“Jablay Anjing” (1)

Bagikan/Suka/Tweet:

Oleh Nusa  Putra*
Ilustrasi gadis pecandu obat. (dok visto en dogguie)
Sf (18 tahun) sangat bersyukur karena bisa selamat. Dua temannya
tewas overdosis obat. Mereka memang sudah menjadi pecandu narkoba akut. Setiap
hari adalah narkoba. Lama Sf terkapar di rumah sakit ditungguin ibunya yang
sangat cemas. Membuka mata pun saat itu ia tak kuasa. Melihat kondisinya,
seluruh anggota keluarga pasrah, mereka ikhlas bila Sf berpulang. Rupanya maut
belum saatnya menyambanginya, ajal belum merenggutnya. Perlahan ia mulai sehat.
Sf jadi jablay sejak kelas tiga SMP. Kelas satu SMA ia lari dari
rumah. Ia jadi jablay anjing. Tinggal bersama teman-temannya ngekos di
lingkungan Mangga Besar. Saat masa jaya, banyak tamu dan duit, ia tinggal di
kamar kos yang sewanya satu juta setengah sebulan. Saat dijemput ayah ibunya
ketika overdosis dan dikira sudah tewas, ia menyewa kamar kumuh di daerah
Tangki di belakang Pusat Hiburan Rakyat Lokasari. Daerah itu sangat padat dan
memang kumuh, terutama di bagian belakang dekat dengan sungai. Di situlah Sf
ditemukan orang tuanya, karena ada teman Sf yang akhirnya memberitahu karena
takut dan tak mau menanggung beban jika Sf meninggal.
Siapakah yang disebut jablay anjing? Apa karakteristik mereka?
Mengapa mereka mengalami hidup yang seringkali berakhir tragis?
Pada mulanya mereka sama saja dengan ABG jablay lainnya. Mereka
menjadi berbeda saat meninggalkan rumah, tinggal dengan mengontrak kamar
kos-kosan, hidup bersama dengan teman-teman sebaya sesama jablay dan biasanya
membiayai hidup pacarnya, menghabiskan semua penghasilan sebagai jablay untuk
pesta-pesta.
Mereka lari dari rumah karena hendak menikmati kebebasan tanpa
hambatan. Bila tinggal bersama keluarga mereka harus hidup dengan banyak aturan
seperti harus sekolah, tidak boleh pulang malam, tidak boleh ke diskotik, tidak
boleh berteman dengan teman-teman tertentu dan sejumlah aturan lain yang
dirasakan sebagai beban yang sangat berat. Jadi kebanyakan mereka lari dari
rumah bukan karena ada masalah dalam keluarga. Dorongan untuk hidup bebas
sebebas-bebasnya merupakan motivasi dan penyebab utama mereka lari dari
rumah. 
Kebanyakan mereka memiliki keluarga di Jakarta, bahkan biasanya
tidak jauh jaraknya dari tempat kos. Hanya beberapa yang keluarganya di luar
kota.
Mereka berani lari dari keluarga dengan modal satu-satunya
adalah menjadi jablay, menjual tubuh. Pada umumnya mereka tinggalkan keluarga
karena mereka masih sangat belia dan sedang laku-lakunya, penghasilan terendah
dalam satu minggu adalah lima juta.
Mereka akan semakin berani, belagu, dan seenaknya bila ada yang
memelihara. Dengan demikian mereka memiliki dua penghasilan yaitu menjual diri
secara bebas dan penghasilan tetap dari yang memelihara. Tidak jarang seorang
ABG jablay anjing dipelihara oleh lebih dari seorang lelaki.
Mereka menyatakan diri sebagai pencinta dan penikmat kebebasan.
Karena itu mereka menyewa kamar kos yang tidak memiliki terlalu banyak aturan.
Biasanya membebaskan mereka membawa siapa pun untuk tinggal di kamar itu.
Mereka memang tidak pernah membawa tamu ke tempat kos. Tempat kos yang bebas
memungkinkan mereka melakukan pesta seks dengan pacar dan teman-teman. Pastilah
menggunakan narkoba. Ada yang menyebutnya ke puncak asmara dengan narkoba.
Aktivitas mereka sudah sangat terpola. Ada waktu untuk melayani
tamu, nongkrong dan makan-makan dengan teman-teman sesama jablay dan pacar-pacarnya,
pesta seks dengan pacar, berdua atau beramai-ramai, ke salon pada akhir pekan
dan hampir setiap malam ke diskotik. Meskipun ke diskotik bersama pacar, jika
ada tamu yang mengajak kencan, pasti dilayani. Bila tamu yang memesan ada di
hotel, sang pacarlah yang mengantar dengan motor. Dalam konteks ini pacar
adalah tukang ojek dan sekaligus sekuriti.
Sebagian besar penghasilan sebagai jablay dihabiskan untuk pesta
di diskotik, tentu saja dengan alkohol dan narkoba. Tidak seperti ABG jablay
yang ke diskotik untuk mencari tamu sebagai upaya mencari uang. Jablay anjing
ke diskotik  justru untuk menghambur-hamburkan uang setelah melayani tamu
sebagai jablay. Sering terjadi, dini hari mereka di gotong dari dalam diskotik
dibawa ke rumah sakit karena overdosis.
Ad (18 tahun) yang sudah tak mau lagi bergabung dengan jablay
anjing setelah muntah darah dan dua kali masuk rumah sakit bercerita. Bila
sudah kehabisan duit, mereka mau melayani tamu atau melakukan hubungan badan di
sofa dalam keremangan diskotik, di toilet, bahkan di sudut-sudut ruang.
Tentulah dengan sekedar memelorotkan celana dalam, dan lelakinya hanya
mengeluarkan kemaluan dengan hanya membuka rusleting.
Mereka bisa dan biasa lakukan oral seks di tengah keramaian
diskotik. Semuanya dilakukan untuk dapatkan narkoba. Perilaku tak tahu malu
itulah yang menyebabkan mereka disebut jablay anjing. Mereka tampil dengan
lidah terjulur, mata terbuka seadanya dan muka pucat. Seringkali dengan air
liur keluar dari mulut. Sungguh anjing bener, urai Ad.
Kerap kali pada dini hari sampai pagi mereka obral alias banting
harga. Kadang hanya untuk dapatkan uang agar bisa sarapan pagi dan ongkos
pulang. Pada akhir pekan, hampir di semua diskotik terdapat jablay anjing
seperti itu. Jumlah mereka terus bertambah. Perilakunya juga makin aneh-aneh
seperti jalan mencari taksi dengan baju berantakan, tidak perhatikan buah
dadanya menjulur keluar dari baju. Ada juga yang teriak-teriak sepanjang jalan,
taksi yang tak mau berhenti di stop dimaki-maki.
Ok (17 tahun) yang sudah setahun lari dari rumah dan kini kos di
Jalan Kartini Jakarta Pusat menjelaskan bahwa ia dan kawan-kawannya lari dari
rumah karena mau menikmati masa remaja dengan sepuas-puasnya. Masa remaja kan
cuma sekali, tegasnya. Ok dan teman-temannya mengakui mereka tidak perduli pada
resiko apapun. Ok mengakui dengan jujur ada temannya yang sudah terkena HIV
karena menggunakan narkoba dengan suntikan. Karena kondisinya terus memburuk,
temannya itu sudah kembali ke keluarganya. Itulah sebabnya Ok tak mau menggunakan
suntik bila ingin menikmati narkoba.
Kr (18 tahun) bilang, saya udah kerja keras cari duit, gak ada
salahnya kan senang-senang dengan duit sendiri? Kr sudah dua tahun lari dari
rumah. Dia sama sekali tak pernah dan tak berniat pulang. Kr maunya SMA tetapi
ayahnya memaksa masuk SMK, dia memilih hidup bebas tanpa sekolah. Kr terus
terang bilang bahwa ia menjual perawannya tiga juta setengah waktu kelas dua
SMP sama tetangganya.
Ia sengaja lakukan dengan tetangganya untuk permalukan ayahnya.
Satu-satunya yang mengganggu fikirannya sampai kini adalah ibunya jadi
sakit-sakitan sejak dia jadi bengal dan suka melawan ayahnya. Kr mengakui semua
pencariannya ngejablay digunakan untuk pesta-pesta, senang-senang di diskotik.
Ia tidak punya pacar tetap, tetapi dekat dengan tiga lelaki. 
Ia biasa melakukan
hubungan badan dengan mereka atas dasar suka sama suka. Ia mengakui tiga lelaki
itu yang gantian mengantarkannya ke hotel jika ada panggilan. Para lelaki itu
yang juga sering disuruh membeli makanan dan keperluannya yang lain. Para
kelaki itu juga yang mencarikan narkoba untuknya. Ia paling suka nyabu.
Berhubungan badan kalo pake nyabu seru banget, katanya.

* Dr. Nusa Putra, S.Fil. M.Pd. dosen Universitas Negeri Jakarta, peneliti dan penulis buku. Tulisan ini bersumber dari paknusa.blogspot.com