Oleh: Sudjarwo
Guru Besar Ilmu-Ilmu Sosial pada Pascasarjana FKIP Unila
Siang itu saya mendapatkan kiriman foto lawas dari seorang teman yang memimpin lembaga bergengsi di negeri ini. Teman itu menambah keterangan: “Apakah kenal dengan foto ini?”
Sontak saja hal itu membuat ketawa dan terbayang semua kenangan empat puluh tahun silam. Begitu foto diri ini dikirimkan ke salah seorang sohib lawas yang juga berprofesi sebagai wartawan senior, beliau membalas balik dengan satu kata seperti judul tulisan ini, yaitu “Kemlinti” ditambah gambar tertawa terbahak bahak. Nah apa itu kemlinti , salah satu diksi bahasa Jawa yang sudah lama tidak terdengar?
Kemlinti adalah diksi dari bahasa Jawa, dan sangat familiar pada teman yang berada di Jawa Timur khususnya daerah Malang dan sekitarnya. Untuk menikmati rasa Kemlinti ini dapat kita simak dari cupilkan dialog yang bersumber dari media kompassiana berikut ini:
Endelia: “Mak, pamit sek ” *salim,cipika cipiki* (bu.. saya pamit dulu)
Emak e : “Iyoo nduk, ate nang ndi iki kok dandanane koyok wong penting nduk?” (iya nak… mau kemana sih kok dandannya seperti orang penting saja)
Endelia: “Ate rapat nang kantor Mak…” (mau rapat di kantor bu)
Emak e: “waduuh wes oleh penggawean nduk ku sing ayu dewe iki rek.. kantor opo nduk?” (waduh anakku yang cantik ini sudah dapat kerjaan, kantor apa nak)
Endelia: “Iki looh Mak, nang kantor Gaden, ape ngrapatno, kiro-kiro ditaksir piro kalungku karo juru taksir e.” (ini loh mak, mau ke kantor pegadaian, mau merapatkan, kira-kira ditaksir berapa kalungku ini sama juru taksir)
Emak e : “Hallaahhh cik kemlinthi e rekk.. arek ikiiiihh…” (hallaahh… kmlinthi-nya.. anak ini)
Penggalan dialog humoris seperti di atas menggambarkan bahwa “kemlinti” adalah suatu diksi yang berarti lebih kepada aspek komunikasi. Istilah yang dapat diartikan “sok”. Bisa juga bersinonim dengan “koyok yes yes o” (bahasa dialek Malangan dicampur bahasa inggris). Biasanya juga kata kemlinthi ini juga dipakai untuk menilai cara orang berpenampilan.
Lalu mengapa kita bahas pada paparan ini; hal itu tidak terlepas dari perilaku masyarakat pada akhir akhir ini, dari rakyat kebanyakan sampai dengan pejabat, tidak terlepas dari perilaku kemlinti ini. Sebagai ilustrasi bagaimana pengendara kendaraan dengan kemlitinya melawan arus lalu lintas hanya sekadar ingin mendapat perhatian; begitu ditegur justru yang lebih meradang mereka sebagai pelanggar, dan aneh lagi jika terkena batunya karena berhadapan dengan petugas, tidak segan segan menangis dan mengiba meminta maaf; perilaku kemlinti yang semula ditampilkan kemudian menjadi “ayam sayur” alias tidak berdaya dengan tampilan menunduk.
Begitu juga perilaku pejabat begitu kemlintinya saat berkuasa, sampai sampai tidak segan segan meratakan bangunan bersejarah amal sholeh orang lain, hanya karena pencitraan dengan sejuta alasan. Saat diberi teguran halus kekemlitiannya muncul karena merasa apa yang diucapkan adalah titah, oleh karena itu siapa yang tidak setuju berarti menentang titah, dan mereka yang menentang harus disingkirkan. Padahal titah itu hanya raja yang biasa memakai, bukan pejabat public yang dipilih oleh rakyat untuk melayani rakyat, bukan untuk melawan rakyat.
Ternyata kemlinti juga bisa melanda guru besar; merasa jumawa sehingga apa yang dikatakan menjadi dalil. Keberlindungan diri yang paling aman adalah jika guru besar yang bertitah, salah saja itu menjadi dalil, paling tidak dalil yang salah. Apalagi kalau yang dititahkan itu benar, maka munculah sikap ujub dengan ditampilkan dalam bentuk perilaku kemlinti.
Kemlinti ternyata dapat melanda siapa saja, dalam profesi apa saja, tidak perduli apakah dia rakyat atau pejabat, raja atau kawula; semua memiliki peluang yang sama untuk terkena penyakit kemlinti. Padahal kemlinti itu lebih dekat kepada ujub yaitu merasa dirilah segalanya, lupa bahwa kelebihannya itu adalah titipan Tuhan; dan itu adalah cara Tuhan untuk menunjukkan kepada seluruh mahluk akan keberadaan-Nya.
Semoga kita terhindar dari sikap kemlinti ini, dan jika terlanjur kemlinti mari kembali kejalan yang benar, sebelum tersesat di jalan yang sesat; karena kesesatan yang paling sesat itu adalah jika kita tidak menemukan jalan kembali.
Selamat menikmati hangatnya kopi….