Kritik KTT COP26 di Glasgow, Walhi Lampung Gelar Kampanye Aksi Lingkungan

Bagikan/Suka/Tweet:

TERASLAMPUNG.COM, BANDARLAMPUNG — Wahana Lingkungan Hidup (Walhi) Lampung menggelar Kampanye Aksi Lingkungan di Tugu Soekarno Jl. Jenderal Gatot Subroto, Bandarlampung, Sabtu pagi (6/11/2021).

BACA: Walhi Nilai Pidato Jokowi di KTT COP26 Seperti Memutar Lagu Lama

Aksi ini merupakan bagian dari aksi global untuk menuntut keadilan iklim dan aksi perlawanan atas sikap dan pilihan pengurus negara yang tidak berpihak pada keselamatan rakyat dan lingkungan hidup dengan menjamin adanya solusi berdasarkan keadilan iklim.

Selain berorasi, dalam aksi tersebut  puluhan aktivis lingkungan membentangkan kain berwana putih selebar sekitar 2,5 x 2,5 meter untuk ditandatangani sebagai upaya mendukung Kota Bandarlampung memiliki lingkungan hidup yang adil dan berkelanjutan.

Aksi juga dimanfaatkan untuk menyampaikan kritik terhadap pemerintah yang tidak real dalam mengantisipasi perubahan iklim. Bahkan, menurut Wahli, ketidakseriusan pengurus negara untuk menekan laju perubahan iklim dengan dipersempitnya ruang berpendapat untuk masyarakat sipil.

Menurut Walhi,  pertemuan seluruh kepala negara di dunia pada perhelatan tahunan United Framework Climate Change Conference (UNFCCC)/Conferene of Party (COP) ke-26 yang berlangsung di Glasgow, Skotlandia, beberpa hari  lalu tidak menghasilkan komitmen bersama dalam menyelesaikan “Paris Rulebook” atau aturan yang diperlukan untuk mengimplementasikan Perjanjian Paris.

“Hampir satu minggu pertemuan ini berlangsung, belum terlihat arah pemenuhan target pada Perjanjian Paris agar kenaikan suhu bumi tidak melewati ambang batas 1,50 celcius dalam forum terbesar yang membahas masalah lingkungan tersebut,” kata koordinator aksi, Refi Meidiatama.

Menurutnya, kita dapat melihat ketidakseriusan pengurus negara untuk menekan laju perubahan iklim dengan dipersempitnya ruang berpendapat untuk masyarakat sipil.

“Padahal, pertemuan ini bukanlah suatu momentum bertemunya pengurus negara dengan korporasi untuk membahas solusi palsu, melainkan tanggungjawab generasi hari ini untuk memformulasikan langkah demi nasib bumi di masa depan,” katanya.

Refi mengatakan, Walhi  Lampung bersama dengan kelompok pemuda yang memiliki perhatian terhadap permasalahan lingkungan melakukan aksi sebagai bentuk respons dari pelaksanaan COP-26 dan juga sebagai pengingat kepada pemerintah Kota Bandarlampung terkait situasi ekologis kota Bandar Lampung yang cukup parah.

“Tidak tegasnya langkah yang ditempuh akan berdampak besar pada jaminan atas kehidupan yang bersih, sehat dan berkelanjutan pada generasi yang akan datang, hal tersebut tercermin pula pada situasi di Kota Bandar Lampung hari ini,” katanya.

Irfan Tri Musri, Direktur Eksekutif Daerah WALHI Lampung menyatakan belum adanya langkah serius serta komitmen oleh Pemerintah Kota Bandarlampung untuk mengatasi kerusakan lingkungan hidup.

“Kita dapat lihat bersama bagaimana penangangan sampah yang ada di Kota Bandarlampung. Skema open dumping masih dipertahankan meskipun TPA Bakung telah overcapacity. Semangat awal yang tidak dilandasi konsistensi untuk mengelola sampah pada setiap kecamatan melalui bank sampah, langkah yang sebenarnya cukup solutif pada skala kecamatan pun terbengkalai dengan sejumlah bangunan serta peralatan yang tidak beroperasi di 3 bank sampah yang ada Kota Bandar Lampung,” katanya.

Irfan  juga menyoroti soal alih fungsi bukit menjadi pertambangan dan lokasi wisata yang akhirnya menimbulkan bencana ekologis seperti longsor atau banjir.

Selain masalah di Kota Bandarlampung, Irfan juga mengingatkan kepada  warga Kota Bandarlampung untuk dapat mengawal proses revisi Perda RTRW Kota Bandarlampung.

“Jangan sampai revisi Perda tersebut bukan menjadikan Kota Bandarlampung sebagai kota yang berkelanjutan, namun justru semakin memperparah krisis ekologis dan berdampak munculnya bencana-bencana ekologis ditengah situasi krisis iklim di Kota Bandarlampung,” katanya.

Menurut Irfanm potret lingkungan hidup yang terjadi hari ini memiliki warna kontras dengan penghargaan Adipura yang pernah diraih Kota Bandarlampung.

“Pada tahun 2018 Kota Bandarlampung ditetapkan dengan predikat kota terkotor. Hal ini tentu sangat memalukan, dan harus menjadi evaluasi besar bagi Pemerintah Kota Bandarlampung agar segera meninjau kembali kebijakan dan melaksanakan dengan serius, karna penanganan sampah yang tidak benar akan menimbulkan bencana ekologis serta memberikan kontribusi besar pada krisis iklim,” kata Irgfan.

Menurutnya, aksi hari ini merupakan bentuk perlawanan atas ketidaktegasan para pemangku kebijakan dan menuntut keadilan iklim untuk antar generasi.

“Kita menyadari bahwa generasi yang akan datang mempunyai hak atas lingkungan hidup yang sehat dan berkelanjutan. Kita tidak lagi punya kesempatan untuk menentukan langkah yang dapat dilakukan secara politik ataupun tidak, tetapi siapapun yang hidup hari ini punya tanggung jawab untuk generasi yang akan datang. Mari bergerak bersama melawan krisis iklim yang sedang melanda dunia saat ini,” tandasnya.