Handrawan Nadesul
Ada banyak cerita duka di dunia akibat Covid-19. Hari-hari ini terkesan Covid-19 semakin menjadikan nyawa kita murah, sangat murah, seolah sedang mempermurah kita kehilangannya, melihat demikian entengnya dia merenggutnya.
Saya melihat kenyataan miris itu, lebih disebabkan lantaran kekeliruan kita melindungi aset biologik tubuh kita sendiri yang di mata Covid-19 demikian rentan untuk diruntuhkan.
Masih banyak masyarakat dunia yang belum genap tahu seberapa besar celah Covid-19 menerobos masuk membongkar sosok biologik tubuh kita. Masker, jaga jarak, cuci tangan belum seratus persen melindungi. Masih banyak celah yang meloloskan Covid-19 sehingga meruntuhkan biologik tubuh kita itulah yang mengantarkan orang-orang seakan sedang menyerahkan nyawanya. Korban yang masih muda belia, dan begitu banyak anak secara serempak menjadi yatim-piatu.
Sesadis itu Covid-19 kesan kita. Mungkin bukan itu. Kekeliruan persepsi kita lantaran kita belum penuh memanfaatkan pengetahuan bagaimana Covid-19 masih memiliki celah menerobos masuk tubuh kita. Masyarakat belum semua genap tahu celah besar itu masih menghadang mereka, sehingga masih sebagian besar harus kehilangan nyawa secara konyol, karena sesungguhnyalah belum tentu harus terjadi.
Masyarakat belum sepenuhnya siap diberi kelonggaran memasuki kehidupan normal baru, ketika sekarang bermunculan cluster Covid19 baru di pabrik, kantor, cafe, persekutuan ibadah, dan tempat keramaian, serta di tempat-tempat publik berkerumun.
Celah besar itu bisa berasal dari masker. Pelindung biologik kita memang banyak mengandalkan dari masker. Kalau kewajiban memakai masker saja masih dilanggar, kalau pilihan masker masih dari bahan asalan, kalau teknik melepas dan merawat masker belum tepat, dan belum sepenuhnya memahami kalau Covid-19 masih mudah terbawa pulang ke rumah — itu kendala besar masih sukar berharap grafik epidemiologi Covid-19 akan melandai.
Angka kejadian Covid-19 terus tinggi kalau bukan meningkat kembali. Kasus baru kembali bermunculan di Cina, Jepang, Brasil, bahkan Amerika Serikat (New York) sehari kemarin dulu muncul 50 ribu kasus baru. Bukankah ini pembelajaran sangat mahal kalau kebijakan melonggarkan publik dan cuek terhadap cara pelrindungan biologik tubuh yang benar masih dilanggar, akan begini akibatnya.
Di pasar-pasar, di lingkungan masyarakat yang kurang paham, bergelimpangan kasus baru. Bahkan 22 karyawan pabrik Unilever Cikarang kemarin kedapatan positif Covid-19. Bulan lalu wisatawan bermobil ke Puncak kedapatan 19 postif dari sample acak. Betapa mengerikannya, fakta itu membuktikan bahwa di sekitar kita, yang tidak terlihat itu, masih banyak orang pembawa Covid-19.
Kasihan kalau masyarakat menjadi korban lantaran kekurangtahuan bahwa sebetulnya masih banyak adanya celah besar Covid-19 menerobos meruntuhkan biologik tubuh kita. Kasihan mereka yang hanya memakai masker kalau ada razia. Bahwa ada juga level masyaralat yang sudah paham cara penularan namun masih melanggar protokol kesehatan, sebagau sebuah kenekatan pribadi. Sikap yang ingin coba-coba dan sedang memutar rollet kematiannya sendiri.
Sekali lagi bagi masyarakat yang tidak bisa tidak harus memasuki kehidupan normal baru karena kepentingan asap dapur, beri tahu mereka agar bersungguh-sungguhlah mengandalkan pemakaian masker. Bukan saja cara pakai, melainkan juga pilihan masker yang tepat. Memakai masker harus rapat atas bawah tidak boleh ada celah. Bahkan perlu dibantu pelindung muka (face shield) bagi yang banyak berhadapan dengan orang lain, masker yang terstandard medis, karena asal sekadar masker, sebut saja masker kain sekitar 40 persen masih meloloskan Covid-19 menerobos, masker kain 3 lapis masih meloloskan 30 persen, selain semakin tebal masker makin mengurangi asupan oksigen sehingga darah kekurangan oksigen (hypoxia) dan atau keracunan CO2 karena udara keluar napas menumpuk di masker (hypercapnia), sama-sama tidak menyehatkan.
Lain dari itu, selama berada di tempat publik perhatikan pula arah dan kekencangan hembusan angin dari depan kita, sentrongan dari mana arah angin AC di restoran, di tempat publik, dan seberapa banyak orang berbicara, bernyanyi, batuk atau bersin, seberapa padat populasi Covid-19 (viral load).
Semburan droplet halus microdroplets, fine mist dari sekadar hembusan napas sebagai aerosols pun sudah berpotensi, bila keluar dari pembawa Covid-19. Makin lama kita berada di lingkungan tersebut, makin padat populasi Covid-19, makin besar potensi tertular. Potenti sudah memakai pelindung wajah, masker, dan menjaga jarak saja pun, masih ada celah kita tertular, apalagi kalau kurang tepat memakai dan pilihan pelindungnya, apalagi kalau sama sekali tanpa pelindung itu semua.
Prinsip kita berperang melawan Covid-19, bunuh Covid selagi masih di luar tubuh. Yakni ketika Covid-19 masih berkeliaran di sekitar kita, dengan mematuhi protokol kesehatan. Susah kalau Covid-19 sudah telanjur memasuki tubuh selain berisiko merenggut nyawa kita.
Dengan tidak membiarkan Covid-19 memasuki tubuh, berarti tidak muncul kasus baru, yang berarti Covid-19 tidak sempat menambah populasinya dengan mendapat peluang berbiak di tubuh baru. Ini perlu dipahami. Munculnya kasus baru, berarti menambah banyak populasi Covid-19.
Hal lain ihwal teknik melepaskan masker sehabis dipakai. Jangan sentuh bagian permukaan masker yang diduga sudah menempel Covid-19, diasumsikan begitu. Demikian pula tidak menyentuh bagian permukaan dalam masker, karena mana tahu kita sebagai pemakainya tanpa sadar apalagi kalau sudah tahu positif, di situ Covid-19 sudah banyak menempel. Menyentuhnya berarti mencemari jemari tangan kita. Selain itu basuhlah secara benar masker yang bisa tidak sekali pakai (non-disposable), dengan air mengalir dan sabun.
Celah besar lain Covid-19 mendapatkan peluang berpindah ke tubuh lain, bila pulang ke rumah tanpa sadar membawanya pada pakaian, rambut, kulit, dan alas kaki. Di situ Covid-19 berpotensi ikut pulang memasuki rumah. Konyol bagi orang di rumah, para orangtua mereka yang sudah sepuh, yang taat aturan tidak keluar rumah, tapi ada pihak yang membawa oleh-oleh Covid-19 sehingga nasibnya menjadi sama dengan mereka yang keluar rumah. Bukankah ini kekonyolan yang tidak perlu terjadi. Pihak luar itu bisa sopir, asisten rumah tangga, anak sendiri, atau tamu yang tidak memahami benar bagaimana Covid-19 berpotensi ditularkan.
Hanya bila kita memahami semua ini, kiranya kita tidak semakin menjadikan Covid-19 semakin mempermudah kita kehilangan nyawa.
*Handawan Nadesul, dokter dan penyair