Kementerian “Jaga Lawang”

Bagikan/Suka/Tweet:

Dwidjo U. Maksum

Kopi Sore New IlusMenyaksikan keharuan-keharuan akibat berhenti di tengah jalan seperti itulah yang membuat saya ogah-ogahan menerima telepon karib terpenting. Ya, kerap jadi malas tiap ada yang menganjurkan agar siap-siap menerima telepon, barangkali ada yang meminta masuk kabinet, jadi menteri. Entah, menteri apa.

Terpilihnya Presiden dan Wakil Presiden, selalu diikuti dengan audisi terselubung: mencari anak bangsa terbaik untuk membantu kerja dan tugas Presiden mengelola pemerintahan. Itu adalah hak yang dijamin undang undang, Kepala Negara boleh mengangkat siapapun menjadi pembantunya.

Meskipun itu hak mutlak, proses politik yang melatarbelakangi seseorang bisa tampil menjadi presiden, tentu mempengaruhi semua keputusan. Mulai keputusan untuk mempertimbangkan, membidik, menyortir, memilih, hingga memberhentikannya di tengah jalan. Ini bukan simulakra yang rumit untuk memahaminya. Biasa saja.

Terpilih menjadi seseorang yang dianggap memiliki kompetensi untuk memimpin departemen adalah capaian yang luar biasa dahsyat. Ekspektasi, cita-cita, perjuangan, dan hal-hal ideal lain, tak lagi sekadar mimpi. Menjadi orang yang berada di lingkaran terdekat kekuasaan, membuat harapan mewujudkan angan-angan baik, menjadi keniscayaan yang tidak lagi semu.

Di tengah-tengah semangat yang tak pernah padam menghela amanat, pasti lahir kehampaan ketika kepercayaan itu ditarik kembali. Rencana, program, target, yang telah didisain sedemikian rupa seolah menjadi istana pasir yang rawan. Sedang asyik-asyiknya menikmati sarapan, tetiba piring ditarik dari meja. Fiyuhh, apa kata mertua.

Melihat sebuah perjalanan yang terhenti memang menyedihkan. Tapi, seperti yang dilakukan para pengelana, mereka kadang sengaja berhenti, bahkan menyudahi langkah meskipun belum sampai di kota tujuan. Di titik tertentu, ada persinggahan yang perlu diziarahi lebih mendalam. Di tempat itulah benih kebaikan perlu di tanam, tidak harus di kota yang dicita-citakan.

Negeri ini, adalah kawasan luas yang kerap tak bisa dijangkau oleh sistem kenegaraan. Banyak lobang yang perlu dijaga, tidak melulu oleh kekuatan tata negara yang terperinci. Mulai dari pintu gerbang moral, sikap, kemandirian, cita-cita: mungkin juga pintu gerbang kota, sebagai titik kunci memelihara peradaban lama dan deburan budaya baru yang terus mengalir.

Terpental dari ruang dingin kabinet bukanlah selesainya sebuah perjuangan. Jutaan orang menunggu kehadiran kalian untuk masuk ke lorong-lorong terbawah, tempat dimana peran itu menunggu. Menjaga semua pintu yang terbuka, lalu menutupnya di saat orang-orang sudah bisa lelap tidur: dengan senyum dan keyakinan.

Temui dan muliakanlah kaum yang terpenjara kemiskinan batin, akal, budi, harapan. Kehebatan itu tetap ditunggu di temaram tikungan negeri.

Tabik.