Feaby/Teraslampung.com
Kwitansi dan obat yang dibeli oleh pasien BPJS di RSUD Ryacudu Kotabumi |
KOTABUMI–Kepala Unit Manajemen Pelayanan Primer Badan Pelayanan Jaminan Sosial (BPJS) Lampung Utara (Lampura), Tri Harti Nova menegaskan pembelian obat oleh Nevvi, pasien peserta BPJS di Rumah Sakit Umum Daerah Ryacudu, Kotabumi tak dapat dibenarkan.
“Kalau tidak ada kenaikan kelas atau sudah sesuai prosedur maka mestinya tidak ada tambahan biaya lain bagi peserta BPJS (termasuk pembelian obat),” tandas dia, melalui telepon, Kamis (11/6).
Ia menyatakan, apabila pihak RSUDR terbukti menyarankan pasien untuk membeli obat maka pihaknya akan berusaha meminta pertanggungjawaban pihak RS agar dapat mengembalikan seluruh biaya penebusan obat yang telah dikeluarkan pasien. Langkah tegas ini bertujuan agar para peserta BPJS tak lagi mengeluarkan biaya saat berobat lantaran telah ditanggung seluruhnya oleh BPJS melalui program Jaminan Kesehatan Nasional (JKN).
”Apabila ada seperti itu, silhkan laporkan ke kami atau ke BPJS center yang ada RS. Tujuannya, supaya jangan sampai ada lagi uang yang keluar dari pasien peserta BPJS,” tegasnya.
Sementara mengenai klaim oknum perawat yang menyatakan obat yang disarankannya kepada pasien untuk menebusnya di Apotek RSUDR, Tri Harti dengan tegas menyatakan bahwa obat yang telah disediakan oleh BPJS tak kalah kualitasnya dengan obat di luar daftar obat BPJS. “Daftar obay BPJS itu yang menetapkan para ahli, jadi tentunya kualitasnya cukup baik,” sergah dia.
Sementara, menurut mantan Kepala BPJS Lampura, Arhan dengan lantang mengatakan apa yang dilakukan oknum perawat RSUDR tersebut salah besar. Karena hal itu tidak boleh dilakukan kepada pasien peserta BPJS. “Enggak boleh. Salah itu,” tegasnya.
Sebelumnya, Kampanye dan sosiasliasi gencar Program Jaminan Kesehatan Nasional (JKN) yang diselenggarakan Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) ternyata tidak sesuai kenyataan. Dalam sosialisasi selalu disebutkan bahwa peserta BPJS akan ditanggung biaya pengobatannya. Faktanya, di Lampung Utara program BPJS ternyata tidak gratis. Peserta BPJS masih harus mengeluarkan dana ketika akan menebus obat.
Yang dialami Nevvi, salah seorang pasien peserta BPJS di RSUD Ryacudu, misalnya. Ia masih harus menebus obat sebesar Rp.900 ribu untuk lima kali penebusan obat di apotek Rumah Sakit Umum Daerah Ryacudu (RSUDR) Kotabumi. Penebusan obat ini disarankan oleh oknum perawat RSUDR Kotabumi. Oknum perawat nampaknya sengaja memanfaatkan kondisi psikologis pasien dan keluarga yang khawatir dengan kondisinya pasca persalinan pasien melalui operasi caesar.
Samsuri, suaminya Nevvi menceritakan bahwa isterinya tercinta masuk ke RSUDR Kotabumi untuk menjalani proses persalinan pada Jum’at (5/9) sekitar pukul 10:00 WIB. Saat itu, isterinya terpaksa menjalani operasi caesar dalam persalinannya.
Usai operasi, oknum Perawat RSUDR memberikan resep obat untuk ditebus obat di Apotek RSUDR kepada Ibu mertuannya. Oknum perawat itu mengklaim obat yang disarannkannya tersebut merupakan obat yang paling bagus.
Menurut Samsuri, lantaran tak mempunyai pilihan lain selain menebus obat yang disarankan Perawat itu, ia terpaksa menebus obat dengan nama Goforan Cefotaxime tersebut. “Mertua saya disuruh tebus obat sebesar Rp.180 ribu di Apotek RSUDR oleh perawat. Katanya obat itu paling bagus,” kata dia.