Feaby|Teraslampung.com
Kotabumi–Kisruh uang proyek pembangunan tahap I dan II di Lampung Utara berpotensi dibawa ke ranah hukum. Hal itu terjadi jika Pemkab masih belum mampu mencairkan uang tersebut hingga akhir Oktober 2017.
Peluang kasus tersebut dibawa ke ranah hukum tersebut telah tertuang dalam kesepakatan bersama yang dibuat Pemkab dengan para kontraktor yang telah habis kesabarannya menuntut hak mereka, di Aula Kantor Badan Pengelolaan Keuangan dan Aset (BPKA) Lampung Utara, Selasa (19/9/2017).
Laju pertemuan antara Pemkab dan para kontraktor yang dimediasi oleh Staf Ahli Bupati, Azwar Yazid ini tetap berlangsung dalam tensi tinggi. Para kontraktor tetap kekeh menuntut Pemkab membuatkan kesepakatan tertulis di atas materai Rp6.000 sebagai jaminan kapan hak mereka akan diterima.
“Tolong dihapus kalimat tentang ketersediaan anggaran karena itu sama saja membohongi kami,” terang Edi Ebdizar, perwakilan kontraktor yang menolak salah satu butir kesepakatan.
Menurut Edi, dengan adanya kalimat itu maka para kontraktor sama sekali tak mempunyai kekuatan apapun untuk mendesak pemerintah jika hingga akhir Oktober masih belum mencairkan hak mereka. Pemkab juga harus bersedia diseret ke ranah hukum bilamana tak mampu memenuhi permintaan mereka hingga akhir bulan depan.
“Harus ada kesepakatan tertulis yang menyatakan bahwa persoalan ini dapat dibawa ke ranah hukum jika Pemkab tak mampu memenuhi kewajibannya hingga akhir Oktober,” tegasnya.
Di tempat sama, Syamsul Erfan Zen meminta menjalankan semua butir kesepakatan yang telah disepakati itu. Sebab, menurutnya, kesepakatan ini merupakan kesepakatan bersama yang dibuat oleh Pemkab dengan para kontraktor.
“Kawan – kawan ini hanya menuntut hak mereka. Jadi, hendaknya Pemkab mematuhi semua isi kesepakatan yang ada,” jelas dia.
Di sisi lain, Kepala BPKA, Budi Utomo menjelaskan bahwa pihaknya akan mencairkan uang yang menjadi tuntutan para kontraktor secara bertahap pada awal bulan Oktober. Pada bulan tersebut diperkirakan sejumlah aliran dana telah masuk ke kas daerah.
“Secara bertahap akan segera dicairkan pada bulan Oktober saat transfer dana dari Pemerintah Provinsi Lampung sudah masuk,” katanya.
Menyikapi keluhan para kontraktor yang menolak menerima uang proyek tahap dua/PHO yang hanya dibayar sebesar 35 persen dan bukannya 60 persen, Budi menuturkan, teknis pembagian seperti itu bukanlah wewenangnya melainkan wewenang Dinas Pekerjaan Umum dan Penataan Ruang.
”Uang yang ada hanya Rp6 Miliar dan kami berkoordinasi dengan Dinas PUPR untuk menata uang tersebut,” kelit Budi.
Sementara Kepala Dinas PUPR, Syahbudin mengatakan bahwa pencairan uang PHO yang hanya sebesar 30 persen terpaksa dilakukan karena keterbatasan anggaran. Uang yang tersedia hanya Rp6 Miliar, sedangkan banyak kontraktor yang mendesak hak mereka segera dicairkan.
“Memang anggarannya enggak ada maka keluarlah angka 35 persen untuk pencairan PHO. Duit yang ada cuma Rp6 Miliar, otomatis yang dapat dicairkan cuma sedikit,” dalihnya.
Adapun butir – butir kesepakatan yang telah disepakati itu, yakni :
1. Bahwa akan dilakukan pembayaran terhadap pengajuan uang muka dan PHO terhadap pekerjaan proyek pembangunan di Dinas PUPR sesuai dengan kemajuan fisik pekerjaan.
2. Apabila terjadi ketidakkonsistenan dalam kesepakatan ini maka pihak jasa konstruksi akan mengundang Kepala BPKA dan Kepala Dinas PUPR PUPR memberikan penjelasan.
3. Bahwa pencairan akan mulai dilakukan pada awal bulan Oktober 2017.
Apabila pada bulan Oktober 2017 tidak mulai dibayarkan maka pihak jasa konstruksi akan menempuh jalur hukum.