TERASLAMPUNG.COM — Pemkot Bandarlampung kembali membangun jalan layang (fly over). Kali ini pembangunan jalan layang dilakukan di ruas Jalan Gajah Mada-Jalan Pangeran Antasari Bandarlampung yang selama ini terkenal sebagai kawasan rawan macet.
Sayangnya, pembangunan fly over di ruas jalan tersebut kurang sosialisasi. Hal itulah yang menjadi sorotan Komisi Informasi (KI) Lampung.
“Kami mempertanyakan beberapa kebijakan Pemkot Bandar Lampung yang tidak tersosialisasi dengan baik sehingga berpotensi menimbulkan sikap apatisme masyarakat terhadap pembangunan. Salah satunya adalah pembangunan Fly Over Jalan Gajah Mada-Jalan Pangeran Antasari,” kata Ketua KI Lampung, Dery Hendryan, dalam rilis yang dikirim ke Teraslampung.Kamis (9/6).
Dery menegaskan, publik memiliki hak untuk tahu (right to know) terkait pembuatan kebijakan publik. Sebab itu, kata Dery, seharusnya Pemkot Bandarlampung memberikan sosialisasi yang baik kepada masyarakat mengenai rencana pembangunan jalan layang tersebut.
Menurut Dery, proses dan alasan pengambilan kebijakan publik merupakan hak masyarakat yang dijamin Pasal 3 dan 4 UU 14/2008 tentang Keterbukaan Informasi Publik (KIP).
Publik, kata Dery, berhak tahu rincian rencana pembangunan seluruh infrastruktur yang ada mulai dari perencanaan sampai pengerjaan. Termasuk terkait dengan pertanyaan publik mengapa tidak ada space untuk pedestrian atau pejalan kaki dari rencana pelebaran Jalan Gajah Mada.
“Pemkot Bandarlampung harus menjelaskan kepada publik konsep dan tujuan serta alasan dibangunnya fly over tersebut. Dan mengapa pemkot hanya mengutamakan arus lalu lintas kendaraan tetapi menafikan hak pejalan kaki apalagi hak bagi penyandang disabilitas,” katanya.
Dery mengatakan keterbukaan informasi dan sosialisasi sesungguhnya dibutuhkan dalam penyelenggaraan negara yang demokratis dan transparan sebagai upaya membuka ruang partisipasi publik seluas-luasnya.
“Sehingga, apa pun yg dilakukan pemkot pada akhirnya bermanfaat bagi masyarakat, bukan malah sebaliknya,” kata dia.
Dery mengingatkan, semua badan publik — termasuk Pemkot Bandarlampung– mesti paham adanya potensi jerat pidana bagi penyelenggara negara yang tidak menyediakan informasi publik secara berkala, sertamerta, tersedia setiap saat dan merugikan kepentingan publik.
“Hal itu diatur secara tegas dalam pasal 52 UU KIP,” Dery menandaskan.
TL/Rl/Mas Alina Arifin