Kejati Lampung Periksa Mance

Bagikan/Suka/Tweet:

Mance Dicecar 20 Pertanyaan  

Zainal Asikin/teraslampung.com

Abdurrachman Sarbini. (Foto: Oyos Saroso HN)

BANDAR LAMPUNG- Penyidik Kejaksaan Tinggi (Kejati) Lampung memeriksa  mantan Bupati Tulangbawang Abdurachman Sarbini  terkait kasus hibah tanah, Selasa (25/11). Pria yang akrab disapa Mance itu diperiksa selama kurang lebih 3 jam sejak pukul 09.30 hingga 12.30 WIB.

Mance datang tanpa didampingi pengacara langsung menuju  ruang penyidik bagian Pidana Khusus (pidsus) yang berada lantai dua. Penyidik mencecar Mance dengan 20 pertanyaan seputar tanah yang dihibahkan Pemkab Tulangbawang kepada PT Dwi Mitra Lampung. Terungkapnya soal tanah yang dihibahkan tersebut merupakan pengembangan dari perkara korupsi kredit macet BTN tahun 2009 senilai Rp 3 miliar.

Kasi Penuntutan Kejati Lampung, Azrijal yang juga tim penyidik dalam perkara tersebut, mengatakan, pemeriksaan terhadap Mance merupakan pengembangan dari kasus kredit macet BTN tahun 2009, dimana Mance dimintai keterangannya terkait kerjasama antara pemkab Tuba dengan PT Dwi Mitra Lampung pada tahun 2007.

Dalam pemeriksaan itu, kata Azrijal, Mance mengaku tidak mengetahui berita acara hibah tanah tersebut. Mance mengaku hanya mendapat laporan secara lisan dari Sekda yang saat itu dijabat oleh Darwis Fauzi.

“Tanah milik pemkab Tuba sekitar belasan hektar itu dihibahkan tahun 2009 yang ketika itu ditandatangani berita acara hibahnya oleh Sekda yang disaksikan oleh beberapa orang yakni Kabag hukum, Kabag Perekonomian Firmansyah, dan beberapa orang asisten,” terang Azrijal, Selasa (25/11).

Akan tetapi, lanjutnya, Ketua (Plt) DPD Partai Hanura Lampung itu untuk kerjasama soal lahan itu diketahuinya melalui Sekda yang dilaporkan secara lisan. “Pak Mance berdalih tidak mengetahui soal berita acara itu dan tidak pernah dilaporkan oleh Sekda. Tapi untuk kerjasama lahan dengan PT Dwi Mitra Lampung ia mengetahui,” jelasnya.

 Setelah dilakukan penyelidikan lebih lanjut, ternyata tanah tersebut hingga sekarang masih menjadi aset milik pemkab Tuba dan belum dihapuskan.

“Kami sudah panggil bagian Kabid Aset pemkab Tuba, dan tanah itu masih jadi aset pemkab tuba dan belum dihapuskan. Prosedurnya, kalau hibah itu kan harus dihapuskan.  Nah, ini belum dihapuskan,” kata dia.

Sedangkan untuk Sekda, ia mengaku sudah melakukan pemanggilan. Akan tetapi, karena Darwis (Sekda) sakit, terpaksa yang bersangkutan belum bisa diperiksa.

“Darwis sudah kami panggil, tapi kami mendapat surat balasan dari anaknya bahwa yang bersangkutan sedang sakit parah (kanker) di jakarta dan surat keterangan dari dokter juga kami terima. Jadi kita tunggu sehat dulu,” urainya.

Soal peran Mance dalam tanah itu,  Azrijal mengatakan yang bersangkutan mengaku tidak menandatangani berita acara hibah tanah tersebut.

“Pemeriksaan ini yang baru ketemu formilnya belum materiil nya. Nanti akan ada beberapa orang lagi yang akan kami periksa,” imbuhnya.

Memang, sambungnya, dari keterangan Firmansyah (Kabag Perekonomian) yang sebelumnya telah diperiksa mengatakan dalam penandatanganan berita acara hibah lahan tersebut tidak dihadiri Bupati.
“Mance tahu ada hibah, karena dilaporkan secara lisan oleh sekda. Tapi secara administrasi, Mance tidak tahu dan prosesnya juga tidak tahu,” kata dia.

Ditambahkannya, kasus ini merupakan pengembangan dari kasus pinjaman KUR. “Jadi intinya PT Dwi Mitra Lampung ini mengajukan pinjaman KUR dengan memakai beberapa nama debitur yang diduga itu debiturnya fiktif,” tambahnya.

Dalam hal pengadaan lahan untuk pembangunan perumahan itu, lanjutnya, disubkontrakkan oleh PT Dwi Mitra Lampung, dan lahannya itu dapat dari Pemkab Tuba karena diperuntukkan untuk PNS.

“Jadi yang mendapat rumah diperumahan itu seluruhnya adalah PNS. Jadi tujuan dari Mance menghibahkan tanah itu untuk mensejahterakan PNS, tapi dia tidak tahu prosedurnya. Makanya, ada niat dari Pemkab Tuba untuk menghibahkan tanah itu.Namun,  Mance tidak tahu proses hibahnya karena semuanya di bawah kendali Sekda. Mance tidak pernah bilang menyetujui. Dia mengaku tidak pernah diberi laporan oleh bawahannya,” tandasnya.

Diketahui, dalam perkara ini, Kejati Lampung menetapkan empat tersangka yakni Nana Murtanto dan Casebintoro (analis officer bank), Hartani Merawi (Komisaris PT Dwi Mitra Lampung) dan Pendi Hasanudin (Direktur PT Dwi Mitra Lampung). Keempat langsung ditahan usai ditetapkan sebagai tersangka. Berdasarkan bukti awal dan keterangan beberapa saksi, keempat tersangka melakukan perbuatan melawan hukum dengan cara menggunakan KUR untuk membiayai kredit perumahan sebanyak 23 nasabah. Tujuannya, tidak lain untuk mendapat keringanan bunga dari fasilitas KUR tersebut.

Dimana KUR yang digunakan sebesar Rp3 miliar, dan itu merupakan kerugian negara berdasarkan perhitungan penyidik Kejati. KUR merupakan fasilitas kredit untuk pengembangan usaha kerakyatanbukan untuk perumahan. Atas perbuatannya itu, keempat tersangka dikenakan pasal 2 dan 3 UU RI No31 tahun 1999 tentang pemberantasan Tipikor dengan ancaman minimal empat tahun penjara.