Opini  

Jebakan Pertumbuhan Ekonomi yang Stagnan

Bagikan/Suka/Tweet:

Oleh: Andi Desfiandi*

Di tengah situasi perekonomian global yang belum menentu saat ini dan belum signifikannya industri nasional yang berdaya saing tinggi, maka jebakan pertumbuhan ekonomi nasional di sekitar 5% akan terus berlanjut.

Apabila akan dipaksakan pertumbuhan ekonomi lebih tinggi dari 5 % maka setiap pertumbuhan ekonomi akan menyebabkan arus impor semakin deras dan menyebabkan defisit transaksi berjalan semakin lebar dan nilai mata uang rupiah semakin melemah.

Defisit transaksi berjalan yang merupakan bagian dari balance of payment (neraca pembayaran) selalu minus sejak 2011 hingga saat ini, sehingga menjadi buah simalakama dalam mengambil kebijakan ekonomi nasional.

Karena pertumbuhan ekonomi yg tinggi tentu diharapkan agar mampu menciptakan lapangan kerja serta memperkecil tingkat kemiskinan. Namun, apabila hal tersebut dilakukan maka dapat dipastikan mata uang rupiah melemah dan transaksi berjalan akan terus defisit.

Lingkaran setan defisit neraca perdagangan dan neraca pembayaran nasional harus segera dipotong, agar pertumbuhan ekonomi dapat digenjot tinggi tanpa resiko merahnya neraca pembayaran kita.  Tak ada cara lain selain meningkatkan industri nasional yang berdaya saing dan membuka ruang seluasnya investasi dibuka baik asing maupun domestik.

Tidak mudah memang tapi memang harus dilakukan apalagi proyek-proyek infratruktur yang menunjang industri dan perekonomian nasional sudah dilaksanakan walaupun baru sebagian, namun sudah cukup menjadi modal dasar untuk membangun industri nasional secara masif.

Tentu saja industri nasional kita harus memiliki daya saing yang tinggi apabila tidak maka produk yang dihasilkan akan tetap kalah bersaing baik secara kualitas dan juga harga, dan secara alamiah produk impor tetap akan membanjiri Indonesia karena produk nasional belum memiliki daya saing.

Seyogianya Presiden Jokowi di periode pemerintahannya yang kedua lebih fokus pada pengembangan industri nasional (terutama industri hilir) yang berdaya saing, peningkatan kualitas SDM dalam menunjang industrialisasi, peningkatan infrastruktur penunjang industrialisasi, pemangkasan birokrasi dan relaksasi kebijakan investasi termasuk insentif pajak, penegakan dan kepastian hukum termasuk juga kondusivitas politik.

Industrialisasi bukan hanya semata untuk indistri-industri skala besar tapi juga termasuk industri pariwisata, industri skala desa, industri UMKM, industri kreatif (termasuk industri digital dan start up), dam sebagainya. Impor pasti akan selalu dibutuhkan oleh seluruh negara. Namun, pengendalian impor harus dilakukan apabila belum ada subsititusi di dalam negeri atau utk stabilitas harga atau untuk bahan baku yang diolah menjadi barang jadi yang bernilai tambah.

Apabila langkah-langkah strategis di atas tidak dilakukan dengan sistimatis dan terukur, mungkin saja jebakan pertumbuhan ekonomi yang stagnan akan terus berlanjut.
Seluruh pihak memang sepatutnya urun tangan dalam menutus mata rantai tsb termasuk masyarakat, akademisi, pelaku bisnis termasuk pemerintah pusat dan daerah.

Semoga kabinet mendatang juga memiliki visi dan misi serta kompetensi yang sesuai dalam menjalankan program pemerintahan kabinet kerja jilid II. Sebab,  ketidakpastian ekonomi dunia masih belum usai. Apa lagi Bank Dunia dan IMF juga telah mengoreksi ke bawah proyeksi pertumbuhan ekonomi dunia. ***

*Dr. Andi Desfiandi, S.E,. M.A. adalah Ketua Yayasan Alfian Husin