Dr. IB Ilham Malik*
Setelah kita melihat kecelakaan truk barang yang mengakibatkan korban jiwa pada pengendara yang ditabraknya, maka kini kita disuguhi adanya kecelakaan bus pengangkut penumpang wisata yang menyebabkan 13 orang meninggal (menurut berita Kompas TV, Minggu petang, 6/2/2022) di ruas jalan di Bantul, DIY. Penyebab pastinya sedang ditelusuri oleh petugas tetapi beragam spekulasi muncul di lapangan. Sudut pandang yang merasakan, menyaksikan, memeriksa, pasti akan berbeda-beda. Ini yang harus dihimpun oleh petugas agar mendapatkan info penyebab sesungguhnya.
Secara teoritis, ada beberapa karakteristik yang perlu dilihat dalam traffic operations. Ada banyak elemen didalamnya. Kita coba lihat dari sudut driver characteristic, perception-Reaction Process, Vehicle Characteristics, dan road characteristics-nya. Dari empat elemen ini saja kita akan disibukkan dengan pembuktiannya di lapangan.
Soal karakteristik pengendara ada tentang kemampuan jarak pandang pengendara dan kemampuan mendengar. Poin ini penting bagi pengendara agar ia bisa memastikan kendaraan yang ia bawa aman dari kondisi sekitarnya. Soal persepsi dan proses reaksi juga menjadi penting ketika melihat tanda, melihat respon sekitar atas keberadaan kendaraannya, juga melihat kondisi geometrik jalan. Respon yang cepat dan tepat menjadi penting bagi pengendara untuk memastikan tidak ada salah respons yang bisa berakibat fatal.
Karakteristik kendaraan juga memberikan pengaruh pada kecepatan yang tepat pada kondisi jalan tertentu, termasuk cara manuvernya. Kondisi jalan yang menikung, menanjak dan menurun, akan berbeda cara dalam membawa kendaraannya dengan melihat karakteristik kendaraan. Bus yang berukuran besar dan membawa penumpang harus dibawa dengan cara yang tepat pada segmen jalan tertentu yang karakteristik jalannya berbeda-beda. Karakteristik kendaraan harus diperhatikan agar bisa sesuai dengan kondisi lapangan. Terakhir adalah karakteristik jalan. Seperti yang tersebut sebelumnya bahwa kondisi jalan yang menikung, ukuran sempit, dan juga hujan, membutuhkan respon tepat karena memiliki perilaku yang berbeda-beda.
Jadi, dari kondisi yang ada di lapangan yang saat ini masih terus di identifikasi oleh petugas, ada beberapa catatan yang bisa disampaikan. Pertama, terhadap pengendara bus di Indonesia perlu dilakukan untuk mengetahui apa pandangan mereka tentang keselamatan berlalu lintas. Ini juga dapat membantu kita mengetahui penyebab mengapa para supir dilihat cenderung membawa kendaraan jauh dari prinsip berkeselamatan. Profil kondisi pengendara bus dan truk sangat diperlukan agar bisa diselesaikan dengan baik, langsung ke pihak yang sering disebut sebagai biang penyebab kecelakaan.
Kedua, Kelaikan jalan setiap kendaraan harus secara profesional di urus oleh dinas perhubungan. Jangan lagi ada uji kir kendaraan yang membuat kendaraan yang tidak layak operasi menjadi layak dan tetap beroperasi. Kejujuran aparat sangat membantu meningkatkan angka derajat keselamatan lalu lintas.
Ketiga, pembinaan terhadap perusahaan angkutan orang dan barang (bus dan truk) perlu dilakukan secara serius. Ada banyak hal yang harusnya dilakukan sepanjang tahun. Mudah-mudahan pelaksana di pemerintah memiliki kemampuan untuk bergerak cepat dan taktis untuk menekan perilaku yang melanggar di kalangan pengusaha angkutan. Bisa jadi, pelanggaran yang terjadi di luar pemahaman mereka tentang berkeselamatan berlalu lintas.
Kesimpulan yang bisa kita dapatkan adalah bahwa dalam membangun sistem transportasi yang berkeselamatan, ada banyak hal yang harus dilakukan. Maka Kemenhub harus dapat memandu setiap gerak dan kegiatan seluruh pihak agar semuanya terpacu bergerak mengarah ke budaya berkendaraan yang berkeselamatan.***
*Dr.Eng. Ir. IB Ilham Malik, ST., MT., ATU – Dosen PWK ITERA, Pegiat di Masyarakat Transportasi Indonesia (MTI)