Khawatir Tsunami Susulan, Ratusan Warga Pesisir Kalianda Bertahan di Gunung Rajabasa

Warga yang terkena dampak gelombang tsunami di pesisir Kalianda, Lampung Selatan yang memilih tetap mengungsi di lereng kaki gunung rajabasa.menggunakan tenda terpal seadanya.
Warga yang terkena dampak gelombang tsunami di pesisir Kalianda, Lampung Selatan yang memilih tetap mengungsi di lereng kaki gunung rajabasa.menggunakan tenda terpal seadanya.
Bagikan/Suka/Tweet:

Zainal Asikin | Teraslampung.com

LAMPUNG SELATAN — Sepekan pasca-tsunami Selat Sunda di wilayah pesisir Kalianda Lampung Selatan pada Sabtu 22 Desember 2018 malam, ratusan pengungsi warga Desa Sukaraja, Way Muli dan Way Muli Timur, Kecamatan Rajabasa memilih tetap bertahan di pengungsian di kaki lereng Gunung Rajabasa.

Hal tersebut dikarenakan, masih trauma jika terjadi adanya tsunami susulan mengingat kejadian gelombang tsunami yang menghantam rumah mereka hingga porak-poranda dan rata dengan tanah. Selain itu juga, rasa kekhawatiran mereka dikarenakan  Gunung Anak Krakatau (GAK) masih menunjukkan aktivitasnya.

Pantauan teraslampung.com di lokasi pengungsian, ratusan warga Desa Sukaraja, Way Muli dan Way Muli Timur mulai dari orangtua, anak-anak dan balita enggan turun dari lereng kaki gunung rajabasa dan memilih tetap bertahan di tenda-tenda pengungsian sederhana yang hanya terbuat dari terpal meski harus menahan dingin.

“Saya masih takut untuk turun dari kaki gunung rajabasa ini, ya masih trauma kalau inget kejadian gelombang tsunami. Apalagi Gunung Anak Krakatau (GAK) masih aktif, jadi takut kalau ada tsunami susulan makanya saya memilih tetap bertahan di sini meski dengan tenda terpal seadanya. Kalau malam, terasa dingin sekali soalnya tendanya kan nggak ada tutupnya depan dan belakang,”kata Bakri (48), warga Dusun Pangkul, Desa Sukaraja, Rajabasa kepada teraslampung.com saat ditemui di tenda tempatnya mengungsi di lereng kaki gunung rajabasa, Sabtu 29 Desember 2018.

BACA: Status Gunung Anak Krakatau Naik Jadi Siaga, Radius Berbahaya Diperluas Jadi Lima Km

Bakri menuturkan, gelombang tsunami tersebut, telah meluluhlantakkan bangunan rumahnya dan juga perahu miliknya yang biasa ia gunakan sehari-heri untuk usaha mencari ikan di perairan pesisir Kalianda.

“Rumah saya hancur dan sudah rata dengan tanah, dan perahu juga hancur. Semua isi yang ada di dalam rumah, tidak ada yang bisa diselamatkan sama sekali. Ya alhamdulillah, dua hari setelah kejadian itu, dapat bantuan pakaian dan makanan dari para relawan,”ucapnya.

Menurut pria yang kesehariannya sebagai nelayan ini juga mengatakan, saat peristiwa gelombang tsunami, beruntung ia bersama istri dan anak-anaknya selamat dari peristiwa itu meski harus berlarian sampai terjatuh untuk menyelamatkan diri menuju kaki lereng gunung rajabasa.

“Saat kejadian itu, sama sekali tidak ada tanda-tandanya kalau mau terjadi tsunami. Tiba-tiba saja air langsung masuk rumah, lalu datang gelombang tinggi. Malam itu, saya langsung lari sama keluarga sembari teriak ada tsunami menuju ke dataran tinggi gunung rajabasa,”ungkapnya.

Keesokan harinya, Minggu pagi 23 Desember 2018, lanjut Bakri, barulah ia mencoba turun dari lereng kaki gunung untuk melihat rumahnya. Saat dilihatnya, bangunan rumah miliknya sudah rata dengan tanah. Menurunya, ada juga beberapa rumah milik warga lainnya yang rusak dihantam gelombang tsunami itu.

“Saya berharap supaya cepat ada kepastian kalau situasinya benar-benar sudah aman, agar kami tidak merasa ketakutan dan sampai kapan harus menunggu dan mengungsi seperti ini,”terangnya.

BACA: Letusan Gunung Anak Krakatau Bercampur Air, Menuju Segala Arah

Hal senada juga dikatakan oleh warga lainnya, Marwiyah (47), warga Desa Sukaraja, Kecamatan Rajabasa saat di temui di tenda pengungsiannya. Meski sebagian rumah miliknya hancur diterjang gelombang tsunami, namun ia juga masih mengalami trauma dan memilih untuk tetap mengungsi di lereng kaki gunung rajabasa meski hanya dengan tenda seadanya.

“Masih takut kalau mau turun ke bawah lihat kondisi rumah, ya takutnya kalau ada tsunami susulan aja. Apalagi kabarnya, GAK masih aktif makanya saya tetap disini saja biar aman,”ungkapnya.

Sementara menurut Sumartijo (60), warga Desa Way Muli, Kecamatan Rajabasa mengatakan hal serupa, bahwa ia bersama istri dan kedua anaknya yang selamat dari peristiwa gelombang tsunami itu masih merasakan ketakutan dan trauma jika terjadi tsunami susulan.

“Sampai saat ini, terus terang saja kami sekeluarga masih merasa takut dan trauma. Makanya kami memilih tetap bertahan di tenda pengungsian di kaki gunung rajabasa ini, ya meski hanya dengan seadanya,” kata dia.

Warga yang menjadi korban akibat terkena dampak gelombang tsunami yang sampai saat ini masih tetap mengungsi di dataran tinggi di lereng kaki gunung rajabasa tersebut berharap, agar kiranya segera mendapat kepastian dari pemerintah mengenai situasi terkini pasca terjadinya gelombang tsunami dan benar-benar dinyatakan aman.