Opini  

Interaksi Alam dan Okupasi Manusia

Oleh IB Ilham Malik

Hujan turun seolah tanpa hari libur. Jadwal hujan datang begitu padat. Suatu area tertentu dalam wilah kota/kabupaten, selalu mendapat giliran yang hampir saja rutin mengalami hujan. Hujan adalah anugerah. Kita tidak bisa tanpa air, sehingga kehadiran hujan, dengan aneka caranya, adalah berkah yang datang ke hadapan manusia dan memberikan manfaat sebesar-besarnya bagi kehidupan manusia.

Alam kita, dalam artian daratan dan perairan yang kita punya, selama berabad-abad berhadapan dengan hujan sehingga bentukan alam pun akhirnya menyesuaikan dengan perilaku hujan dan air hujan yang mengalir di permukaan. Daratan menjadi penuh dengan ukiran hasil gerak gerik air. Daratan kini sudah beradaptasi dengan baik. Sehingga apapun dan bagaimanapun hujan datang, alam dan daratan akan menyambut kehadiran air itu dengan suka cita. Bukan dengan kekhawatiran.

Tapi sebagian daratan kini sudah di eksploitasi oleh manusia. Dan manusia pun menjadi penguasa bagi alam dan daratan. Hal ini tenu saja membuat alam menjadi berubah dengan bentukan yang berbeda dengan wujud aslinya. Dalam perspektif manusia, perubahan tersebut adalah hal yang wajar. Bahkan cenderung menjadi harus diubah sehingga yang namanya manusia akan dapat hidup di daratan tersebut. Sehingga, interaksi antara alam (dalam artian daratan) dan manusia telah mengubah lanskap daratan.

Menariknya, ketika hujan datang bertubi tubi untuk memberikan berkah pada manusia, ternyata kehadirannya menjadi momok bagi manusia. Sebab, hujan dan air menjadi sangat konsisten dengan perilakunya. Air hujan ketika mengalir di daratan akan tetap berada dna mengalir pada tempat yang sama dari waktu ke waktu. Dan ketika tempat hujan datang dengan segala macam perilakunya, air hujannya mengalir dengan segala macam ukurannya, akan selalu konsisten pada jalur dan pada area yang begitu-begitu saja (selalu begitu dan disitu).

Jika tempat aliran hujan itu diokupasi oleh manusia dan kegiatannya, diubah-ubah bentukan daratannya semau-maunya manusia, maka hal inilah yang kemudian menjadi penyebab terjadinya bencana banjir. Sebab, air selalu bertandang pada tempat  ia selama ini datang. Dan kedatangannya selalu dinanti-nati oleh berbagai macam flora dan fauna.

Ketika hujan datang bersama airnya yang berlimpah dan bertandang ke daratan yang penuh dengan flora dan fauna yang selalu menyambutnya dengan rasa senang, kenapa manusia malah menjadi pihak yang mengeluh dan merasa dirugikan? Harta benda manusia mungkin akan dilibas oleh air hujan, menurut versi manusia. Tetapi, bukankah areal itu, ajlur itu, adalah jalur interaksi hujan, air hujan, alam, daratan, flora dan fauna? Manusialah yang melakukan infiltrasi pada daratan dimana zona itu atau tempat itu adalah tempat interaksi air hujan dan daratan.

Karena manusia melakukan pendudukan terhadap tempat inetraksi air dan daratan, dan mereka adalah memang pihak yang sudah sejak lama berada di lokasi itu, maka merekalah yang paling ber-hak berinteraksi disitu. Manusia, jika datang di tempat itu dan menetap di dalam zona interaksi air dan daratan, maka prinsip yang harus di pegang adalah tidak mengganggu interaksi air dan daratan itu. Sekali manusia menampati tempat air dan daratan berinteraksi, maka mereka harus bersiap dengan kedatangan air (hujan) yang bisa saja berdebit tinggi. Rawa, sungai, danau, adalah bagian daratan yang menjadi tempat perjalanan dan peraduan air.

Manusia harus menghindari tempat itu, dalam artian, jangan dihuni, jangan bertempat tinggal disana, kecuali jika sudah siap dan sudah sanggup beradaptasi dengan alam. Menariknya, manusia zaman dulu sangat pandai menyesuaikan diri. Mereka bisa hidup berdampingan dengan alam. Kearifan hidup manusia zaman dulu sangat tinggi, dan anehnya, makin ke sini manusia semakin tidak mampu beradaptasi. Tentu saja ada banyak alasan di dalamnya. Kebutuhan, keinginan dan ketertarikan manusia adalah unsur paling kuat untuk menggerakkan manusia. Harusnya kepekaan terhadap situasi alam, makin dimiliki oleh manusia. Tapi, pada kenyataannya tidak begitu.

Jadi, ketika banjir terjadi dimana-mana, longsor juga datang, sebenarnya hal itu adalah peringatan alam tentang perlunya manusia mengurangi infiltrasi terhadap alam. Bahkan, konsep sustainable urban development menjadi suatu hal yang dituntut oleh alam. Sehingga kehadiran manusia di suatu bentang alam tertentu, tidak merusak dan mengganggu interaksi antar elemen alam.

Setiap pemimpin pemerintahan dan birokrasi harus dapat menggunanakan nalar pembangunan seperti ini dalam setiap menyusun program pembangunan daerahnya dan dalam mengevaluasi bentukan fisik daerah sebagai akibat pembangunan. Jika pembangunan suatu hal tertentu merusak lokasi interaksi antar elemen alam, maka sudah saatnya melakukan revitalisasi dan pemindahan penduduk dan bangunan tertentu ke lokasi yang lebih aman dan tidak mengganggu interaksi antar air, hujan, dan daratan.***

*Dosen Teknik Sipil UBL