Feaby|Teraslampung.com
Kotabumi–Malam itu, seperti malam biasanya, Ponco Hadi Sanyoto beserta istri dan kedua anaknya pergi ke kamar untuk mengistirahatkan tubuh setelah seharian bergelut dengan peluh. Bunyi binatang-binatang malam mulai melelapkan tidur mereka di Desa Batunangkop, Sungkai Tengah, Lampung Utara.
Suasana malam khas pedesaan membuat tidur mereka semakin pulas. Tak pernah terlintas sekali pun dalam benak mereka jika malam itu merupakan malam terakhir mereka melihat canda tawa putra sulungnya yang bernama Farel Hadi Prasetya (16). Yang ada dalam pikiran mereka saat itu hanya memulihkan energi agar dapat mengais rezeki. Rezeki yang mungkin hanya cukup untuk sekadar bertahan hidup.
“Pak Ponco itu sehari-harinya membuat gula merah,” terang Camat Sungkai Tengah, Ediansyah, Jumat sore (20/10/2023).
Memasuki Kamis tengah malam atau Jumat dini hari (20/10/2023), Ponco dan istri, serta adiknya merasakan hawa panas yang tidak seperti biasanya. Ketiganya pun terbangun dari tidurnya. Saat membuka mata, barulah mereka menyadari bahwa kobaran api telah beraksi di bagian tengah rumah.
“Api berasal dari bagian tengah rumah. Kejadiannya Jumat dini hari,” katanya.
Kobaran api itu sontak membuat mereka berhamburan menuju ke luar rumah. Saat berhasil menyelamatkan diri, mereka baru menyadari jika putra sulung mereka tak sempat menyelamatkan diri. Keterbelakangan mental membuat Farel sulit untuk ke luar rumah.
“Almarhum Farel selama ini diketahui merupakan penyandang disabilitas,” jelas dia.
Mendapati kondisi tersebut, orang tua Farel pun berusaha untuk kembali ke dalam. Namun, rumah yang hanya berbahankan papan tak mampu menghambat laju kobaran api. Hanya dalam hitungan menit, api semakin membumbung tinggi. Mereka pun tak dapat menerobos kobaran api. Menangis sejadi-jadinya sembari berteriak
“Api dengan cepat melalap rumah karena rumahnya terbuat dari papan. Luka bakar korban 100 persen,” tuturnya.