Budaya  

Isbedy Bedah Cerpen di Festival Pulara Malaysia

Bagikan/Suka/Tweet:
Isbedy Stiawan ZS di forum Bincang Karya Festival Puisi Lagu Rakyat (Pulara) 6 di Pangkor, Malaysia, Sabtu (5/12).

Pangkor, Teraslampung.com  — Sastrawan Lampung Isbedy Stiawan ZS menjadi salah satu pembicara dalam acara Bincang Karya di Festival Puisi Lagu Rakyat (Pulara) 6 di Pangkor, Malaysia, Sabtu (5/12).

Pada forum itu, Isbedy bersama Dr. Abdullah Che Ya, dan Mohamd Shahidan.membedah cerpen-cerpen Malim Ghozali PK, sastrawan Malaysia, yang terkumpul dalam buku kumpulan cerpen Langit Tidak Berbintang di Ulu Slim (2014).

Ketiga pembicara tampaknya sepakat, cerpen-cerpen Malim berlatar orang kampung, cinta, dan politik. Menurut mereka  cerpen-cerpen Malim amat kental dengan masalah kampung. Dari kampung, tokoh-tokohnya melihat dan berpikir global.

 “Masalah itu dikemas sangat halus. Cinta tak menjadi cinta murahan. Politik pun tak menghujat,” kata Isbedy Stiawan ZS.

Sementara Abdullah Che Ya mengatakan, meski Malim berbicara politik namun tak jatuh pada penghujatan.

“Tetapi cerpen-cerpen Malim selalu ditutup dengan terbuka bagi pembaca untuk menafsir,” kata dia.

Ada 20 cerpen dalam buku karya peneriama SEA Write ini. Cerpen-cerpen Malim adalah reaslisme. Tokoh-tokohnya nyata (fakta), namun cerita tetap fiktif. Seperti “Di Kantor Suryadi” yang mengisahkan pertemuan dengan seorang kawan yang mengajar di Universitas Leiden. Suryadi adalah tokoh nyata, dosen di Universitas Leiden, Belanda.

“Tetapi isinya tetap fiksi. Saya tak kenal lebih akrab dengan Suryadi, dosen Universitas Leiden asal Padang itu,” kata Malim,  menjelaskan atas pertanyaan peserta.

Cerpen-cerpen Malim sebagai upaya pemberontakan dari orang kampung (bangsa Melayu) kepada Barat (disimbolkan pula dengan orang seberang).

Selain itu, hampir seluruh cerpen Malim berakhir dengan kekecewaan, bagai pungguk merindukan bulan, atau rindu tak sampai–seperti dalam cerpennya yang bertajuk “Rindu Tak Sampai”.

Malim Ghozali PK

Malim Ghozali PK adalah nama pena Mohamed Ghozali Abdul Rashid, dilahirlan di Kampung Malim Nawar, Perak, 66 tahun silam.

Pada tahun lalu ia menerima Anugerah Utama Sastrawan Negara Perak Darul Ridzuan.

Malim telah menerbitkan puluhan buku sastra–puisi, cerpen, karya lainnya–antaranya Ini Chow Kit Road, Sudilah Mampir, Hujan di Limun Pagi, dan Langit Tidak Berbintang di Ulu Slim (2014). Pada 2014 lalu  ia juga menerbitkan novel Luka Nering.

Malim dikenal sebagai sastrawan pengembara. Semasa muda ia sudah bertualang hingga Amerika Latin, Nigeria, dan negara lain termasuk Indonesia.

“Saya bahkan pernahs inggah di Lampung selama seminggu. Itu tak sengaja karena kapal yang saya tumpangi, Pelni, berhenti tiba-tiba dan dibawa arus sampai Pelabuhan Panjang,” kenang Malim usai menerima Anugerah Utama di Village Pangkor dalam jamuan makan ikan laut (sea food), setahun lalu.