Oleh Syarief Makhya*)
Dalam satu bulan ini, pasca pelantikan kepala daerah dan setelah mengikuti retret di Magelang, Gubernur Jawa Barat, Dedi Mulyadi, melakukan blusukan dan terlibat langsung mengatasi berbagai persoalan publik. Ia menangani masalah-masalah seperti sampah, banjir, kemacetan lalu lintas, kebersihan, hingga turun tangan langsung membersihkan saluran air yang tertimbun sampah. Kang Dedi tidak canggung dan terjun langsung ke lapangan, memberikan contoh nyata bagi masyarakat.
Fenomena kepemimpinan Dedi Mulyadi menunjukkan gaya kepemimpinan yang merakyat, mengedepankan keterlibatan langsung dan responsif terhadap masalah – masalah nyata di lapangan. Hal ini juga mencerminkan komitmennya untuk mengatasi masalah publik di Jawa Barat dengan cara yang konkret dan nyata.
Model kepemimpinan Dedi Mulyadi selama ini sangat berbeda dibandingkan dengan kebanyakan kepala daerah lainnya yang cenderung mengikuti pola kepemimpinan yang lebih institusional, birokratis, legalistik, dan formal. Sebaliknya, Dedi tampaknya keluar dari mainstream kepemimpinan yang cenderung mengedepankan pendekatan formal-legalistik seperti yang dipraktikkan oleh banyak kepala daerah lainnya.
Dalam persepsi publik, terdapat dua kecenderungan sikap yang muncul dengan kepemimpinan Pak Dedi. Pertama, ada yang mempersepsikan gaya kepemimpinan Dedi Mulyadi lebih fleksibel dan langsung ini mempermudah proses pengambilan keputusan yang lebih responsif terhadap kebutuhan masyarakat. Kedua, ada yang berpendapat bahwa pendekatan ini bisa berpotensi mengabaikan struktur formal dan prosedural yang dipraktekan dalam penyelenggaraan pemerintahan yang akan berakibat, kehilangan kepercayaan masyarakat terhadap birikrasi pemerintahan.
Kepemimpinan Pemerintahan
Pemerintah daerah sebagai sebuah organisasi dilengkapai dengan struktur organisasi yang lengkap dalam menangani urusan-urusan pemerintahan, pembangunan dan mengatasi masalah-masalah publik. Secara organisasi pemda untuk menggerakan pemerintahan terdapat sekertaris daerah, organisasi perangkat daerah (OPD) , badan – badan, inspektur , bahkan kalau di level pemerintah Kabupaten/Kota sampai pada organisasi pada lapisan bawah yaitu kecamatan atau kelurahan.
Jadi, perangkat kelembagaan daerah inilah yang menanganai urusan-sehari sesuai dengan tugas, pokok dan fungsinya dalam menagani urusan publik. Jika, terjadi banjir maka Badan Penanggulangan Bencana Daerah yang bertanggung jawab mengatasi persoalan tersebut.
Demikian halnya dengan masalah lain seperti kebakaran hutan, pengelolaan sampah, atau masalah kesehatan masyarakat, masing-masing organisasi perangkat daerah memiliki tanggung jawab yang spesifik sesuai dengan bidangnya. Setiap organisasi perangkat daerah (OPD) ini bekerja sesuai dengan kewenangannya dan masalah yang timbul dapat diselesaikan secara efektif dan efisien.
Tugas gubernur atau kepala daerah adalah menggerakkan, menginstruksikan, memberi arahan, serta memgimplementasikan kebijakan dan program pembangunan berjalan sesuai dengan target yang ditetapkan. Kepala daerah juga bertanggung jawab untuk memfasilitasi koordinasi antar lembaga, menyelesaikan masalah sosial-ekonomi, serta meningkatkan kesejahteraan masyarakat.
Jadi, dalam perspektif kepemerintahan pemerintahan, gubernur tidak perlu melakukan perilaku kepemimpinan yang berlebihan dengan cara mencitrakan dirinya sebagai kepela daerah yang peduli, melakukan terobosan, dekat dengan rakyat, dan resposif terhadap persoalan publik dengan cara melabrak tugas-tugas rutin birokrasi pemerintahan daerah. Namun, gubernur atau kepala daerah justru harus mengevaluasi kinerja OPD mengapa meraka tidak tanggap, tidak cepat ngambil keputusan, atau tidak sensitif terhadap persoalan publik. Gubernur bisa memberi sanksi terhadap OPD yang tidak melakukan peran dan fungsinya dengan baik, bahkan gubernur bisa mengganti pejabat daerah setingkal eselon 2 jika tidak mampu mengimplementasikan visi,misi dan progranm kerja kepala daerah.
Dengan demikian, secara konsep kepemimpinan pemerintahan kepala daerah adalah kapasitas untuk menggerakan mesin birokrasi pemerintahan dalam memecahkan masalah publik dan mentargetkan pencapai visi, misi, dan program kerja kepala daerah. Ini berarti kepemimpinan pemerintahan Dedi Mulyadi salah konsep ?
*) Dr.Syarief Makhya adalah Dosen Jurusan Ilmu Pemerintahan FISIP Universitas Lampung