Zainal Asikin | Teraslampung.com
LAMPUNG SELATAN — Ketika anak dari istri Sultan yang pertamanya Putri Kandanga Rarang yakni Minak Gejala Bidin dan anak dari Putri Sinar Alam yakni Minak Gejala Ratu berusia remaja, keduanya menanyakan kepada ibu mereka siapakah ayahnya dan di mana keberadaannya.
Kedua ibu mereka pun menjelaskan bahwa ayahnya seorang Sultan bernama Syarif Hidayatullah atau disebut Sunan Gunung Jati yang saat ini berada di Kesultanan Banten.
Bermodalkan tekad yang kuat, Minak Gejala Bidin dan Minak Gejala Ratu berpamitan kepada ibu mereka masing-masing untuk pergi menemui ayahnya yang berada di kesultanan Banten. Kedua putra Sultan tersebut, hanya dibawakan bekal oleh ibu mereka masing-masing sebagai kebutuhan mereka selama perjalanan menuju Kesultanan Banten.
Dalam perjalanan itu, sang kakak Minak Gejala Bidin yang sebelumnya pernah diberikan sebuah benda berupa cincin dari ayahnya Syarif Hidayatulloh yang dititipkan kepada istri pertamanya tertinggal di rumahnya di Keratuan Pugung. Lalu dia (Minak Gejala Bidin) meminta adiknya (Minak Gejala Ratu) untuk kembali lagi ke Keratuan Pugung untuk mengambilkan cincin yang tertinggal tersebut.
Saat itu juga, Minak Gejala Ratu menuruti perintah kakaknya untuk mengambil cincin tersebut. Sesampainya di Keratuan Pugung, Minak Gejala Ratu menanyakan kepada ibunya mengenai cincin milik kakaknya tersebut. Ternyata cicin itu sudah dibawa, tetapi Minak Gejala Bidin tidak mengetahui karna cincin itu ditaruh ibunya dalam bekal yang dibawanya.
Karena menunggu adiknya Minak Gejala Ratu yang mengambil cicin tidak kunjung datang, Minak Gejala Bidin akhirnya memutuskan melanjutkan perjalananannya untuk pergi lebih dulu menuju Kesultanan Banten menemui ayahnya.
Sesampainya di Kesultanan Banten, Minak Gejala Bidin tidak mengalami hambatan sama sekali dan diterima langsung oleh ayahnya, Syarif Hidayatulloh (Sunan Gunung Jati).
“Setelah bertemu ayahnya, Minak Gejala Bidin berpamitan pulang ke Keratuan Pugung . Ayahandanya Syarif Hidayatullah,memberikan harta warisan yang dimilikinya kepada Minak Gejala Bidin. Sultan pun berpesan, agar Minak Gejala Bidin selalu menyiarkan ajaran agama islam. Minak Gejala Bidin menyiarkan agama Islam dan mendirikan Keratuan Melinting di Labuhan Maringgai, Lampung Timur,”kata Budiman.
Berbeda halnya dengan Minak Gejala Ratu, lanjut Budiman, awalnya Minak Gejala Ratu tidak ingin melanjutkan perjalanannya mencari dan menemui ayahnya Syarif Hidayatullah yang berada di Kesultanan Banten. Karena melihat kakaknya, Minak Gejala Bidin sudah tidak ada di tempat menunggu saat dirinya diminta untuk mengambilkan cincin yang tertinggal.
Karena masih menyimpan hasrat yang kuat dan ingin sekali bertemu ayahnya, beberapa hari kemudian, Minak Gejala Ratu akhirnya memutuskan menyusul kakanya Minak Gejala Bidin dan sekaligus ingin menemui ayahnya Syarif Hidayatulloh di Kesultanan Banten tersebut.
Ketika sampai di Kesultanan Banten, Minak Gejala Ratu mengaku sebagai salah satu putra dari Sultan Syarif Hidayatullah (Sunan Gunung Jati). Kedatangan awalnya tidak diterima begitu saja oleh para pengawal Sultan dan juga Syarif Hidayatullah. Bahkan sang Sultan memerintahkan pengawalnya agar menutup semua pintu masuk yang ada di Kesultanan Banten.
Meski tidak diterima, Minak Gejala Ratu tidak putus asa dan terus berupaya untuk meyakini ayahnya Syarif Hidayatulloh bahwa dirinya juga adalah sebagai putranya dari Keratuan Pugung. Tapi sang Sultan masih belum percaya kalau Minak Gejala Ratu sebagai putranya, karena Sultan belum lama melepas kepulangan Minak Gejala Bidin yang juga sebagai putranya dari Keratuan Pugung.
Minak Gejala Ratu tetap berusaha untuk meyakinkan ayahnya, dan menceritakan kepada sang Sultan kalau dirinya dilahirkan dari rahim sorang ibu bernama Putri Sinar Alam. Dari situlah Sultan Syarif Hidayatulloh (Sunan Gunung Jati), berkata kepada Minak Gejala Ratu, “Kalau memang benar kamu juga adalah putraku, maka kamu mempuyai keturunan darah putih” .
Untuk membuktikan kepada ayahnya, Minak Gejala Ratu pun menggores wajahnya tepat diatas mata lurus dengan hidungnya menggunakan sebulir padi. Setelah digores, ternyata tetesan yang keluar dari goresan bulir padi tersebut mengalirlah darah putih. Tetesan darah putih yang mengalir di wajah Minak Gejala Ratu itu, laiknya seperti tetesan bening dari buah papaya yang belum masak (mentah).