Jokowi-Jusuf Kalla: Koalisi Mega-Surya-Imin?

Karikatur Jokowi/Solopos.com
Bagikan/Suka/Tweet:

Jakarta, Teraslampung,com–Nama JK disebut-sebut cocok jadi pendamping Jokowi. JK berbicara empat mata dengan Surya Paloh. Nasdem pastikan dukung Jokowi. Layak?

Begitu PDI Perjuangan meraih hasil tertinggi di Pileg berdasarkan hasil hitung cepat, posisi Jokowi pun kian menguat sebagai capres PDI Perjuangan. Yang menjadi pertanyaan:  siapa cawapres yang cocok untuk Capres Jokowi?

Dunia sosial media pun ramai membicarakan hal ini. Nama Jusuf Kalla yang acap disapa JK, melesat  di mata publik. Bahkan di Twitter muncul hashtag #DuetJokowiJK yang sempat menjadi trending topic world wide, pada Jumat (11/4/2014).

Sejumlah survei menyebut JK sebagai calon yang paling diminati publik sebagai pendamping Capres Jokowi.  Hasil survei  Pusat Data Bersatu (PDB) pada Maret 2014, menyebut tingkat elektabilitas duet Jokowi jika dipasangkan dengan JK mencapai 17,4 persen. Skor tertinggi di antara pasangan lain.

Lembaga survei Center for Strategic and International Studies (CSIS) pada Maret 2014, menemukan 16,3 persen dari 1.200 responden memilih JK sebagai pasangan terbaik Capres Jokowi. Dan skor JK ini tertinggi di antara nama tokoh lain yang digadang-gadang sebagai calon pendamping Capres Jokowi.

Lantas benarkah bahwa JK pun ingin mendampingi Capres Jokowi? JK mengaku siap menjadi cawapres dari Capres Jokowi. “Saya tidak pernah menolak. Kalau untuk bangsa, kita harus siap. Itu kan untuk berbuat yang terbaik dengan bangsa ini,” kata JK, pada Senin (10/3/2014).

JK sempat diusung menjadi capres Partai Kebangkitan Bangsa (PKB). Sehingga JK menjadi kandidat capres terakhir yang dideklarasikan PKB, setelah Rhoma Irama dan Mahfud MD.

Bahkan posisi JK sebagai kandidat capres PKB ternyata juga bisa menjadi pembuka jalan untuk memperlancar JK menjadi cawapres bagi Capres Jokowi. Mengapa? Karena PKB ternyata juga disebut-sebut akan berkoalisi dengan PDI Perjuangan.

“Melalui second line pengurus partai, kami mulai intensif melakukan komunikasi ke PDI Perjuangan dan Gerindra. Sekarang fokusnya dua partai itu dulu,” ujar Marwan Ja’far, Ketua Dewan Pimpinan Pusat PKB, seperti dikutip tribunnews.com.

Jika PKB peraih 9,17 persen suara pileg versi hitung cepat Kompas, resmi berkoalisi dengan PDI Perjuangan peraih 19,17 persen, bisa jadi JK yang akan terpilih sebagai cawapres bagi Capres Jokowi. Tapi belum tentu PKB akan mengajukan JK sebagai cawapres. Karena semua ini tentu tergantung pada kesepakatan PKB dengan PDI Perjuangan. Apalagi nama Muhaimin Iskandar, Ketua Umum PKB yang akrab disapa Cak Imin, kini mulai didorong sebagai cawapres alternatif dari partai berbasis Nahdlatul Ulama (NU) ini.

Sebelumnya, JK telah menyambangi Surya Paloh di kantor DPP Nasdem. Kepada pers, JK mengaku pertemuan dengan Surya Paloh itu hanya silaturahmi. “Berbicara sebagai kawan, sahabat sebagai sesama pimpinan (Golkar) zaman dulu, kita bicara, bagaimana pengalaman-pengalaman itu,” ujar JK.

Partai Nasdem yang meraih 6,70 persen suara versi hitung cepat Kompas itu, sebagai partai pendatang baru bertindak sigap. Tanpa menunggu hasil final rekapitulasi suara pileg dari Komisi Pemilihan Umum (KPU), Surya Paloh, Ketua Umum Nasdem, menyatakan resmi telah berkoalisi dengan PDI Perjuangan.

Sikap Partai Nasdem ini dapat dilihat publik terkait dengan pertemuan empat mata Surya dan JK.

Lalu, JK juga dikabarkan melakukan sinyal-sinyal pendekatan dengan Megawati Soekarno, Ketua Umum PDI Perjuangan. Bahkan, JK terlihat acap menghadiri acara-acara yang digelar PDI Perjuangan. Di antaranya, JK menghadiri acara peringatan Hari Lahirnya Pancasila 1 Juni 2013, di Tugu Proklamasi, Menteng, Jakarta.

Mantan wakil presiden ini kerap pula memuji Capres Jokowi. “Kenapa Jokowi diidolakan rakyat? Karena mereka dekat dengan rakyat. Rakyat butuh yang nyata, bukan bayang-bayang saja. Jokowi mampu turun langsung menyapa rakyat, memberikan sesuatu yang nyata,” demikian salah satu pujian JK terhadap Capres Jokowi.

Benar atau tidak JK melakukan langkah politik ingin menjadi pendamping Capres Jokowi, tidak penting. Bagaimana pun yang terpenting, justru kecocokan seorang cawapres dalam penilaian Jokowi, selaku capres yang akan didampingi.

Wajar, jika Capres Jokowi memiliki kriteria sendiri. Seperti, ingin pendamping yang memiliki karakter berbeda, sehingga mampu menutupi kekurangannya. “Pokoknya yang harus bisa saling mengisi. Ada chemistry-nya. Yang kedua, tentu saja ingin yang berbeda. Ada karakter kesenangan yang berbeda,” jelas Capres Jokowi, pada Jumat (11/4/2014).

“Misalnya yang satu di dalam, yang satu lagi di luar. Jangan di dalam semuanya, atau di luar semuanya. Misalnya yang satu senang administratif, yang satu senang lapangan. Seperti itu, itu yang akan bagus. Jangan cuma di dalam kantor saja,” imbuh Capres Jokowi.

Pencarian calon pendamping oleh Jokowi dan langkah politik JK, terkesan bagai gayung bersambut kata berjawab. Namun adakah keduanya akan resmi mengikat diri sebagai duet capres-cawapres dalam Pilpres 2014, mau tidak mau keduanya harus menahan diri dahulu.

Mengapa? Karena, partai-partai yang akan mengusung duet mereka, kecuali Nasdem, bersikap menahan diri menunggu hasil rekapitulasi final perolehan suara masing-masing pada Pileg 9 April. Padahal koalisi PDI Perjuangan bersama Nasdem yang berarti berbekal 25,87 persen suara, itu saja telah memenuhi syarat mengusung duet capres-cawapres, Jokowi-JK.  Apalagi jika PKB bergabung, berarti bekal suara mereka bertiga adalah 35,04 persen, sehingga peluang duet Jokowi-JK menang juga terbuka lebar.

Terkait berpasangan dengan JK, Capres Jokowi pernah bergurau, “Bukan masalah mau atau nggak mau, ya harus sama JK. Soalnya kalau nggak sama JK, jadinya Oowi dong,” kata Jokowi sambil tertawa, pada Kamis (27/3/2014).

Jadi, Oowi atau Jokowi?

Sumber: nefosnews.com