Keistimewaan Ramadhan: Bencong Kerudung

Bagikan/Suka/Tweet:

Nusa Putra

Bulan Ramadhan sangat istimewa. Hanya pada bulan Ramadhan kita saksikan jalanan macet karena orang-orang berkumpul dan berdesakan membeli gorengan, bubur dan panganan berbuka di banyak tempat. Seringkali tempat itu tidak digunakan untuk keperluan yang sama di luar Ramadhan. Para penjual makanan berbuka itu tak peduli dimana mereka menggelar dagangannya, dan tak peduli jalanan macet dibuatnya. Sungguh keistimewaan yang spesial.

Puasa Ramadhan itu hakikatnya adalah menahan diri, namun justru di bulan Ramadhan konsumsi sangat meningkat, akibatnya harga kebutuhan pokok meroket dan inflasi meninggi. Banyak argumentasi yang dapat dikemukakan untuk menjelaskan gejala meningginya konsumsi ini.

Boleh jadi banyak orang merasa Ramadhan itu sangat istimewa, saat untuk memanjakan diri dan selera. Setelah sehari penuh berpuasa, tak ada salahnya untuk mensyukuri dan menikmatinya dengan hidangan istimewa. Untuk itu berbuka dan sahur memang harus spesial, tidak sama dengan makan sehari-hari di luar Ramadhan. Mungkin cara berfikir seperti inilah yang menciptakan tradisi berkembangnya kuliner khusus Ramadhan khususnya untuk berbuka. Rasanya apapun makanan yang dijual pasti laku. Secara pribadi saya ragu, apakah cara fikir ini dan tindakan serta tradisi konsumsi tinggi yang dimunculkannya, sejalan dengan semangat puasa Ramadhan.

Mungkin juga tidak sedikit orang yang dapat menahan diri saat menjalankan puasa. Namun saat berbuka tiba, mereka tak lagi mau menahan diri dan melakukan tindakan balas dendam, memakan apa saja yang diinginkan. Saking banyaknya yang dimakan sampai mengalami kesulitan melakukan shalat isya dan taraweh. Sebab perut terasa penuh dan susah bernafas, sampai ngap rasanya. Mereka yang lakukan ini dapat dipastikan hanya menjalani ritual puasa sebagai kewajiban, dan kurang atau tidak menghayati nilai-nilai yang hendak ditumbuhkan melalui puasa ramadhan yaitu menahan diri.

Secara pribadi saya berpendapat, puasa Ramadhan itu mestinya berdampak pada turunnya berat badan dan semakin sehatnya mereka yang berpuasa. Karena puasa itu pasti memberi pengaruh pada tubuh secara fisik berupa pengguguruan lemak pada tubuh dan darah, dan penurunan kadar gula darah. Bila saat berbuka orang yang berpuasa tetap bisa menahan diri, pastilah pengaruh positif saat puasa dapat terus dipertahankan. Atas dasar pemikiran ini saya yakin penurunan berat badan merupakan salah satu dari indikator keberhasilan puasa Ramadhan.

Meskipun harus diakui puasa Ramadhan bukanlah dimaksudkan untuk diet. Namun turunnya berat badan bisa menunjukkan indikasi bahwa orang yang sedang berpuasa itu masih mampu menahan diri saat berbuka. Akan semakin elok jika tetap bisa menahan diri sampai bertemu Ramadhan lagi tahun depan. Sebab hakikinya, Ramadhan adalah “kawah candradimuka” untuk melatih, membiasakan, dan mentradisikan menahan diri dalam segala aspeknya, bukan hanya fisik dan makan-memakan.

Keistimewaan lain adalah bermunculan banyak pengemis, di mana-mana. Bulan Ramadhan memang sangat membangkitkan semangat berbagi. Banyak orang menjadi sangat terbuka hatinya dan ringan tanggannya untuk berbagi apa saja. Tidak mengheranakan bila sangat mudah mendaoatkan makanan untuk berbuka dan sahur.

Tampaknya sejumlah orang memanfaatkan situasi ini untuk berpura-pura menjadi orang miskin dan orang sakit dan mengemis. Itulah sebabnya sangat banyak pengemis. Bahkan tidak sedikit orang dikerahkan dan dikelola sebagai pengemis. Malah ada yang datang dari luar kota.

Oleh orang yang “bengkok” hatinya, keadaan ini sungguh dimanfaatkan untuk mrndapatkan keuntungan dengan cara menjadi pengemis. Gejala ini bukan hanya terjadi di Indonesia. Juga di Malaysia, India, Uni Emirat Arab, Qatar, Arab Saudi dan berbagai negeri yang mayoritas penduduknya beragama Islam.

Rasanya keistimewaan ini harus dikritisi. Apakah hasrat tinggi untuk berbagi terutama melalui sedekah, masih berguna secara sosial jika kemudian memunculkan para penipu dan melangganggengkan kemalasan? Tentu saja semangat berbagi itu harus terus dipertahankan dan ditingkatkan, namun cara, tatakelola, dan efektivitasnya mesti diubah. Kepedulian berbagi yang tinggi selama Ramadhan, semoga berlanjut di luar Ramadhan, dapat dikelola dan dimanfaatkan secara lebih baik membantu kaum dhuafa yang tepat sasaran dan efektif. Bukan dinikmati oleh si penipu, dan si pemalas.

Ada lagi keistimeaan lain yaitu maraknya suara petasan, terutama saat sebagian besar orang sedang taraweh atau tadarus. Suara bising petasan itu kadang sangat panjang berupa rangkaian suara ledakan yang datang silih berganti. Mereka yang terlibat bermain petasan bukan hanya anak-anak dan remaja, juga sejumlah orang dewasa. Saya sama sekali tidak faham, apa hubungan Ramadhan dengan petasan. Sejak saya kecil sampai paruh baya sekarang ini, tradisi bermain petasan ini tak pernah hapus.

Katanya pada zaman dahulu saat belum ada listrik dan pengeras suara, meriam bambu digunakan untuk memberitahu saat berbuka, dan mengingatkan orang agar bangun sahur. Jika penjelasan ini dapat diterima, mengapa tradisi petasan malah terus berkembang ketika ada listrik dan pengeras suara? Apalagi dilakukan justru saat orang sedang taraweh.

Ramadhan juga melahirkan keistimewaan tadarusan yaitu membaca Al Qur’an. Pastilah bagus bila orang rajin membaca Al Qur’an. Apalagi jika dilakukan setiap malam. Membaca Al Qur’an itu berguna dan berpahala, juga bila mendengarkannya.

Mungkin, untuk keperluan syiar agama, berkembang tradisi tadarusan Al Qur’an di masjid menggunakan pengeras suara. Sungguh tradisi ini sangat menonjol pada Ramadhan, jarang atau tidak terjadi di luar Ramadhan. Menarik untuk dicermati dan direnungkan. Tadarusan menggunakan pengeras suara di masjid seringkali sampai sangat larut malam. Pembacaannya seringkali tidak memperhatikan tata cara pembacaan yang benar, tidak jelas pengucapan dan panjang pendeknya, serta dengan suara yang jauh dari kemerduan, terkesan seperti orang berteriak.

Apakah mereka yang melakukannya tidak berfikir bahwa penduduk di sekitar masjid juga harus tidur agar bisa bangun sahur tepat waktu dan harus bekerja memenuhi kewajibannya pada siang hari? Bukankah tadarusan lebih baik dilakukan dengan kekhusukan dan suara yang terjaga?

Keistimewaan Ramadhan merambat ke siaran televisi. Pastilah selama Ramadhan yang laku dijual adalah acara-acara bernuansa Islam. Karena itu banyak acara yang sudah lama berjalan disisipkan dengan corak keislaman. Mulai dari pakaian yang digunakan pembawa dan pengisi acara, properti dan asesori yang menjadi latar acara, sampai mendatangkan ustaz dan ustazah, meski dalam acara itu ada artis yang berbusana sangat tidak pantas dengan ajaran yang disampaikan sang ustaz dan ustazah.

Tragisnya, banyak artis yang biasa memamerkan dada dan paha, tiba-tiba berhijab untuk beberapa acara bercorak Islam, kemudian kembali tampil tak pantas pada acara yang lain. Ada pula ustaz dan ustazah yang sembari bertausiyah mengiklankan produk, lengkap dengan mengutip ayat Al Qur’an dan Hadits untuk mempromosikan produk buatan kapitalis tersebut. Ada juga ustaz dan ustazah yang jadi bintang iklan.

Rasanya lucu aja, ustaz dan ustazah jadi juru jual kapitalis dan mendorong perilaku konsumtif. Terdapat juga pembawa acara televisi milik pemerintah, wanita berhijab yang berteriak-teriak, joget-joget layaknya penyanyi dangdut. Muncul pula ustazah yang menggunakan busana sangat mewah mengalahkan artis dangdut gayanya. Masih ditambah menjadikan Al Qur’an dan ajaran agama sebagai bahan kuis berhadiah jutaan rupiah. Sungguh keistimewaan Ramadhan yang luar biasa. Rasanya semuanya ini lebih tepat disebut “menjual agama” daripada kegairahan beragama.

Seperti tak mau ketinggalan dengan para artis yang suka memamerkan aurat yang tiba-tiba berhijab untuk acara bernuansa Islam, dan para ustazah yang berbusana mewah, para bencong jalanan yang biasa ngamen keliling pun mengenakan kerudung dan lengkap dengan baju yang menutup aurat. Tentu saja bergaya ketat model jilboobs. Saat bernyanyi, pastilah mereka berjoget erotik seperti biasanya. Mungkin inilah cara bencong menunjukkan keistimewaan Ramadhan bagi mereka. Boleh jadi, semua keistimewaan ini merupakan bagian dari Islam Nusantara.

RAMADHAN ITU MEMANG SANGAT ISTIMEWA.