarial-Helmi sebesar 48, 6 persen.
Kedua, hasil Pemilukada Jawa Barat. Puskaptis memperkirakan Danny Setiawan menang dengan suara 42, 89 persen. Sementara Agum Gumelar 34,65 persen dan Ahmad Heryawan 22,46 persen. Survei ini dilakukan pada 28 Maret-6 April 2008 pada 603 kecamatan di 26 kabupaten/kota di Jawa Barat.
Untuk Pemilukada ini, respondenya luar biasa, sebanyak 15.102 orang, dengan estimasi kesalahan 3-5 persen dan tingkat kepercayaan 95 persen. Dengan responden sebesar itu, alih-alih mendekati hasil perhitungan akhir KPU malah menunjukkan sebaliknya, Aher- Dede Yusuf yang berhasil memenangi Pemilukada.
Ketiga, hasil Pemilu Legislatif 2009. Puskaptis lagi-lagi salah prediksinya. Hasil surveinya menyebutkan, PDIP mendapat 19,60 persen, Demokrat (19,18), Golkar (18,26), PKS (8,78), dan PPP (3,50). Survei ini dilakukan pada 16-24 Maret 2009. Sementara hasil penghitungan KPU menempatkan Demokrat dengan suara
tertinggi 20,85 persen, Partai Golkar (14,45), PDIP (14,03), PKS (7,88), dan PAN (6,01).
“Track record Puskaptis sebagai lembaga survei politik sangat meragukan. Perlu dikritisi juga metodologi Puskaptis meliputi validitas sampel, sebaran demografis responden, profil responden yang tak pernah dijelaskan secara gamblang ke publik”
tegasnya, merespons survei Puskaptis yang menyatakan elektabilitas SBY-Boediono menurun dalam survei pada 4-11 Juni 2009.
Karena ini pula pada 2009 Puskaptis sempat dipanggil Dewan Etik Persepi untuk diaudit hasil surveinya. Saat itu ada tiga lembaga yang hasil surveinya berbeda: Lembaga survei Indonesia (LSI), Lembaga Riset Indonesia (LRI), dan Puskaptis.
Puskaptis sendiri mangkir.
“Yang datang hanya LSI. Lembaga ini menunjukkan metodologi dan kuesionernya yang kemudian dinilai para pakar. Hasilnya tak ada masalah yang prinsip. Puskaptis tidak datang. Walau tidak ada sanksi, tapi lembaga ini tetap kami pantau terus sampai sekarang,” kata Ketua Persepi saat itu, Andrinof Chaniago, saat
diwawancarai Indonesia 2014, Desember lalu.
Pada Pemilukada Sumatera Selatan 2013 lalu hasil hitung cepat Puskaptis menuai kisruh. Direktur Puskaptis Husin Yazid menjadi sasaran amuk massa dan nyaris dilempar dari lantai dua hotel tempat pelaksanaan hitung cepat. Puskaptis diduga mengubah hasil hitung cepat atas permintaan pihak tertentu. Karena ini pula ia sempat diamankan ke Markas Polresta Palembang.
Baru-baru ini di jejaring sosial bahkan tersebar proposal Puskaptis yang diajukan untuk pemenangan Jokowi-JK. Dalam proposal ini kabarnya Yazid meminta dana hampir Rp8 miliar untuk survei Jokowi-JK. Bisa jadi karena sakit hati lantaran proposalnya ditolak pasangan ini, Puskaptis membelokkan hasil hitung cepatnya.
Proposal itu dilayangkan Mei 2014. Bisa dipahami selama empat kali surveinya di Juni, Puskaptis selalu mengunggulkan Prabowo.
IRC Hary Tanoe
Lembaga survei ini di bawah Grup MNC milik Harry Tanoesoedibjo. IRC baru dibuat setelah pemiliknya terjun ke dunia politik. Pada akhir Oktober, lembaga ini merilis hasil surveinya yang dimuat di Koran Seputar Indonesia, yang juga Grup MNC. Bertajuk “Survei IRC: Win-HT Geser Prabowo, Hanura Tembus Empat Besar”. Awal November, IRC kembali merilis hasil surveinya, bahkan dimuat di halaman muka koran itu: “Win-HT Terus Melaju”.
Saat calon presiden lain belum menentukan wakilnya, pasangan Win-HT ini paling percaya diri mendeklarasikan diri paling awal. Di dua rilis survei yang hanya berjarak sekitar dua minggu itu, urutan empat besar tak berubah: Jokowi, Win-HT, Prabowo, dan Aburizal Bakrie. Sementara urutan kelima hingga posisi buncit berubah di antara 13 nama lainnya yang diuji dalam survei itu. Survei ini tak setara. Kandidat lainnya diuji tanpa calon wakilnya.
Dua hasil survei itu dirilis sebelum semua data masuk 100 persen. Survei pertama merupakan pengolahan 30 persen data. Rilis kedua hasil olahan 50 persen data. Responden survei ini pun luar biasa fantastis: 16 ribu responden. Ini berbeda dengan rata-rata responden survei opini publik, yaitu sekitar 1200-2000 orang.
Lebih parah lagi, IRC tak bisa membedakan antara survei opini publik dengan hitung cepat. Peneliti IRC, Yunita Mandolang, mengatakan bahwa tak masalah survei dirilis setengah jadi.
“Ini sama dengan quick count,” katanya
Setelah Hanura tak bisa mencalonkan Wiranto dan partai itu memberikan suaranya ke pasangan Jokowi-JK, Hary Tanoe menyeberang ke kubu Prabowo-Hatta. Hasil survei
IRC pun ikut berubah. Lembaga ini kembali merilis hasil surveinya pada 30 Juni 2014, sembilan hari sebelum Pemilu Presiden.
Hasilnya, Prabowo unggul dengan 47,50 persen dan Jokowi 43 persen. Hingga kini, IRC tak punya website yang bisa diakses publik. IRC juga tak bergabung di salah satu asosiasi pegiat survei di Indonesia.
LSN,Lebih 100 Persen
LSN berdiri pada 2006. Pendiri sekaligus Direktur Eksekutif LSN adalah Umar S.Bakrie. Umar Bakry bersahaba dengan Deny JA sejak sama-sama mahasiswa Universitas Jayabaya. Keduanya juga sama-sama pendiri AROPI.
Dalam survei terakhirnya, LSN menempatkan Prabowo-Hatta (48,6 persen) di posisi teratas dan Jokowi-JK (39 persen). Di survei LSN pada 1-5 Juli 2014 di enam provinsi di Pulau Jawa ini, teknik pengambilan sampel dilakukan secara acak berjenjang (multistage random sampling).
Pengumpulan data dilakukan dengan wawancara via telepon dengan 880 responden di Pulau Jawa yang sudah memiliki hak pilih dan tercantum dalam DPT. Dengan estimasi kesalahan sebesar 3,3 persen dan tingkat kepercayaan 95 persen. Survei ini juga dilengkapi analisis media dan in-depht interview dengan sejumlah narasumber.
Pertama, survei ini dilakukan hanya di Pulau Jawa. Sehingga tak bisa memotret suara nasional. Kedua, survei ini dilakukan via telepon. Padahal tak semua orang punya telepon. Alih-alih menegaskan hal itu, dalam rilisnya pada 7 Juli lalu, Umar malah menarik hasil survei itu ke prediksi nasional.
“Angka moderat hasil akhir Pilpres 2014 adalah Prabowo-Hatta 55,5 persen dan Jokowi-JK 44,5 persen,” kata Umar.
Sebelumnya, LSN juga merilis hasil survei yang dilakukan pada 23-26 Juni 2014. Respondennya 1070 orang yang tersebar di 34 provinsi. Survei ini, menurut LSN, berjenis quick survey, bukan survei lapangan. Biaya total survei ini Rp 40 juta.
Elektabilitas Prabowo-Hatta dalam survei ini mirip dengan hasil survei Pulau Jawa di atas yang mencapai 46,6 persen dan Jokowi-JK sebesar 39,9 persen.
Yang lebih aneh lagi, LSN dalam hitung cepatnya terkait Pilpres 2014 yang ditayangkan RCTI sempat melampaui angka 100 persen. Prabowo-Hatta (50,60 persen) dan Jokowi-JK (49,75 persen).Totalnya, 100.35 persen.
Survei JSI
Sejak 2012, JSI sudah menempatkan Prabowo sebagai calon presiden yang paling pantas sebagai presiden 2014 (64,3 persen). Di posisi kedua Hatta Rajasa (50,3). Empat lainnya Aburizal (50,1), Megawati Soekarnoputri (48,7), Dahlan Iskan (36,0), dan Mahfud MD (31,7). Survei bertajuk “Parpol dan Capres menuju 2014” ini dilakukan pada 17-21 Juli 2012 dengan teknik multistage random sampling. Sampelnya 1200 responden. Wawancara dilakukan tatap muka (kuesioner). Estimasi kesalahannya sebesar 2,9 persen.
Di tikungan terakhir Pemilu Presiden 2014, sehari sebelum pencoblosan, lembaga ini juga merilis hasil surveinya yang dilakukan pada 4-7 Juli. Survei ini hanya dimuat di dua portal berita pendukung Prabowo Hatta: Inilah.com dan Vivanews.com serta Rakyat Merdeka Online, dengan muatan yang hampir sama.
Laporan tiga media itu hanya memuat tingkat popularitas kedua pasangan calon minus elektabilitas. Tingkat pengenalan terhadap Prabowo terus meningkat di tiga kali survei JSI. Dari survei 24-29 Maret 2014 (89,4 persen) hingga survei terakhir JSI (98,1). Tingkat pengenalan terhadap Jokowi cenderung naik-turun.
Mulai 95,7 persen, naik pada survei 2-7 Juni menjadi 99,0 persen, dan kembali turun pada survei terakhir ini menjadi 97,7 persen. Sementara pengenalan terhadap calon wakil presiden naik signifikan di tiga periode survei itu. Hatta dari 73,9 persen naik hingga 94,4 persen. JK juga trennya naik dari 94,1 persen hingga 97,0 persen.
Responden survei JSI ini 1200 orang dengan teknik multistage
random sampling di 33 provinsi yang diwawancara tatap muka. Dengan quality control 20 persen. Estimasi kesalahannya plus-minus 2 persen dan tingkat kepercayaan di atas 95 persen.
Dalam website resminya, tak ada penjelasan apa dan siapa JSI. Di website itu pun tak ada nomor telepon kantor. Hanya tertera nomor telepon genggam.
Audit Hitung Cepat
Jauh hari, KPU telah menegaskan bahwa jika ada lembaga survei yang melanggar kode etik ada dua kemungkinan yang KPU lakukan. Pertama, membentuk dewan etik. Kedua, bekerjasama dengan asosiasi lembaga survei.
Menurut Komisioner KPU, Sigit Pamungkas, lembaga survei yang melanggar kode etik dan tergabung dalam asosiasi pegiat survei, KPU akan melakukan sidang terbuka antara KPU, lembaga survei itu, dan asosiasi yang menaunginya. Jika lembaga itu tak tergabung dalam asosiasi, KPU akan membentuk dewan etik khusus untuk menanggani kasus itu.
“Dewan etik sifatnya ad hoc, bukan permanen. Dewan ini akan
terdiri dari para pakar dan tokoh masyarakat,” paparnya.
Asosiasi pegiat survei Persepi sendiri dengan tegas mengatakan akan mengaudit sejumlah lembaga survei yang menjadi anggotanya. Antara lain, Lembaga Survei Indonesia, Indikator, SMRC, Cyrus Network, Populi Center, termasuk JSI, dan Puskaptis.
Menurut Dewan Etik Persepi, Prof. Hamdi Muluk, audit dilakukan untuk mengklarifikasi apakah metodologi yang digunakan lembaga survei dalam hitung cepat sudah sesuai dengan kode etik dan pakem ilmu penelitian. Persepi menduga ada manipulasi
sampel data atau metodologi sehingga hasilnya berbeda.
“Yang tergabung di Persepi telah menandatangani pakta integritas. Kami hanya ingin mengklarifikasi dan memastikan bahwa proses keilmuannya berjalan secara benar. Supaya masyarakat dapat kejelasan kenapa ada dua hasil yang berbeda. Makanya kita harus audit,” jelas Hamdi.
“Bila metodologi dilakukan dengan benar, maka hasilnya tidak akan jauh berbeda.”
Hasil audit, kata Hamdi, akan diumumkan agar ada pertanggungjawaban publik. Jika ada anggota Persepi yang melanggar kode etik, Persepi akan memberikan sanksi.
“Sanksi yang paling keras dikeluarkan dari keanggotaan Persepi,” ujarnya.
Sumber: indonesia-2014.com