Zainal Asikin/Teraslampung.com
BANDARLAMPUNG-Tarmuzi (33) salah satu dari dua orang warga Pekon (Desa) Pemerihan, Bengkunat Belimbing, Lampung Barat yang menjadi korban salah tangkap, dan penganiayaan diduga dilakukan oknum anggota polisi meninggal dunia di Rumah Sakit Abdoel Muluk (RSUAM), Jumat (23/10) sekitar pukul 06.00 WIB.
Tarmuzi sempat koma selama tiga hari, akibat luka yang cukup parah dibagian kepala hingga gegar otak. Luka tersebut, diduga akibat penganiayaan yang dilakukan oknum polisi yang menangkapnya.
Polisi menangkap Tarmuzi dan temannya Suparto, atas sangkaan tewasnya gajah bernama Yongki di Taman Nasional Bukit Barisan (TNBBS) beberapa waktu lalu.
Selain Tarmuzi, dua warga lainnya Samingun (33) dan Suparto (35) mengalami hal serupa. Keduanya juga, menjadi korban salah tangkap dan penganiayaan diduga dilakukan oknum anggota polisi. Keduanya mengalami luka memar dimata sebelah kanan bawah, telinga dan kaki.
Dengan tewasnya Tarmuzi, istri korban bernama Kari (27) bersama korban Suparto bersama istrinya Hartini (27) dan beberapa kerabatnya dengan didampingi kuasa hukumnya Yuntoro dan Tomy kembali mendatangi Polda Lampung.
Istri korban Kari mengatakan, dengan meninggalnya Tarmuzi suaminya, ia meminta perlindungan hukum dan keadilan sama pak Kapolda Lampung, Brigjen Pol Edwar Syah Pernong atas tindakan anggotanya yang sudah bertindak sewenang-wenang terhadap suaminya hingga meninggal duniaya
akibat dugaan salah tangkap dan penganiayaan.
“Saya minta keadilan sama pak Kapolda, degan meninggalnya suami saya yang tidak wajar akibat salah tangkap dan dianiaya dengan anggotanya. Ya mudah-mudahan saja Pak Kapolda mau menerima keluhan dan derita saya,”ujar Karti sambil menangis di ruang Lobi Mapolda Lampung, Jumat (23/10).
Menurutnya, awalnya suaminya keluar dari rumah berangkat kerja dalam kondisi sehat. Tapi pada kenyataannya, ia mendapatkan kabar kalau Tarmuzi suaminya sudah berada di Rumah Sakit Umum Daerah (RSUD) Liwa dengan kondisi yang sudah sekarat.
“Karena sudah kondisinya parah, lalu saya membawa suami saya dirawat ke Rumah Sakit Abdoel Moeloek Bandarlampung hingga akhirnya meninggal Jumat pagi tadi sekitar pukul 06.00 WIB. Kalau luka-lukanya di wajahnya gosong, telinga, leher luka lebam dan hasil scaning dokter, suami saya gegar otak parah,”ujarnya. (Baca Juga: Terkait Tewasnya Gajah Yongki, Tiga Warga Jadi Korban Penganiayaan Polisi).
Diceritakannya, suaminya Tarmuzi bersama Suparto pulang kerja dari bengkulu dengan mengendarai sepeda motor, Jumat (16/10) malam. Kerjanya sebagai pemotong kayu (tukang serkel), saat perjalanan pulang, ada polisi yang gelar razia kendaraan. Karena tidak punya SIM dan takut ditilang, suaminya dan Suparto belok jalan supaya tidak terkena razia.
“Ketahuan menghindar, polisi mengejar suami saya sama Suparto. Yang bawa motor Suparto, kalau suami saya dibonceng. Karena gugup dan takut, mereka jatuh dari motor. Lalu suami saya dan Parto di bawa ke Polsek Biha, Bengkunat. Disitu suami saya diperiksa sama Parto, tapi ruangannya beda. Saat diperiksa, Parto itu dengar teriakan suami saya merintih kesakitan,”ungkapnya.
Begitu juga dengan halnya Hartini (27) istri dari Suparto yang juga menjadi korban salah tangkap dan dianiaya diduga dilakukan oknum polisi.
“Kalau suami saya lukanya di Kaki dan dagu, sampai sekarang akibat luka di kakinya suami saya belum bisa jalan mas akibat dianiya. Saya juga minta keadilan mas dan perlindungan hukum,”ungkap Hartini dengan meneteskan air mata.
Kuasa hukum korban, Yuntoro dan Tomy mengatakan, pada saat korban Tarmuzi masih dirawat di RSUD Liwa, salah satu anggota polisi bernama Timur mengatakan bahwa Tarmuzi sudah dijadikan tersangka. Namun, tidak menjelaskan secara rinci tersangka dalam kasus apa
“Bahkan saat Tarmuzi berada di RSUD Liwa, kami selaku kuasa hukumnya saja tidak bisa dan diperkenankan untuk melihat korban. Ini kan sudah jelas, ada keanehan dan tindakan hukum seperti apa,”tuturnya.