Opini  

Kepala Daerah: Antara Legitimasi Demokratis dan Keterbatasan Kompetensi

Dr. Syarief Makhya (Foto: Istimewa)
Bagikan/Suka/Tweet:

Oleh Syarief Makhya

Tanggal 20 Februari 2025, kepala daerah terpilih di Indonesia, baik Gubernur maupun Bupati/Wali Kota, dilantik sebagai kepala daerah definitif. Dari profil kepala daerah yang dilantik, latar belakang mereka sangat beragam, mulai dari ketua partai, mantan pejabat, tokoh lokal, pengusaha, istri kepala daerah, artis, hingga anak mantan pejabat.

Munculnya kepala daerah dengan latar belakang dari berbagai profesi ini merupakan konsekuensi logis dari produk pemilihan kepala daerah langsung oleh rakyat. . Persyaratan untuk menjadi kepala daerah yang hanya mengharuskan kandidat memiliki pendidikan minimal setara SLTA, dikenal serta mengenal daerahnya, serta memiliki rekam jejak yang bersih dari masalah publik, memungkinkan mereka lolos sebagai calon kepala daerah.

Ketentuan formal yang terbilang umum dan tidak mensyaratkan kualifikasi khusus ini memberikan peluang yang sangat luas bagi individu dengan berbagai latar belakang, meskipun kualifikasi kompetensi dan pengalaman dalam memimpin daerah seringkali menjadi hal yang tidak terjamah dalam proses seleksi.

Dengan persyaratan yang standar atau kualifikasi yang paling rendah tersebut, dalam realitas persaingan politik, kepala daerah yang terpilih umumnya karena memiliki dukungan kekuatan finansial yang kuat ,didukung koalisi partai politik besar, dan memiliki jaringan yang luas dengan berbagai kelompok masyarakat. Mereka bisa mengalahkan calon kepala daerah yang memiliki latar belakang lebih kuat, seperti pengalaman kerja, pendidikan tinggi (S2 atau S3), dan pengetahuan yang lebih dalam mengenai tata kelola pemerintahan.

Kepala daerah yang terpilih kendati memiliki legitimasi demokrasi dan sosiologis yang kuat, namun sering kali mereka kekurangan pengalaman dan pemahaman dalam mengelola pemerintahan, serta tidak memiliki pengetahuan yang cukup dalam kepemimpinan pemerintahan. Hal ini menimbulkan kekhawatiran bahwa kapasitas pemerintahan mereka tidak cukup kuat untuk mendorong kemajuan pembangunan daerah dan bersaing dalam menghadapi tuntutan perubahan yang sedang dan akan terjadi.

Akibatnya, pemerintahan cenderung berjalan dalam ritme rutinitas yang terfokus pada pengelolaan administratif pemerintahan yang lebih banyak digerakkan oleh Sekretaris Daerah (Sekda) dan OPD (Organisasi Perangkat Daerah). Karakteristik pemerintahan lainnya dapat terlihat dari kurangnya visi jangka panjang yang jelas, lemahnya kebijakan yang berbasis pada data dan analisis yang mendalam, serta kurangnya keberanian untuk melakukan inovasi atau perubahan struktural yang diperlukan dalam menghadapi tantangan perkembangan daerah.

Selain itu , beberapa kepala daerah tidak sepenuhnya memahami bagaimana mengoptimalkan sumber daya yang ada, mengelola anggaran dengan efisien, atau bahkan membangun kemitraan strategis dengan sektor swasta dan masyarakat. Semua faktor ini dapat menghambat kemajuan daerah, menyebabkan stagnasi dalam pembangunan, dan bahkan memperburuk kesenjangan sosial dan ekonomi di tingkat lokal. Tanpa peningkatan kualitas dalam kepemimpinan dan pengelolaan pemerintahan, tantangan besar akan terus menghantui masa depan pembangunan daerah di Indonesia.

Awam dalam mengelola pemerintahan?

Gubernur atau bupati/walikota dalam struktur pemerintahan daerah memiliki peran utama dalam pengambilan keputusan, bahkan di era demokratisasi sekarang kekuasaan terpusat dalam dirri kekuasaan kepala daerah. Oleh karena itu peran sosok kepala daerah menjadi strategis dalam menentukan arah kebijakan di daerah.
Dalam perspektif tersebut, bukan berarti kepala daerah tidak perlu menguasai masalah-masalah teknis. Namun, dia harus memiliki pengetahuan yang memadai agar dapat memahami secara tepat konsekuensi dari setiap keputusan yang diambilnya.

Berbagai isu di tingkat daerah, seperti kesemrawutan kota, pelebaran jalan, pencemaran lingkungan, banjir, pembuangan sampah, penataan kota, kerja sama antar daerah, perencanaan kota, dan isu lainnya, dapat diserahkan kepada tenaga ahli atau dilaksanakan melalui kerja sama dengan pihak lain untuk penyelesaiannya. Meskipun demikian, seorang kepala daerah tetap harus memiliki wawasan yang luas dalam memahami konteks, dampak, dan solusi yang tepat dari permasalahan tersebut.

Sebagai contoh, seorang kepala daerah menginstruksikan kepada OPD (organisasi perangkat daerah) terkait untuk memperlebar jalan guna mengurangi kemacetan lalu lintas. Namun, perlebaran jalan dilakukan dengan menutup saluran drainase dan menghilangkan trotoar untuk memberikan ruang lebih bagi jalan, hal tersebut justru mengakibatkan hilangnya akses bagi pejalan kaki sama sekali. Keputusan tersebut, meskipun bertujuan untuk memperlancar lalu lintas, berpotensi menimbulkan masalah baru terkait keselamatan dan kenyamanan pejalan kaki.

Jadi, dalam penyelenggaraan pemerintahan sekarang, seorang kepala daerah selain harus tampil sebagai sosok generalis juga harus memiliki pengetahuan teknis yang berkaitan dengan berbagai sektor pembangunan. Jangan sampai dalam pengambilan keputusan, kebijakan yang diambil justru mengabaikan aspek-aspek teknis yang penting, yang pada akhirnya dapat menimbulkan dampak negatif bagi masyarakat. Sebagai contoh, jika seorang kepala daerah hanya mengandalkan informasi umum tanpa memahami dampak teknis dari setiap kebijakan, maka kebijakan tersebut bisa saja gagal memenuhi tujuan yang diinginkan atau malah menciptakan masalah baru, seperti dalam contoh perlebaran jalan yang mengorbankan akses pejalan kaki.

Untuk itu, seorang kepala daerah perlu memiliki kemampuan untuk berkolaborasi dengan ahli di bidangnya, serta mampu mengintegrasikan perspektif teknis dengan visi jangka panjang daerah. Dengan demikian, keputusan yang diambil tidak hanya mempertimbangkan aspek makro, tetapi juga menyesuaikan dengan kebutuhan dan kondisi lapangan yang nyata. Peningkatan kapasitas teknis kepala daerah juga menjadi kunci untuk menciptakan pemerintahan yang lebih responsif, efektif, dan berkelanjutan.***

*) Guru Besar Ilmu Pemerintahan FISIP Universitas Lampung