Feaby/Teraslampung.com
Misja bersama Putra (3), anak semata wayangnua, saat menemui Teraslampung.com di rumahnya, Rabu (2/9/2015). |
KOTABUMI–Rumah berdinding geribik berukuran 5 x 6 meter di RT 002/004 Dusun Bangun Rejo,Kelurahan Sindang Sari, Kecamatan Kotabumi, Lampung Utara itu tampak lebik mencolok dibanding rumah lain. Tumpukan karung berisi barang bekas yang teronggok di bagian belakang rumah itu cukup menggambarkan bahwa pemilik rumah itu adalah seorang pengumpul barang bekas.
Misja alias Ujang (33), penghuni rumah itu, memang berprofesi sebagai pemulung. Sehari-hari ia berkeliling kampung untuk mengais barang bekas. Dari usaha kerasnya mengumpulkan barang bekas itulah ia bisa menghidupi keluarganya,
Jarak rumah Misja sebenarnya tidak jauh dari Kantor Pemkab Lampung Utara, tidak lebih dari lima kilometer. Namun. kemiskinan Misja nyaris tidak terdengar.Bahkan oleh lurahnya sendiri. Buktinya, saat pemerintah menggulirkan program Bantuan Langsung Sementara Masyarakat (BLSM) beberapa tahun lalu, nama Misja tidak masuk daftar penerima. Padahal, dilihat dari kondisinya jelas Misja termasuk miskin dan layak mendapatkan bantuan.
Rumah Misja menempel dengan rumah orang tuanya. |
Misja mengaku, karena tidak penghasilan sebagai tukang rongsok tidak menentu, sejak tiga tahun terakhir dia dan keluarganya terpaksa mengonsumsi singkong. Agar bisa dikonsumsi sebagai pengganti nasi, singkong diolah dengan cara dihaluskan, diparut, kemudian dikukus.
“Saya, istri, anak, dan mertua saya sehari-harinya ya makan singkong. Apalagi harga beras terus naik. Saya enggak kuat membeli,” tuturnya.
Menurut Misja. beras hanya dapat dibeli saat barang rongsokan yang dikumpulkannya telah banyak dan laku untuk dijual. Itu pun masih dirasa tak cukup lantaran selama sepekan ia hanya mampu mengumpulkan sekitar 6 kilogram yang jika dijual hanya laku sekitar Rp30 ribu.
“Kalau uang segitu saya belikan beras seharga Rp 10 ribu/kg, ya hanya dapat sekitar 3 kg beras. Saya masih harus memikirkan bagaimana bisa mendapatkan lauk-pauk. Kami bisa makan nasi kalau dapat duit hasil rongsokan yang saya jual seminggu sekali,” tutur Misja, di kediamannya, Rabu (2/9).
Misja mengaku, olahan singkong yang dimakan ia dan keluarganya tersebut biasanya dimakan dengan sambal. Kalau ada sedikit uang maka ia akan membelikan tempe dan ikan asin untuk lauk keluarganya. Singkong itu kadang dimintanya dari kakak perempuannya namun tak jarang ia pun membelinya.
“Singkongnya minta sama ayuk (kakak–Red.) saya mas,” tuturnya lirih.
Terkadang Misja bernasib baik. Ialah ketika ada orang berderma kepadanya. Saat seperti itu, pria 33 tahun ini sangat bersyukur. Sebab. itu artinya dia dan keluarganya bisa makan nasi.
Yang terjadi pada Rabu (2/9),misalnya, ada seorang pemuda dermawan yang memberikannya uang sebesar Rp20 ribu saat dirinya sedang beristirahat di depan SMPN I Kotabumi setelah lelah mengais sampah untuk mencari barang rongsokan.
Uang itu kemudian dibelikan beras 1,5 kg dan sisanya dibelikan cabe dan rampai sehingga pada Rabu ini Misja bisa menikmati nasi dengan lauk sambal.
Misja bersama istrinya, Suyanti, anak. dan mertuanya bercengkerama di depan rumahnya. |
Misja mengaku, meskipun rumahnya berbatasan langsung dengan rumah kedua orang tuanya namun orang tuanya tak dapat setiap hari memberikannya beras. Mengingat orang tuanya pun nasibnya tak jauh beda dengan dirinya.
“Terkadang saya dikasih beras oleh bapak. Bapak juga berasnya dari anak atau adik – adiknya,” kata pria yang pernah syok akibat ditinggal mati anaknya yang kecelekaan masuk ke dalam siring ini.
Soal bantuan yang tak pernah mampir ke rumahnya, Misja mengaku bukannya tidak pernah berusaha melapor kepada pihak kelurahan.
“Ketika ada program BLSM, saya mencoba mendaftar ke kelurahan. Tapi saya gagal mendapatkan bantuan karena tidak masuk dalam daftar penerima,” katanya.