Bambang Satiaji/Teraslampung.com
Jakarta—Wacana pembentukan poros tengah seperti pernah terjadi pada pascapemilu 1999, ditolak Ketua Umum PBNU KH Said Aqil Siroj. Menurut Said Aqil, pembentukan poros tengah untuk menampung aspirasi partai-partai Islam bisa menimbulkan dikotomi Islam—nonIslam dan terkesan menjadi primordial.
Said Aqil menegaskan, hubungan antara agama dan negara sudah selesai di Indonesia sehingga tidak relevan lagi dikotomi antara kelompok agama dengan kelompok nasionalis. “Di Indonesia, persoalan mendasar kenegaraan tersebut sudah selesai, tinggal bagaimana menyejahterakan rakyat,” kata dia Sabtu lalu (12/4).
Kondisi Indonesia saat ini, menurut Said Aqil, berbeda dengan di Timur Tengah, yang hingga kini belum menemukan titik temu sehingga menyebabkan konflik antaragama dan negara.
“Yang penting kepentingan bangsa didahulukan, karena kalau negara maju, umat Islam sebagai mayoritas juga akan maju,” tambah Said Aqil.
Ketua PBNU itu menegaskan PBNU tidak ikut dalam politik praktis dan tidak akan mau diseret dalam urusan internal politik partai tertntu, terutama PKB.
Said Aqil mengatakan NU memiliki agenda yang lebih besar dari partai politik karena urusan NU bukan soal kekuasaan, melainkan soal kebangsaan.
Koalisi partai Islam yang disebut sebagai poros tengah pernah ‘jaya’ pada pascapemilu 2009. Di bawah komandan tokoh PAN Amien Rais dan mendapatkan dukungan tokoh PBB Hartono Mardjono dan Yusril Ihza Mahendra, poros tengah berhasil mengantarkan K.H. Abdurrahman Wahid alias Gus Dur sebagai Presiden RI pada Sidang MPR.
Kala itu Presiden masih dipilih oleh MPR. PDIP sebagai pemenang Pemilu 2009 pun harus menerima kenyataan gagal mendudukkan Megawati sebagai Presiden. Namun, paradoks kemudian terjadi: Gus Dur dilengserkan oleh kelompok poros tengah dalam Sidang Istimwa MPR yang dipimpin Amien Rais.