Feaby/Teraslampung.com
Kotabumi–Terdakwa kasus dugaan kasus pemerasaan, Herman Kodri (35) menuding perkara yang menimpanya terkesan dipaksakan dan syarat rekayasa. Sebab, kasus yang sedang dalam proses persidangan ini tak sesuai dengan laporan awal si pelapor, Maron Lubis.
Pernyataan warga Kali Cinta, Kotabumi Lampung Utara (Lampura) ini diungkapkan dalam sidang di Pengadilan Negeri (PN) Kotabumi, Kamis (2/7) sekitar pukul 13:30 WIB.
Menurutnya, kasus dugaan pemerasan ini mengisyaratkan ada ‘skenario’ dari sejumlah pihak yang tak menginginkan dirinya segera menghirup udara bebas pada bulan Agustus mendatang karena kasus kepemilikan senjata api (Senpi). Atas kasus Senpi itu, Herman divonis 10 bulan penjara.
“Dakwaan Jaksa Penuntut Umum (JPU) dalam persidangan, saya terlibat kasus pemerasan. Sementara laporan korban kan penganiayaan dan bukan pemerasan,” tegas dia, Kamis (2/7).
Anehnya lagi, kata Herman, selama proses penyidikan kasus penganiayaan yang dilaporkan ke Polres Lampura itu berlangsung, dirinya sama sekali tak pernah diambil keterangan atau membuat Berita Acara Pemeriksaan (BAP). Menurutnya, tanda tangan dirinya yang ada dalam BAP penyidik kepolisian itu semuanya palsu termasuk tanda tangan saksi pelapor (Amron Lubis) dan saksi lainnya.
“Yang jelas saya sama sekali enggak pernah melakukan apa yang dituduhkan kepada saya. Dan saya juga enggak pernah diperiksa terkait kasus ini,” tandasnya.
Herman berharap dalam perkara ini majelis hakim yang diketuai oleh Santosa dan Indra Lesmana serta Mas Hardi selaku hakim anggota dapat memutuskan perkara ini sesuai dengan fakta persidangan.
Dalam sidang dengan agenda keterangan saksi, JPU sama sekal tak bisa menghadirkan saksi pelapor. Di samping itu, ia juga memiliki surat pernyataan yang dibuat oleh Amron Lubis yang berisikan pernyataan bahwa tak pernah melaporkan Herman ke polisi. Dalam pernyataan itu, Amron juga mengaku taak pernah dianiaya ataupun diperas oleh Herman.
“Ke mana lagi warga negara ini menuntut keadilan kalau Pengadilan memutuskan perkara yang tak sesuai fakta persidangan. Tapi, saya yakin majelis Hakim PN Kotabumi akan memutus perkara ini sesuai dengan fakta persidangan,” harap dia.
Di lain sisi, Kepala Seksi Pidana Umum Kejari, Kotabumi M. Indra Gunawan. K menampik anggapan bahwa pihaknya ‘salah’ dalam membuat dakwaan apalagi merekayasa kasus ini. Karena sebelum dakwaan dibuat, Jaksa telah melakukan penelitian berkas yang telah dilimpahkan oleh penyidik kepolisian. Tujuan penelitian berkas ini untuk menentukan klasifikasi pidana yang dilakukan tersangka atau terdakwa yang tentunya harus memenuhi syarat formil dan materil.
“Ketika yang disajikan (kepada tersangka) misalnya 351 KUHP tapi (ternyata setelah diteliti) memenuhi klasifikasi pasal 388 KUHP atau pasal-pasal lain, kita kasih petunjuk ke penyidik untuk memenuhi unsur yg mana dalam perkara tersebut. Itulah nanti yang dimasukkan dalam dakwaan,” paparnya.
Kendati demikian, ia menegaskan, sejati terdakwa tak perlu khawatir dengan berbagai dakwaan yang disampaikan oleh pihak JPU karena pada prinsipnya semua keputusan itu mutlak ada di tangan majelis Hakim. Keputusan Hakim biasanya didasarkan oleh pembuktian dan berbagai fakta dalam persidangan.
“Nantinya, hakim yang memutuskan berdasarkan pembuktian dan fakta-fakta persidangan,” urai dia.