Kasus Korupsi BOK Lampung Utara: Dicopot sebagai Kadis Kesehatan, MM Juga Terancam Dipecat sebagai ASN

Kepala Dinas Kesehatan Lampung Utara, Maya Metissa saat digelandang menuju rutan Kotabumi.
Kepala Dinas Kesehatan Lampung Utara, Maya Metissa saat digelandang menuju rutan Kotabumi.
Bagikan/Suka/Tweet:

‎Feaby Handana | Teraslampung.com

Kotabumi–Sudah jatuh, tertimpa tangga. Inilah yang dialami oleh Maya Metissa (MM), mantan Kepala Dinas Kesehatan Lampung Utara yang tersangkut perkara dugaan korupsi Bantuan Operasional Kesehatan tahun 2017-2018.

Maya yang kini berstatus terdakwa terancam akan dipecat dari statusnya sebagai Aparatur Sipil Negara jika terbukti bersalah. Bahkan, saat ini Maya telah diberhentikan sementara status ASN-nya dan telah dicopot dar jabatannya.

“Beliau‎ sudah diberhentikan sementara dari statusnya sebagai ASN sejak 27 Agustus lalu,”‎ jelas Kepala Badan Kepegawaian dan Pengembangan Sumber Daya Manusia, Abdurahman, Kamis (8/10/2020).

Lantaran telah diberhentikan sementa‎ra dari status ASN-nya, jabatan Kepala Dinas Kesehatan yang selama ini diemban oleh Maya juga secara otomatis dicopot. Maya akan diberhentikan secara tetap saat ada keputusan dari pihak pengadilan terkait kasus tersebut.

“Masih nunggu keputusan pengadilan,” kata dia.

‎Sebelumnya, ‎seperti yang dikutip dari salah satu media massa lokal Lampung Utara, kasus dugaan korupsi BOK tahun anggaran 2017-2018 yang menjerat Maya Metissa semakin berkembang. Maya yang didakwa melakukan pemotongan sebesar 10 persen dari besaran dana BOK dimaksud ternyata tidak sendiri. Hal itu disampaikan oleh kuasa hukum Maya Metissa, Joni Anwar kepada wartawan, Senin (5/10/2020)

Menurut Joni, kliennya mengakui adanya pemotongan dana BOK sebesar 10 persen. Namun dari jumlah pemotongan tersebut, dirinya hanya mendapat bagian sebanyak 4 persen, sedangkan 4 persen lainnya mengalir pada YA. Lalu sisanya sebanyak 2 persen lagi, mengalir pada DP.

“Total potonganan dana BOK sebesar 10 persen tersebut sebanyak Rp2,1 miliar. Dari jumlah itu menurut klien kami, beliau hanya mendapat bagian 4 persen. Kemudian 4 persen untuk YA dan sisanya 2 persen untuk DP. Saya meminta ada azas keadilan terhadap klien saya juga ditegakkan. Mereka yang diduga menerima pemotongan itu harus juga mempertanggungjawabkan perbuatannya,” terang Joni.

Menurut Joni, perbuatan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) selalu dilakukan secara bersama-sama bukan individual. “Intinya ini dugaan tipikor pemotongan anggaran BOK 2017 dan 2018. Yang perlu kita cermati tipikor tidak mungkin hanya dilakukan hanya satu orang, pasti akan dilakukan secara berjamaah. Sementara ini yang baru menjadi terdakwa adalah Kadisnya saja,” ucapnya.

Joni Anwar juga menegaskan bahwa pernyataan Novrida Nunyai di PN Tipikor Tanjungkarang beberapa waktu lalu, yang mengakatakan bahwa pemotongan aliran dana BOK di Dinkes Lampura sebesar 10% tersebut sepenuhnya mengalir kepada Maya Metissa itu tidak benar adanya.

“Kita lihat saja nanti, fakta di persidanganya,” ujarnya .

Lalu berdasarkan fakta persidangan, saksi Novrida Nunyai membenarkan barang bukti berupa catatan potongan dana BOK termasuk yang disimpan di dalam komputer telah dia hapus dan dibakar.

“Berdasarkan keterangan saksi Novrida Nunyai di persidangan, saksi mengakui bahwa, barang bukti berupa catatan dia musnahkan dengan cara dibakar di kantor Dinkes Lampura, sementara yang tersimpan didalam komputer (Excel) juga telah dihapusnya. Ini perlu diungkapkan sehingga menjadi terang benderang,” kata Joni Anwar.

Namun Joni tidak merinci siapa YA dan apa jabatannya serta keterkaitan atau perannya dalam kasus tersebut. Begitupun dengan DP. Namun dari berbagai informasi valid yang diperoleh, hanya ada satu nama YA di jajaran Pemkab Lampura. Yakni yang kini menjabat sebagai Sekretaris Badan Pengelola Keuangan dan Aset (BPKA) Lampura. Ketika kasus tersebut terjadi, YA menjabat sebagai Kabid Perbendaharaan BKPA. Sedangkan DP merupakan Ketua Tim Sekretariat BOK Dinkes Lampura tahun 2017-2018.‎