Kapan Disebut Hipertensi?

Bagikan/Suka/Tweet:

Oleh dr. Handrawan Nadesul

Satu dari lima orang di dunia berisiko hipertensi. Lebih dari sekadar gejala, hipertensi memikul komplikasi ke mana-mana organ tubuh. Bukan hipertensinya benar yang kita takuti, terlebih karena otak, jantung, ginjal, dan semua organ tubuh memikul komplikasi bila hipertensi tidak dijinakkan. Maka perlu dikenali gejala, tanda, dan keluhan mula timbulnya, atau kekambuhannya. Seperti apakah, kita bicarakan di bawah ini.

Rasa tak enak di kuduk bukan gejala khas hipertensi. Bukan juga cepat marah, atau hanya nyeri kepala. Kita pahami, hipertensi tidak punya gejala spesifik. Kewaspadaan akan kemungkinan mengidap darah tinggi perlu diberikan lebih bila punya risiko hipertensi.

Dua Jenis Hipertensi

Kita tahu hipertensi ada dua jenis. Yang turunan, asalkan badan tidak dibiarkan gemuk, rutin bergerak badan, dan makan tidak kelewat asin, mestinya hipertensi tidak perlu ada. Kalaupun hipertensi turunan muncul juga, bukan yang tergolong berat. Selebihnya hipertensi bisa dikendalikan dengan obat, selain gaya hidup yang sudah disebut tadi.

Seseorang dikategorikan hipertensi bila tensi darahnya 140/90mmHg, atau lebih (Lihat Tabel di samping). Di kisaran 120-140 tekanan atas sistolik, dan kisaran 80-90mmHg tekanan bawah diastolik, dikategorikan sebagai tensi batas atas (high normal). Barang tentu kendati belum dikategorikan hipertensi, seberapa bisa dikendalikan agar tetap di kisaran 120/80mmHg.

Tensi di antara 120-140/80-90mmHg besar kemungkinan masih bisa diatasi tanpa obat (non pharmaca). Caranya berat badan dibuat ideal, rutin bergerak badan, batasi asupan garam dapur. Setelah beberapa lama tensi tidak juga normal, obat paling ringan diberikan. Jadi tidak serta-merta orang dengan tensi di atas 120/80 langsung perlu minum obat.

Hypotension Stroke

Kelewat cepat memberi obat pada kasus hipertensi, yang sebetulnya belum tentu memerlukan intervensi obat bisa berisiko menjadikan tensi anjlok. Yang sama bisa terjadi pada pengidap hipertensi lama. Bahwa dosis obat belum tentu harus tetap rutin sama pada keadaan yang berbeda. Itu pentingnya mengukur sendiri berapa tensi harian saat bangun tidur pagi. Mengapa pagi hari, karena itulah saat tensi paling murni.

Bila pada hari tensi ternyata normal saja, pada ketika itu obat tidak diperlukan. Mengonsumsi obat saat tensi normal berisiko bikin tensi anjlok. Tensi berfluktuasi dari jam ke jamdalam sehari. Perlu diingat, bahwa tensi yang kelewat rendah, terlebih pada mereka yang tensinya biasa tinggi, membahayakan otaknya. Asupan darah ke otak menurundan tidak bisa ditoleransi oleh mekanisme barorecptor di pembuluh darah leher carotid, bisa berisiko terjadinya stroke akibat tensi kelewat rendah (hypotension stroke). Tergolong dark number kasus yang mengaku rutin tertib minum obat hipertensi tapi kenapa terserang stroke juga, tidak tercatat kalau itu kemungkinan sebagai kasus stroke akibat tensi anjlok.

Orang dengan risiko hipertensi, yakni ada turunan dari ayah atau ibu, atau dari kakek dan nenek, yang sering dan terus menerus suka mengeluhkan nyeri kepala, pusing, atau nyeri kuduk, perlu rutin mengukur tensi darahnya. Sebaiknya diukur pagi hari sebelum beraktivitas.

Berbeda dengan hipertensi turunan, hipertensi sekunder atau didapat (acquire) biasanya bentuk komplikasi dari penyakit atau gangguan ginjal, kelenjar gondok, kelenjar anak ginjal suprarenalis. Begitu sumber penyebab organnya disembuhkan, hipertensinya sembuh sendiri.

Jadi, mereka yang punya masalah dengan ginjal, gondok, dan kelenjar anak-ginjalnya perlu mewaspadai hipertensi yang diakibatkan gangguan organnya itu. Bukan hipertensinya benar yang harus diatasi, terlebih meniadakan penyebab organ yang terganggu itulah yang harus diobati.

Tak tahu kalau Hipertensi

Karena kasus hipertensi kebanyakan tak ada keluhan dan gejala spesifik, banyak yang tidak tahu kalau sudah mengidapnya. Paling sering terjadi seperti itu karena tidak pernah diperiksa. Baru tahu hipertensi kalau sedang berobat ke dokter untuk penyakit lain.

Sering-sering secara kebetulan saja kedapatan hipertensi, dan celakanya sering hipertensinya sudah berlangsung lama tanpa mendapat terkendalikan oleh obat. Hipertensi yang sudah lama sudah merusak ginjal, jantung, dan otak, selain bolamata. Maka perlu sejak kecil mula mengetahui tensi darah dan terekam dalam rekam medis pribadi. Terlebih yang berisiko karena punya turunan, sekurang-kurangnya sebulan sekali perlu dicek, apakah tensi ada kecenderungan meninggi.

Hidup Sehat dengan Hipertensi

Pada mereka yang tensinya tergolong normal atas, dimulai tanpa obat (non pharmaca) dulu. Lakukan gaya hidup sehat, yakni rutin bergerak badan aerobic, berat badan dibuat ideal (berat badan dalam Kg dibagi pangkat dua tinggi badan dalam meter, indeks-nya tidak lebih dari 25); asupan garam dapur kurang dari 7 Gram/hari (tidak asin). Atau pilih garam low sodium.

Bila tanpa obat tensi darah danberpola hidup sehat, tensi tetap di atas normal, baru minum obat antihipertensi. Pilih jenis yang paling enteng, yakni golongan penuras kencing (diuretic) hidrochlorothiazide (tablet HCT). Kalau dengan HCT masih belum juga bisa normal, obat perlu dikombinasi dengan antihipertensi golongan ACE-inhibitor dimulai dengan dosis serendah mungkin yang memberikan efek sebesar mungkin.

Orang dengan hipertensi bisa sama sehatnya dengan orang normal, kalau tensi darahnya terus terkendali. Ada beberapa golongan obat antihipertens. Tidak semua golongan obat antihipertensi sama, tiap kasus membutuhkan pilihan obat antihipertensinya sendiri. Dokter yang memilihkannya. Dosis terendah yang memberikan efek tertinggi, itulah takaran paling bijak untuk seseorang (tailor dosage). Kalau cukup dengan setengah, kenapa harus satu.

Oleh karena tensi darah berfluktuasi dari waktu ke waktu, bijaknya, dosis obat hendaknya tidak harus selalu tetap sama, melainkan disesuaikan dengan seberapa tinggi tensi darahnya pada suatu waktu.Kita tidak punya dokter keluarga sep[erti di negara maju, maka pihak [asien sendiri yang berupaya. Dosis diturunkan bila tensi tidak setinggi biasa, dan dinaikkan pada hari tensi lebih tinggi dari biasa.

Demi kepentingan pasien, mereka sendiri yang hendaknya ikut membantu dokter mengatur dosis obat antihipertensinya dari waktu ke waktu, karena dari hari ke hari tensi darah bisa saja berfluktuasi naik-turun. Maka selalu perlu punya alat ukur tensi sendiri, dan tensi darah diukur setiap bangun tidur pagi. Dengan begitu pengidap hipertensi bisa sama sehatnya dengan yang tidak mengidapnya.***