BANDARLAMPUNG, Teraslampung.com –– Seorang pejabat di Pemkab Lampung Timur mengadu kepada Teraslampung.com, beberapa waktu lalu: “Apakah para wartawan itu diajari sopan-santun? Saya sudah bilang bahwa lembaga kami tidak punya anggaran untuk memberi tunjangan hari raya (THR) untuk para wartawan, tapi mereka ngotot tidak mau pergi sebelum dikasih uang.”
Pejabat itu menuturkan, cara para wartawan minta THR tidak seperti cara orang beradab.”Mereka sampai naik ke atas meja kantor. Menjelang Lebaran, kantor kami selalu penuh oleh para wartawan yang mau minta THR. Sebagian besar wajahnya tidak kami kenal karena tidak pernah meliput di kantor kami,” ujarnya.
Pejabat Lampung Timur itu mengaku, saking takutnya menghadapi wartawan menjelang Lebaran, bosnya sering sengaja tidak datang ke kantor. “Karena atasan saya tidak di kantor, sayalah yang menghadapi para ‘wartawan luar negeri’ itu,” katanya.
‘Wartawan luar negeri’ adalah istilah untuk wartawan abal-abal alias wartawan gadungan dari daerah lain atau seseorang yang nyaru sebagai wartawan hanya untuk mendapatkan uang dari para pejabat di luar daerah. Menjelang Lebaran, para ‘wartawan luar negeri’ bisa bergerak cepat lintas ‘negara’ (baca: daerah).
Fenomena wartawan berburu THR tidak hanya terjadi di Lampung Timur. Di semua daerah di Lampung hal itu juga terjadi. Bahkan, di lembaga militer seperti Korem dan Kodim atau lembaga kepolisian pun mereka berani beraksi. Alasan klasiknya, mereka mau bersilaturahmi. Tapi ujung-ujungnya mereka menyodorkan daftar nama wartawan yang perlu dikasih THR.
“Menjelang Lebaran, di Polda Lampung pun biasanya diserbu ‘wartawan luar negeri’. Kami sampai malu, sehingga sengaja tidak mau liputan di Polda menjelang Lebaran,” kata seorang wartawan yang biasa meliput di Polda Lampung.
Menurut wartawan tersebut, jumlah ‘wartawan luar negeri’ yang berburu THR menjelang Lebaran bisa mencapai ratusan orang. Mereka datang dari luar Bandarlampung secara berkelompok. “Ada yang memakai sepeda motor, tapi banyak juga yang datang dengan mobil,” katanya.
Kisah lain diceritakan Ibnu, bukan nama sebenarnya, seorang kepala Sekolah Dasar di Rajabasa, Bandarlampung.
Ibnu mengaku, menjelang Idul Fitri tahun lalu rumahnya didatangi dua orang wartawan. Awalnya dua wartawan itu bertanya soal dana bantuan operasional sekolah (BOS). Namun, sebelum mereka pamit pulang, dua wartawan tersebut minta THR.
“Karena kasihan, saya kasih mereka masing-masing Rp 50 ribu,” kata Ibnu.
Ibnu mengaku, tak berapa lama kemudian datang lagi enam tamu bermobil. Mereka juga mengaku sebagai wartawan. “Mereka memaksa kami memberi THR. Kalau tidak, mereka akan membeberkan penyimpangan dana BOS di sekolah kami. Padahal, kami sudah jelaskan bahwa pengelolaan dana BOS di sekolah kami sudah dipasang di papan informasi sekolah, Mereka bisa melihatnya di sekolah.” katanya.
“Karena takut mereka membuat keributan di rumah saya, akhirnya saya kasih Rp200 ribu untuk enam orang. Tapi, esok harinya datang lagi kelompok wartawan lain. Istri saya sampai stres,” katanya.
Dewi Ria Angela
Editor: Oyos Saroso HN