TERASLAMPUNG.COM—Sebelum terkenal Lamphong, gang ini awalnya bernama Lamthong. Sedangkan nama Lamthong adalah sebuah perusahaan otubis (PO) milik Said, warga muslim Tionghoa.
Sejak 1973, masyarakat mengenal Gang Lamphong, untuk menggantikan Lamthong karena tak ada lagi usaha bis umum. Gang ini berada di Jalan Hasanuddin, Telukbetung, Bandarlampung.
Sebuah gapura berhias siger persis di depan gang bertuliskan Gang Lamphong, bagian dari wilayah Kelurahan Gunung Mas.
Lamphong merujuk pada pribumi Lampung. Tetapi tidak berarti, bahwa penduduk Gang Lamphong mayoritas beretnis Lampung.
Penamaan Lamphong ibarat prasasti kisah-kasih atas ikatakan perkawinan antara muli Lampung bernama Maryamah dengan pria keturunan Tionghoa. Setelah perkawinan, sang pria memeluk Islam dan mengganti namanya menjadi Said.
Keluarga Said adalah pengusaha bus. Perusahaannya bernama Lamthong. Ternyata nama PO Bus ini memiliki singkatan, yang bila didengar bisa membuat orang tersenyum.
Menurut saudara dari keluarga Said, Lamthong sejatinya berasal dari kependekan Islam Sepotong. Boleh jadi, ini hanya gurauan atau kepintaran orang untuk mengartikan Lamthong.
Sedangkan versi lain, Lamthong adalah kependekan dari Lampung dan Tinghoa. Namun warga setempat mengakui kalau Gang Lamphong ini berasal dari Gang Lamthong, diambil dari PO Bus Lamthong yang pernah terkenal sekitar tahun 1950 hingga 1970-an.
Keberadaan Gang Lamphong di Jalan Hasanuddin, Telukbetung. Dari Bandarlampung ikuti Jalan Diponegoro dan lurus saja hingga menemui Tugu Siger dan Tugu Angkatan 66.
Sebelum Rumah Sakit Santa Anna, sebuah gapura terpampang. Di atas gapura tertulis Gang Lamphong. Inilah kawasan yang dulu sebagai tempatnya PO Bus Lamthong.
Semasa kolonial Belanda hingga pendudukan Jepang, daerah ini dijadikan parkir kendaraan berat. Setelah meredeka, kepemilikan diambil-alih kemudian di bawah pengelolaan Dinas Pekerjaan Umum.
Said, keturunan Tionghoa, menikahi perempuan pribumi Lampung, sebagai pemilik 16 bus antarkabupaten tersebut.
Ke 16 bus Lamthong selepas trayek lalu dikandangkan di daerah ini. Sementara rumah pemilik PO Bus Lamthong berada di bagian dalam.
Buah dari pembauran Tionghoa dan pribumi Lampung inilah, cikal-bakal nama perusahaan otobus Lamthong.
Menurut Siti Ariani, warga Gang Lamphong sekaligus masih keluarga dari Said, baik Lamthong ataupun Lamphong sampai kini masih melekat pada kawasan ini. Warga setempat sepertinya tak ingin mengganti dengan nama gang yang lain.
Sebagai keluarga pengusaha PO Bus Lamthong, Siti merasa bangga dengan nama Lamphong menjadi nama gang. Setidaknya, untuk mengingatkan adanya pembauran antara pribumi dan keturunan Cina.
Pembauran, menurut dia, sangat positif. Artinya, di negara yang sudah meredeka semestinya tak ada lagi diskriminasi ataupun perbedaan etnis maupun agama. Seperti Said, keturunan China, mau menikahi perempuan pribumi.
“Jadilah Lampung dan Tionghoa, yang disingkat Lamphong. Atau ada yang bilang Islam Tionghoa. Tapi, apa pun orang mengartikan, yang jelas sampai kini gang ini bernama Lamphong,” katanya.
Kini Gang Lamphong dihuni oleh beragam suku yang ada di Tanah Air. Meski begitu, tidak sedikit warga di sini masih ada darah Cina ataupun Batak.
Pembauran dan keragaman suku maupun agama, berlangsung dengan aman. Sebagaimana filosofi dari keinginan penamaan Lamphong, bahwa inilah tanah Lampung dan di sini pula bumi dipijak langit dijunjung.
Gang Lamthong atau Gang Lamphong memang punya sejarah panjang dari kisah-kasih perempuan Lampung dan lelaki Tionghoa.
Isbedy Stiawan ZS