Opini  

Keamanan dan Aliansi Penerbangan

Pesawat Lion Air. Tempo/Aditia Noviansyah
Pesawat Lion Air. Tempo/Aditia Noviansyah
Bagikan/Suka/Tweet:

Oleh IB Ilham Malik*

Saya tidak bisa membayangkan, betapa ngerinya perasaan para penumpang yang menaiki pesawat Lion Air JT 610 dari Jakarta menuju Pangkal Pinang itu. Detik-detik kekacauan suasana penerbangan di dalam peawat memang snagat mencekam. Bahkan, menimbul kenyerian hati. Tidak enak sekali rasanya.

Saya beberapa kali merasakan suasana mencekam ketika turbulensi terjadi yang menimbulkan keguncangan yang snagat dahsyat. Sebagian orang tertidur. Namun,  sebagian lagi orang tampak khusyuk berdoa. Ketika melihat naik turunnya pesawat melalui radar flight, saya bisa ikut merasakan, betapa ngeri dan sakitnya suasana mencekam menjelang kecelakaan itu.

Jika kita menaiki pesawat yang memiliki reputasi perawatan yang baik, mungkin hal itu bisa seidkit membantu menenangkan perasaan anda. Akan tetapi, jika kita tahu bahwa pesawat yang kita naiki punya reputasi buruk atau bahkan tidak begitu jelas, maka itu akan membuat kegelisahan kita akan semakin menjadi jadi.

Saya punya cerita:  seorang kawan yang sangat sibuk mengisi acara di mana-mana sebagai pakar dan konsultan, lebih memilih untuk naik kereta api atau bus atau kapal hanya untuk menghindari penerbangan. Ketika saya tanya kenapa? Saya tahu apa yang mereka lakukan terhadap pesawat mereka saat masa perawatan. Begitu katanya. Ini adalah risiko menjadi ahli dalam dunia penerbangan. Membuat mereka menjadi tahu detail perawatannya. “Jika pun memang tidak ada pilihan lain untuk naik pesawat, saya hanya mau naik pesawat Garuda Airlines saja”, lanjutnya.

Tapi soal reputasi perawatan pesawat belum tentu menjadi pertimbangan semua penumpang. Sebab siapa yang peduli? Mungkin, ketika insiden terjadi, misalnya seperti kasus Adam Air beberapa tahun yang llau yang menimbulkan kehebohan, kepedulian para calon penumpang terhadap keselamatan penerbangan muncul. Namun,  lambat laun tentu kepedulian itu menurun.

Saya yakin, sebagaimana yang hari ini kita cermati di berbagai media, ketika pesawat JT610 ini jatuh, maka para calon penumpang pun mulai berfikir tentang keselamatan penerbangan. Dan mereka mulai akan mencari dan mencermati maskapai-maskapai yang punya kepedulian pada perawatan pesawat. Tidak lagi melulu hanya soal tarif penerbangan yang murah meriah.

Hingga akhir 2017 lalu, jumlah penumpang penerbangan kita meloncak 9,6 persen menjadi 109,385 juta penumpang. Untuk domestik tumbuh 8,4 persen dan unuk penerbangan internasioanl tumbuh 20,4 persen. Angka ini menunjukkan bahwa dunia penerbangan kita memang masih akan terus berkembang dan melesat tinggi. Dari semua maskapai yang ada, market share maskapai Lion adalah adalah yang tertinggi yaitu mencapai 34 persen dari totoal penumpang domestik.

Lalu disusul oleh Garuda (20 persen), Citilink (13 persen), Batik (10 persen), Sriwijaya (10 persen) dan sisanya dibagi oleh maskapai penerbangan lainnya. Upaya pengembangan maskapai sedang disiapkan oleh setipa perusahaan. Menambah armada pesawat, rute, kru, dan pilot, menjadi agenda penting mereka saat ini. Tentang perawatan pesawatnya bagaimana? Ini yang memang masih selalu menjadi persoalan. Ini menjadi salahstau kunci sukses dari zero accident yang sudah dicanangkan oleh pemerintah sejak 2007 lalu.

Terkait dengan sudut pandang penumpang dalam memilih dan memilah pesawat mana yang kira-kira bisa membuat mereka merasa aman dan nyaman mengunakannya? Sesuagguhnya semua pesawat sudah hampir pasti aman. Hal yang membuatnya tidak aman adalah apabila perawatannya tidak dilakukan dengan baik dan pilotnya tidak terlatih dan terbina dengan baik. Inilah yang kemudian menjadi salah satu pertimbangan berdirinya beberapa aliansi penerbangan di dunia.

Setidaknya ada delapan aliasi yang lahir hingga tahun itu. Mereka adalah Oneworld (sejak 1999), Sky Team (2000), Star Alliance (1997), Vanilla (2015), U fly alliance (2016), dan Vallue (2016). Mereka bealisai bukan saja untuk memastikan setiap penumpang akan dapat terkoneksi dengan mudah antara satu maskapai dengan maskapai lainnya. Tetapi mereka juga memastikan adanya standar tinggi dalam pelayanan, keamanan, dan kenyamanan terhadap penumpang.

Hal ini yang membuat setia maskapai yang tergabung dalam aliansi penerbangan, terutama One World, Sky Team, dan Star Alliance, harus merawat dan menjaga betul standar yang sudah ditetapkan oleh alinase. Itulah sebabnya, pada kondisi tertentu, maskapai yang tergabung dalam aliansi akan menjadi lebih mahal harga tiketnya jika dibandingkan dengan maskapai yang tidak tergabung  dalam aliansi.

Jika kita simak daftar maskapai yang tergabung dalam aliansi, hanya Garuda Airlines yang masuk dalam alinansui, yaitu Sky Team. Bagaimana dengan Lion Air dan Sriwijaya Air? Hingga saat ini belum ada laporan yang mengatakan mereka tergabung dengan salah satu aliansi.

Jika mereka tidka tergabung, lalu bagaimana mekanisme kontrol perawatan pesawat ini? Ini yang melahirkan standar keselamatan penerbangan oleh Kemenhub. Sebab, ada maskapai yang tidak tergabung dalam aliansi penerbangan yang merapkan standar pelayanan dan keamanan tinggi terhadap seluruh anggotanya.

Lalu, jika begini ceritanya, apa yang bisa kita perbuat sebagai calon penumpang? Tidak ada pilihan lain, kita memang harus ego, kita harus berani memutuskan untuk menaiki maskapai mana pun yang benar-benar menerapkan standar keamanan penerbangan tertinggi. Sebab, zero accident di dunia penerbangan sudah menjadi suatu hal biasa saja di dunia.

Bangsa Indonesia tentu juga harus bisa menerapkan hal itu. Akan tetapi, semua hanya berpulang pada kita para calon penumpang. Jika kita mengancam meninggalkan pengguaan pesawat yang tidak terjamin oleh aliansi dan pemerintah, maka hal ini akan membuat maskapai itu berjuang menunjukkan pada publik bahwa mereka adalah maskapai yang paling bagus perawatan pesawatnya, pilotnya adalah pilot terbaik, dan pelayanan yang terbaik.

Kita berduka dengan para korban. Kita bersedih terhadap maskapai. Tetapi kita harus bisa ego, bahwa kita hanya mau menggunakan maskapai bergaransi keamanan oleh aliansi penerbangan. Hanya aliansi ini saja yang paling ditkuti oleh maskapai penerbangan, karena ini terkait dengan keberlangsungan usahanya yang harus terkoneksi dengan maskapai lainnya. Jika tidak, maka mereka bisa bangkrut.***

*Ketua Masyarakat Transportasi Indonesia (MTI) Wilayah Lampung

BACA JUGA: Lokasi Black Box Lion Air Ditemukan di Tanjung Karawang