Zainal Asikin|Teraslampung.com
BANDARLAMPUNG–Terdakwa kasus mutilasi terhadap anggota DPRD Bandarlampung, Brigpol Medi Andika, memberikan penjelasan adanya keterlibatan istri Pansor, Umi Kulsum, dalam kasus pembunuhan disertai mutilasi tersebut. Penjelasan tersebut, disampaikan Medi saat membacakan duplik di sidang lanjutan di Pengadilan Negeri Kelas IA Tanjungkarang, Rabu (12/4/2017).
Dalam penjelasannnya, Medi mengatakan peristiwa pembunuhan dan mutilasi Pansor berawal ketika istri Pansor, Umi Kulsum, beberapa kali menanyakan bagaimana cara memberikan pelajaran ke pacarnya Pansor, Yulinar Saring.
Menurut Medi, hal itu karena Umi merasa kesal kepada Pansor lantaran sudah sering dan banyak memberikan uang dan lainnya kepada Yulinar.
Medi mengaku, saat itu ia tidal menanggapinya karena tidak mau mencampuri urusan keluarga Pansor dan Umi. Namun permintaan bagaimana memberikan pelajaran kepada Pansor, selalu diulangi oleh Umi setiap kali bertemu dengan Medi.
Sebelum satu bulan Pansor dinyatakan hilang, Medi bertemu dengan Umi di rumah tokonya (ruko). Saat itu, kata Medi, Umi mengatakan merasa malu dengan kelauan suaminya karena sering menghamburkan uang untuk pacarnya Yulinar. Selain itu, kelakukan Pansor sudah banyak diketahui dengan warga kampung.
Menurut Medi, di tempat itulah Umi meminta Medi untuk mencarikan orang yang dapat memberikan “pelajaran” kepada Pansor dan pacarnya. Hal itu dilakukan,agar keduanya tidak berhubungan lagi dan Pansor kembali lagi kepada keluarga.
Medi mengaku, setelah itu dirinya menghubungi temannya bernama Anton yang dikenalnya sekitar setahun lalu saat di Jakarta.
Di persiangan Medi tidak mengungkapkan dengan rinci siapa Anton dan identitas lengkap Anton.
Kemudian, Medi meminta kepada Anton untuk memberikan pelajaran kepada Pansor dan Yulinar. Setelah itu, Medi menghubungi Umi untuk menindaklanjuti pembicaraannya dengan Anton.
Medi mengaku Umi memberikan uang sebesar Rp 10 juta serta foto Pansor dan Yulinar kepada Medi. Satu minggu emudian, Anton menghubungi Medi menanyakan uang untuk menjalankan aksinya. Lalu Medi memberikan alamat rumahnya kepada Anton, dan Anton datang bersama satu orang lainnya di rumahnya.
“Saat itu, saya berikan uang sebesar Rp 7,5 juta ke Anton beserta foto dan alamat Pansor dan Yulinar. Anton bilang, mau mempelajari dulu situasi sekitar di rumah Pansor dan Yulinar,”ujar Medi.
Pada tanggal 14 April 2016, kata Medi, ia menghubungi Anton untuk memberitahu saat pelaksanaan aksi. Umi memerintahkan supaya melabrak Pansor dan Yulinar, pada 15 April 2016 karena pada hari itu Pansor akan pergi jalan-jalan bersama Yulinar. Ternyata, Pansor bertemu dengan Yulinar di BRI hanya sebentar.
Menurutnya, saat itu Pansor memberikan uang ke Yulinar, Medi meminta Anton tetap pada rencana walau tidak ada Yulinar bersama Pansor. Sekitar pukul 13.30 WIB, Medi menghubungi Pansor dan meminta untuk bertemu di Jalan Pangeran Emir M Noer tepatnya di depan Cosmo.
Saat pertemuan tersebut, sambung Medi, dirinya sempat masuk ke dalam mobil Innova Pansor dan mengobrol sebentar. Kemudian ia pergi bersama Pansor, menjemput teman wanitanya di tempat indekos.
“Saat di tempat kos tersebut, Anton datang dan langsung masuk ke dalam mobil Pansor. Setelah itu, saya tidak tahu apa yang sebenarnya terjadi,”ungkap Medi.
Selanjutnya sekitar pukul 15.00 WIB, Medi mencoba menghubungi ponselnya Anton, tapi tidak diangkat-angkat. Sekita dua jam kemudian, Anton menghungi Medi dan mengatakan, terjadi kecelakaan dan Anton akan datang menemui Medi di rumahnya selepas Maghrib. Saat itu Anton datang ke rumahnya, dengan membawa mobil Innova milik Pansor.
“Saat di rumah saya Anton bilang kalau Pansor melawan, maka dilumpuhkan dengan senjata api dan mayatnya ada di kardus. Anton menaruh mayat Pansor, di belakang mobil. Mendengar dan mengetahui hal itu, saya merasa kaget dan panik,”jelasnya.
Kemudian Anton meminta uang kepada Medi, untuk melarikan diri dan Medi memberikan uang kepada Anton sebesar Rp 2,5 juta. Uang tersebut, merupakan sisa dari pemberian Umi Kulsum yang diberikan kepada Medi. Saat itu juga, Medi menghubungi Tarmidi dan mengajaknya untuk membuang mayat Pansor ke Martapura, OKU Timur, Sumatera Selatan.
Pada keesokan harinya, istri Pansor, Umi Kulsum menghubungi Medi dan menanyakan rencana memberikan pelajaran ke Pansor. Lalu Medi memberitahukan ke Umi bahwa Pansor melawan sehingga terjadi kecelakaan (tewas).
“Saya minta maaf ke Umi dan mengatur rencana bagaimana caranya agar Umi tidak ikut terbawa-bawa dan Umi saat itu ketakutan. Umi bilang takut dibuang oleh keluarganya Pansor, karena ada adiknya Pansor yang jadi Bupati. Umi juga diusir dari rumah Pansor,”terangnya.
Beberapa hari kemudian, kata Medi, Anton kembali menghubungi Medi meminta uang sebesar Rp 50 juta untuk melarikan diri. Anton berjanji, jika tertangkap polisi tidak akan menyeret namanya. Medi bersama Tarmidi, bertemu Anton di Merak, Banten dan Medi menyerahkan mobil Pansor kepada Anton. Akhirnya, Medi menjual mobil Innova milik Pansor.
“Setelah empat hari, saya menyuruh Anton untuk membawa mobil itu ke Ruslin, anggota Kostrad. Mobil itu dijual seharga Rp 45 juta. Uangnya dibawa Anton,”pungkasnya.
Sidang kasus mutilasi anggota DPRD Bandarlampung M Pansor tersebut di Pengadilan Negeri Tanjungkarang dijaga ketat aparat kepolisian. Setiap pengunjung yang akan masuk ke ruang sidang diperiksa petugas dengan menggunakan alat pendeteksi logam (metal detector).