Johan Rosihan: Pemerintah harus Tegas soal Pemberantasan Ilegal Fishing

Anggota Komisi IV DPR RI dari Fraksi PKS, Johan Rosihan
Anggota Komisi IV DPR RI dari Fraksi PKS, Johan Rosihan
Bagikan/Suka/Tweet:

TERASLAMPUNG.COM — Anggota Komisi IV DPR RI dari Fraksi PKS Johan Rosihan menilai, penangkapan ikan secara ilegal, tidak dilaporkan, dan tidak diatur (IUU Fishing) semakin menarik perhatian masyarakat internasional.

“Negara-negara yang memiliki pantai di seluruh dunia untuk memperkuat upaya dalam penanganan aktifitas IUU fishing sebagai sebuah masalah prioritas karena dampaknya yang sangat buruk terhadap pangan, ekonomi, lingkungan, dan keamanan sosial,” katanya, dalam rilis yang dikirim ke Teraslampung.com, Minggu, 12 Januari 2020.

Menurut Johan, sebagai negara kepulauan terbesar di dunia kasus IUU fishing merupakan salah satu permasalahan utama bagi Indonesia dan menjadi perhatian serius Kementerian Kelautan dan Perikanan saat Susi Pudjiastuti menduduki jabatan mentri kelautan dan perikanan periode 2014 hingga 2019.

“Mnurut ASEAN news tahun 2017, perkiraan kerugian total tahunan Indonesia dari aktivitas IUU Fishing mencapai 20 miliar dolas AS. Kerugian tersebut termasuk risiko kerusakan permanen, pada ekosistem terumbu karang, yang kemungkinan mencapai 65% dari total luasan karang”, ungkap Johan.

Legislator asal NTB ini menambahkan bahwa pemberantasan IUU fishing juga harus dilihat dalam sebuah perspektif yang jauh lebih luas, bukan saja terkait dengan pelanggaran hak kedaulatan atau sekadar masalah manajemen perikanan.

“Kondisi ini sejalan dengan kejahatan perikanan bahkan masuk dalam kategori kejahatan trans-nasional terorganisasi (transnational organized crime), sehingga pemberantasannya juga harus dipandang dari berbagai macam perspektif”, papar Johan.

Pernyataan ini, kata Johan bukan tanpa alasan, jika melihat data yang dipublikasikan oleh satgas 115 kejahatan IUU fishing itu dapat dibarengi atau ditumpangi kejahatan lain seperti perdagangan narkoba, human trafficking, perdaganan senjata bahkan penyelundupan tumbuhan dan satwa liar.

“Pada 7 februari tahun 2018 pemerintah telah berhasil menggagalkan penyelundupan 1,37 Ton narkotika di perairan batam, riau yang menggunakan kapal perikanan Sunrise Glory berbendera Singapura, kemudian kejadian lain yakni terbongkarnya kasus perbudakan nelayan (Slavery) di kawasan benjina laut Aru dan Ambon pada tahun 2015, yang kian menguatkan kejahatan IUU Fishing tidak boleh lagi dianggap sebagai kejahatan perikanan biasa”, tegas Johan.

Oleh sebab itu Johan meminta pemerintah untuk tegas terhadap pemberantasan aktivitas IUU Fishing di seluruh wilayah Indonesia.

“Selain itu saya juga merinci lebih detil cara mengatasi masalah tersebut, yang tidak bisa sepenuhnya dilimpahkan kepada pemerintah atau instansi tertentu saja, namun merupakan tanggung jawab bersama seluruh elemen masyarakat. Oleh sebab itu saya menyarankan kepada pemerintah untuk membuat sebuah sistem perlindungan utamanya di wilayah terpencil, terluar dan terdepan di seluruh wilayah Indonesia dengan mengembangkan ekonomi didaerah tersebut,” tandas Johan.

Sebagi contoh di Natuna, menurut Johan, keberadaan Sentra Kelautan dan perikan terpadu (SKPT) di Selat Lampa harus terus dioptimalkan karena selama ini kapal-kapal nelayan penangkap ikan masih sedikit yang mendaratklan ikannya di SKPT tersebut padahal dari segi fasilitas SKPT natuna sudah sangat memadai.

“Selanjutnya pemerintah melalui KKP perlu memudahkan perizinan yang terkait dengan penangkapan ikan pada Zona Ekonomi Eksklusif Indonesia (ZEEI),” tuturnya.

Menurut Johan terdapat surat edaran dari dirjen No D1234/DJPT/PI470D4/31/12/2015 tentang Pembatasan Ukuran GT Kapal Perikanan pada Surat Izin Usaha Perikanan (SIUP)/SIPI/SIKPI yang dianggap telah membatasi aktivitas kapal nelayan tanah air.

“Akibatnya ribuan kapal nelayan dengan bobot diatas 150 GT, tidak boleh beroperasi dan pemerintah harus terus mengkampanyekan kepada dunia Internasional bahwa penindakan kapal ikan illegal di natuna baik itu penenggelaman atau tindakan lainnya merupakan upaya pemerintah dalam memberantas tindak pidana TOC (Transnational Organized Crime) bukan hanya terbatas peda pelanggaran hak kedaulatan semata”, ungkap Johan.

Terakhir Johan menegaskan, Pemerintah harus bergerak cepat memaksimalkan posisi BAKAMLA sesuai amanat UU 32 2014 tentang Kelautan, sebagai respon berakhirnya mandate satgas 155 yang selama ini melakukan pengawasan di wilayah laut Indonesia.