Syofiaardi Bachyul Jb
Setelah Presiden Jokowi menandatangani Undang-Undang No. 11 Tahun 2020 Tentang Cipta Kerja, beredar tangkapan layar pasal yang salah dalam undang-undang setebal 1.187 halaman tersebut.
Sebuah negara besar berpenduduk 268 juta jiwa dan menggaungkan akan menjadi “Macan Asia”, kok pemerintahnya bisa membuat undang-undang yang ada kesalahannya. Bagaimana caranya menjadi “Macan Asia” jika membuat undang-undang saja nggak sempurna.
Kenapa itu bisa terjadi? Jawabannya tentu sudah banyak. Cek saja yang disampaikan penolak “Omnimbus Law” sejak awal. Di antarannya ; tergesa-gesa, diam-diam, ada sesuatu yang disembunyikan, kurang sosialisasi, dan dipaksakan.
Ketika membaca kesalahan pasal tersebut, satu kata meloncat ke dalam otak saya, yaitu “perfeksionis”. Perfeksionis adalah orang yang ingin bekerja sempurna.
Kata kedua yang melompat ke dalam otak saya adalah “Belanda”. Orang Belanda perfeksionis daripada orang Indonesia. Lulusan universitas Belanda bersemangat memperdebatkan penulisan sebuah kata yang tepat di dalam karya tulisnya.
Sementara banyak karya tulis lulusan universitas di Indonesia bahasanya jauh dari sempurna. Lebih jauh dari itu, bahkan referensi yang dikutipnya asal-asalan. Bahkan lebih jauh lagi, ada yang (maaf) layak dilemparkan ke tong sampah.
Kata ketiga yang melompat ke otak saya adalah “KUHP”. Betapa perfeksionisnya orang Belanda bisa dilihat dari produk hukum yang bernama Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) yang menjadi sumber hukum utama di negeri ini.
KUHP bersumber dari “Wetboek van Strafrecht voor Nederlandsch-Indie”, kitab hukum Belanda alias undang-undangnya Kolonial. UU ini disahkan pada 1915 dan berlaku di Hindia Belanda (wilayah Indonesia) sejak 1 Januari 1918.
Kini KUHP sudah 102 tahun menjadi undang-undang dan berlaku sejak Indonesia merdeka hingga saat ini. Alih-alih ada penulisan yang sembrono layak dikoreksi, mengubah pasal yang sesuai kekinian saja nggak sanggup dilakukan bangsa ini.
Upaya membuat KUHP pengganti made in Indonesia sudah lama dilakukan. Konon sudah setengah abad atau sejak 1963. Bahkan RUU KUHP dalam dasawarsa terakhir sudah hampir final. Tapi hingga kini belum berhasil disahkan.
Betapa dahsyatnya orang Belanda membuat undang-undang. Lebih seabad orang Indonesia tidak sanggup menggantinya. Tapi lihat apa yang dilakukan orang Indonesia, UU Cipta Kerja baru diteken saja sudah layak diganti.
Perhatikan juga undang-undang dan peraturan lainnya di negeri ini, baik di pusat maupun daerah, terkadang belum setahun sudah direvisi. Belum sempat dipelajari para pegawai yang akan menjalankannya sudah diganti.
Kenapa bangsa ini tidak mampu membuat peraturan yang bisa digunakan untuk jangka panjang? Salah satu sebab menurut saya kurangnya sikap perfeksionis, selalu ingin melakukan sesuatu yang sempurna.
Salah satu ciri orang yang perfeksionis adalah sangat terbuka menerima kritikan untuk kesempurnaan sebuah karya atau produk dan mengoreksinya dengan lapang dada demi masa depan yang lebih baik. (*)