Feaby/Teraslampung.com
Rapat Dengar Pendapat antara Panitia Kerja Badan Anggaran DPRD dengan Tim Anggaran Eksekutif membahas ‘disetopnya’ gaji berikut pemangkasan pagu anggaran DPRD hingga menjadi Rp.7,5 Miliar, Selasa (20/1). |
KOTABUMI--Bak bara dalam sekam. Mungkin inilah pepatah yang tepat untuk menggambarkan hubungan antara eksekutif dengan DPRD Lampung Utara (Lampura)/.Setelah sempat mencapai puncaknya dengan gagalnya pengesahan Rancangan Peraturan Daerah Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (RAPBD) Lampura tahun anggaran 2015, kini ‘konflik’ tersebut kembali meruncing.
Kembali meruncingnya konflik antara dua pihak yang sejatinya bagian sangat penting dari Pemkab itu diduga akibat ‘ditahannya’ seluruh gaji anggota legislatif (aleg) Lampura yang diduga sengaja dilakukan oleh kalangan eksekutif. Itu dilakukan sebagai respon atas tidak disahkannya RAPBD 2015. Tak berhenti sampai di situ, bahkan pagu anggaran Sekretariat DPRD tahun 2015 yang sedianya mencapai Rp.17,4 Miliar jika mengacu pada tahun anggaran 2014 ‘dipangkas’ habis menjadi Rp.7,5 miliar.
Mendapati perlakuan seperti itu, kalangan legislatif melalui Panitia Kerja Badan Anggaran (Panja Banang) segera meresponnya dengan memanggil Tim Anggaran eksekutif untuk meminta kejelasan mengenai dasar hukum ‘penahanan’ gaji anggota DPRD berikut ‘pemangkasan’ pagu anggaran Sekretariat DPRD, Selasa (20/1) sekitar pukul 10:30 WIB.
Sayangnya, Rapat Dengar Pendapat (RDP) yang dipimpin oleh Wakil Ketua II, M.Yusrizal tersebut mengalami kebuntuan alias Deadlock. Laju RDP sendiri berjalan sengit dan cenderung memanas. Lantaran kedua belah pihak sama – sama ngotot mempertahankan pada pendapatnya masing – masing mengenai kedua persoalan dimaksud.
Eksekutif bersikeras bahwa pihaknya belum berani membayarkan gaji Aleg dikarenakan aturan mengharuskan demikian. Pihak Eksekutif menganggap bahwa ‘penundaan’ gaji Aleg ini sebagai bentuk sanksi administratif atas tidak disahkannya RAPBD 2015 seperti yang diatur dalam Undang – Undang (UU) nomor 23/2014 tentang Pemerintah Daerah.
“Kami ini orang keuangan harus kaku. Karena kalau ngelanggar hukum maka konsekuensinya juga akan bersinggungan dengan hukum,” papar Sekretaris Tim Anggaran Eksekutif yang sekaligus menjabat sebagai Kepala Badan Pengelolaan Keuangan dan Aset (BPKA), Budi Utomo.
Sementara mengenai alasan ‘pemangkasan’ pagu anggaran Sekretariat DPRD, Budi berkilah hal itu tidak hanya terjadi pada Sekretariat Dewan tapi terjadi juga pada seluruh Satuan Kerja (Satker) yang ada. Sebab, akibat gagalnya pengesahan RAPBD 2015 yang totalnya mencapai Rp.1,4 Triliun, sejumlah anggaran harus mengalami penyesuaian sebagai konsekuensi atas digunakannya Peraturan Bupati pengganti APBD 2015.
Akibat penggunaan Perbup yang tengah dievaluasi oleh Gubernur tersebut maka terjadi selisih anggaran sekitar Rp.200 Miliar. Sebab, besaran pagu anggaran Perbup ini harus mengacu pada besaran pagu APBD tahun 2014 silam sebesar Rp. 1,2 Triliun.
“Karena kenaikan gaji PNS sebesar 6 persen tidak dikirim pusat, gaji CPNS K2 (Calon Pegawai Negeri Sipil Kategori II) tidak ditransfer dari pusat, dan pengembalian anggaran desa sebesar 10 persen dari anggaran perimbangan maka setiap Satker termasuk DPRD harus dipangkas,” dalihnya.
Pernyataan Budi Utomo ini menyulut emosi sejumlah Aleg yang hadir. Joni Saputra misalnya, menyatakan apa yang dilakukan oleh kalangan eksekutif ini sangat kurang bijaksana dan dapat membuat ‘konflik’ antara DPRD dan pihak eksekutif semakin berkepanjangan. Terlebih, apa yang dilakukan oleh pihak eksekutif belum jelas landasan hukumnya dan Gubernur Lampung pun menyatakan tidak boleh ada anggaran yang dikurangi dalam Perbup dimaksud.
“Gaji itu hak. Kalau melanggar aturan, dasar hukumnya mana?. Pemangkasan pagu Sekretariat DPRD hingga Rp.7,5 Miliar juga dasar hukumnya enggak jelas,” kritiknya dengan nada keras.
Sementara, Ketua Komisi I DPRD, Guntur Laksana menandaskan tidak semestinya Pemkab melakukan hal dimaksud. Karena itu sama saja membuat hubungan DPRD dan Pemkab semakin tidak harmonis. Seyogyanya, menurut Guntur, pihak eksekutif menjalin hubungan yang lebih harmonis dengan pihak DPRD pasca kegagalan pengesahan RAPBD 2015 dan bukan sebaliknya.
“Mestinya kalau komunikasi kita tidak jalan, jalin dong komunikasi yang lebih baik dengan DPRD. Mana dasar hukumnya gaji disetop, pagu dikurangi itu. Kalau seperti ini bisa timbul perang lagi,” beber dia.
Ketua Komisi III DPRD, Nurdin Habim menegaskan bahwa seyogyanya Pemkab membayarkan gaji para Aleg. Sebab, jika pun sanksi itu harus diberlakukan maka semestinya terhitung sejak tahun 2015 bukan tahun 2014. Sedangkan mengenai ‘pemangkasan’ pagu Sekretariat DPRD, politis asal Partai Gerindra ini menandaskan bila besaran pagu itu tak akan mampu menopang seluruh program atau kegiatan DPRD yang notabene untuk kepentingan rakyat.
“Dengan Rp.7,5 Miliar itu, jungkir balik pun dunia ini enggak cukup untuk mengcover (menopang) semua program atau kegiatan DPRD,” tukasnya dengan lantang.
RDP ini ditutup tanpa menghasilkan keputusan apapun. Namun demikian, Panja Banggar bersama kalangan eksekutif yang hadir sepakat kembali mengagendakan RDP di waktu dekat. Dimana pada RDP mendatang, pihak DPRD meminta Ketua Tim Anggaran eksekutif (Sekretaris Kabupaten) ikut hadir dalam rapat.