TERASLAMPUNG.COM — Pascapembakaran kapal milik perusahaan penambang pasir di pesisir Lampung Timur pada Jumat pekan lalu (7/3/2020), seorang nelayan Lampung Timur ditangkap polisi. Namun, penjemputan nelayan itu diprotes Ketua Komisi II DPRD Lampung Wahrul Fauzi Silalahi.
Wahrul mengecam dan menyayangkan tindakan yang diduga dilakukan oknum aparat kepolisian yang menggunakan laras panjang saat menjemput paksa seorang nelayan Desa Margasari, Kuala Penet, Labuhan Maringgai, Lampung Timur pada Kamis (12/3/2020), pukul 17.45 WIB.
Disinyalir, penjemputan paksa terhadap nelayan tersebut buntut pembakaran kapal penambang pasir laut di perairan Pulau Sekopong, Kabupaten Lampung Timur, Jumat pekan lalu (7/3/2020).
“Seharusnya pihak polisi melakukan standar HAM dalam melakukan proses hukum, kenapa menggunakan laras panjang. Sudah seperti mau menangkap teroris.
Semestinya terlebih dahulu pihak kepolisian melakukan pemanggilan melalui surat. Kalau dipanggil pakai surat kan bisa dihadiri panggilannya. Jangan arogan seperti itu. Polisi modern yang menjunjung tinggi korps sekarang tidak boleh lagi menggunakan cara arogan di era sekarang ini,” kata Wahrul, Jumat (14/3/2020).
Wahrul menilai, pembakaran yang dilakukan nelayan merupakan bentuk akumulasi kekecewaan nelayan.
“Harapan kita, ke depan polisi lebih humanis lah. Apalagi itu nelayan – nelayan kita yang baik. Mereka punya niat lurus untuk menjaga kelestarian, jangan di kriminilasasi,” kata dia.
Seperti diketahui. pascapembakaran kapal penyedot pasir laut, sejumlah orang bersenjata laras panjang menjemput paksa seorang nelayan Desa Margasari, Kuala Penat, Labuhan Maringgai, Kabupaten Lampung Timur, Kamis (12/3), pukul 17.45 WIB.
Wahyu, Kepala Desa Margasari, mengatakan, berdasarkan keterangan istri SAF, inisial nelayan tersebut, suaminya dibawa paksa sejumlah orang bersenjata tajam dari jalan di Desa Mendala Sari, Matarambaru, Kabupaten Lampung Timur.
Saat itu, SAF bersama keluarganya naik mobil pribadi hendak hendak merayakan ulang tahun anaknya keluar desa mereka.
Orang-orang bersenjata yang belum diketahui identitasnya lalu membawa SAF dengan mobil mereka.
Seorang aparat kepolisian mengemudikan kendaraan keluarga SAF ke Mapolsek Labuhan Maringgai.
Wahyu menjemput istri dan anak SAF ke Mapolsek Labuhan Maringgai. Dia mengaku belum tahu siapa yang membawa paksa SAF karena tidak ada surat maupun keterangan lainnya.