Jokowi dan Resoles

Bagikan/Suka/Tweet:

Sunardian Wirodono

sunardian2Barusan saya ditelpon Jokowi. Bagaimana reshuffle kali ini? Saya bilang saja jujur, jelek. Dari dulu, cuma masalah ekonomi. Melulu begitu. Mana soal SDM dan kebudayaan?

Seolah masalah itu tak penting. Memang sih, dasar pikiran seorang pengusaha cenderung ke soal infrastruktur. Padahal suprastruktur itu tak kalah penting. Bahkan dasar dari perubahan.

Sebuah upaya membutuhkan kualitas SDM, setidaknya kualitas berfikir, melihat masalah, memetakan, mengatasi. Pada sisi ini, saya justeru ingin menteri-menteri di bidang kesejahteraan sosial dan kebudayaan itu juga mesti dibenahi. Biar sesuai revolusi mental atau impian nawacita itu.

“Penyebar hoax bisa tertipu hoax itu kan menunjukkan kualitas SDM yang parah?” saya jengkel. Bagaimana mungkin pembangunan bisa berjalan dengan kualitas manusia yang rendah? Lihat saja, korupsi akan tetap tinggi, sementara hukuman bagi koruptor justeru akan tetap rendah. Memprihatinkan.

Mestinya sektor sumberdaya manusia itu juga penting digenjot. Bukan hanya untuk pelengkap penderita, hanya untuk menjaga keseimbangan dengan partai-partai politik. Sekarang, bagaimana Hilmar Farid mau bekerja dengan Mendiknas yang baru?

“Jadi, maksudmu gimana dong?” Jokowi tampak bengong.

“Puan tuh mestinya direshuffle, atau biar digantikan Anies Baswedan yang sekarang non-job. Kasihan yang sudah pada ngirim proposal ke Anies Baswedan lho!”

“Lha, terus Puan gimana?”

“Lha dia kan tetap anak Megawati,” saya sudah sebah sebenarnya. Kebelet ngising.

Jokowi, atau Joko Wiseso lengkapnya, seorang fesbuker yang handal. Apa saja dia komentari. Energinya luas biara, eh, luar biasa ding.

Saya sih, lebih menyukai resoless. Apalagi yang big-size. Isi wortel, kentang, beef, plus keju yang dijamin mantap banget.