Jamban Murah Berkualitas ‘Made In’ Desa Titiwangi Lampung Selatan

Ocit memamerkan produksi jamban murah Rp50 ribu yang sudah siap jual.
Ocit memamerkan produksi jamban murah Rp50 ribu yang sudah siap jual.
Bagikan/Suka/Tweet:

TERASLAMPUNG.COM, CANDIPURO — Desa Titiwangi, Kecamatan Candipuro, Lampung Selatan tidak hanya dikenal sebagai desa inklusi keuangan pertama di luar Pulau Jawa. Satu dari empat desa inklusi keuangan di Provinsi Lampung itu kini juga dikenal sebagai produsen jamban atau water closet (WC). Jamban yang diproduksi warga itu disebut sebagai jamban murah tetapi berkualitas.

Pembuatan jamban murah itu berada di Dusun Belitangjaya dan menamakan kelompoknya itu Sekolah Swasembada WC.

Salah seorang Kelompok Sekolah Swasbada WC yang paling senior, Nurkhozin (53),  mengklaim jamban yang diproduksi kelompoknya termurah se-Indonesia.

“Saya katakan sangat murah karena satu unit jamban kami jual Rp50 ribu. Meskipun harganya murah,  tapi barangnya teruji kualitasnya. Bahannya semen dan pasir, dengan perbandingan adukan 1 : 1. Kami  pernah menguji dengan memukul jamban produksi kami dengan palu. Pada pukulan ke 7 baru pecah,” katanya,

Dia mengatakan, awal usaha pembuatan jamban itu tahun 2016 atas bantuan Stichting Nederlandse Vrijwilligers (SNV ) lembaga donor dari Belanda. Lembaga tersebut selain memberikan pelatihan juga memberikan cetakan jamban sebanyak 5 buah.

“Setelah dapat bantuan dari SNV kami mulai buat jamban sehat yang modal cetakan dan satu sak semen. Kami hitung, untuk 1 unit jamban biayanya Rp25 ribu dan kami jual Rp50 ribu,” kata Nurkhozin.

Dengan harga yang terjangkau dan kualitas bagus,  akhirnya banyak pesanan jamban berdatangan. Awalnya dari desa-desa di sekitar Titiwangi. Lama-lama meluas hingga daerah lain.

“Kalau Lampung Selatan semua desa sudah pesan. Kita pernah kirim ke Palembang 200 unit, Bangka 400 unit,  dan baru-baru ini Pringsewu 50 unit. Pemesannya adalah desa dan dinas,” jelasnya.

“Kami baru mendapat pemesanan dari Mesuji sebanyak 1.000 unit. Tetapi karena ada Covid-19, pesanan itu dihentikan sementara,” tambahnya.

Jika pesanan meningkat, Nurkhozin dan kawan-kawannya mantan didikan SNV harus melibatkan warga sekitar untuk membuat jamban yang satu hari dapat membuat 12 sampai 14 unit.

“Kalau tenaga kerja kita tergantung pesanan, kalau besar pasti banyak tenaga kerja yang kita gunakan. Tenaga kerja masyarakat sekitar serta teman-teman kami,” katanya.

Anggota Sekolah Swadaya WC Desa Titiwangim Ocit (33), mengungkapkan kelompoknya merupakan ‘Tentara Sanitasi Total Berbasis Masyarakat’, yaitu para relawan program sanitasi yang dididik oleh SNV.

Dia menjelaskan, saat ada pemesanan banyak sementara modal tidak ada maka mereka mengajukan pinjaman lunak ke Bumdes Titiwangi dan mendapat pinjaman sebesar Rp10 juta masa pengembalian selama 2 tahun.

“Tahun 2018 kita pernah mendapat pinjaman lunak dari Bumdes untuk modal usaha sebesar Rp10 juta dan tahun 2020 sudah kita lunasi,” jelasnya.

“Dana tersebut selain untuk modal usaha juga untuk membeli alat untuk membuat cetakan jamban yang berbahan fiber glass,” tambah Ocit.

Ocit didampingi Kepala Desa Titiwangi, Sumari (baju seragam), menjelaskan soal pembuatan jamban murah tetapi berkualitas, Selasa (30/11/2021). Foto: Teraslampung.com/Dandy Ibrahim

Dari situ dia dan teman-temanya bukan hanya menjual jamban saja tapi menjual cetakan jamban.

“Kalau cetakannya kita jual Rp500 ribu satu unitnya,”

Atas prestasi kelompok Sekolah Swasembada WC dengan menjual jamban murah. Kelompot tersebut pada tahun 2017 diganjar penghargaan atau award dari AMPL pada konferensi sanitazi dan air minum nasional tahun 2017.

“Penghargaan dari AMPL Award itu sebagai penyediaan sarana sanitasi termurah se-Indonesia. Dan dampaknya ada tamu-tamu asing yang ingin mengetahui kerja-kerja kami. Yang pernah datang ke sini itu atas prakarsa SNV dari Amerika, Australi dan Nepal untuk belajar membuat sanitasi biaya murah,” jelas Ocit.

Sekolah Swasembada WC, kata Nurkhozin, sangat terbuka bila ada bantuan berupa pinjaman lunak untuk pengembangan usahanya.

“Kalau ada investor kami terbuka karena selain jamban kami juga punya usaha tusuk sate. Di usaha ini kami perlu modal untuk pembelian alatnya,” katanya.

Dandy Ibrahim