TERASLAMPUNG.COM — Penggunaan batubara sebagai sumber energi banyak menyulut polemik. Salah satunya adalah karena dampak buruk penambangan batu bara bagi lingkungan, polusi, kerusakan jalan yang dipakai untuk distribusi, dan pencemaran yang mengganggu kesehatan.
Terkait hal itu, Komunitas Lampung Peduli Geosfer menolak batubara karena dinilai sebagai energi kotor yang sangat tidak ramah lingkungan.
“Untuk kasus Lampung, batubara dikirim dari pusat pertambangan milik PT Bukit Asam (PTBA) diangkut menggunakan Kereta Api yang biasa disebut babaranjang (batubara rangkaian panjang) milik PT KAI, dikirim melintasi beberapa kabupaten dan kota di Provinsi Lampung dan selalu menimbulkan kemacetan setiap melintasi Kota Bandarlampung,” kata Heri Maryanto, Koordinator Komunitas Lampung Peduli Geosfer, Selasa, 2 April 2019.
Heri mengatakan, batubara milik PTBA dari Sumsel dibawa ke Lampung dan disimpan di Stokpile Tarahan,Kota Bandarlampung yang berbatasan dengan Kabupaten Lampung Selatan.
“Setelah tiba di stokpile proses bongkar muat meimbulkan debu terbang yang menyebabkan polusi udara yang berbahaya bagi kesehatan masyarakat sekitar. Dalam proses pengangkutan sebelum digunakan sebagai bahan bakar PLTU diangkut langsung dari stokpile PT BA yang jaraknya berdekatan dengan PLTU Tarahan menggunakan compayor melintasi jalan raya yang sudah tentu membahayakan bagi pengguna jalan yang melintas di bawahnya,”kata Heri.
Selain itu, kata Heri, limbah pembuangan air bahang yang menyebakan peningkatan suhu air laut.
“Itu tentu saja merusak biota laut dan mengganggu ekosistem laut sehingga sangat merugikan masyarakat nelayan sekitar akibat menurunnya hasil tangkap. Sumber mata pencaharian nelayan pun terancam. Jadi, stop PLTU batubara sekarang juga. Mulailah gunakan energi terbarukan untu Indonesia bersih,” tandasnya.