Lagu ‘Children With No Land’ Ditulis Kim Commanders dengan Tetesan Air Mata

Kim Commanders
Bagikan/Suka/Tweet:

Zainal Asikin|Teraslampung.com

BANDARLAMPUNG — Kim Commanders mengaku proses pembuatan lagu ‘Children With No Land’ hanya berlangsung dua hari. Hari pertama ia membuat liriknya. Keesokan harinya Kim mencari kunci untuk lagu tersebut.

Meskipun hanya perlu waktu dua hari untuk menciptakan lagu, Kim mengaku proses membuat lagu itu harus melalui pergulatan batin yang panjang. Hal itu terjadi setelah ia bertemu dengan seorang Ibu dan dua anaknya dari etnis Rohingya yang terlunta-lunta karena terusir dari Myanmar dan terdampat di pantai Teluk Lampung.

Kim Commanders menceritakan, selama dua minggu setelah bertemu dengan pengungsi Rohingya itu, ia menulis lagu tersebut dalam suasana keheningan malam. Dengan selembar kertas putih dan pena, ia pejamkan matanya, lalu membayangkan bahwa dirinya sedang berada di kondisi perang dan di tempat itu ia bertemu dengan ibu-ibu dan anak-anak. Bagaimana mereka bisa keluar dari konflik di negaranya, lalu bagaimana perasaanya saat melihat ibu dan ayahnya, kakak atau adik dibantai di negaranya, dan rumahnya hancur hingga tersisa puing-puing reruntuhan.

Kim juga membayangkan seorang ibu dan ayah yang melihat buah hatinya yang tak berdosa meninggal dunia dengan cara mengenaskan di hadapannya. Rumah yang menjadi istana mereka tinggal hancur, hanya menyisakan puing. Bau amis darah terasa menyengat dihidung dan menyisakan penderitaan.

“Bukan tanganku sebenarnya yang menulis lirik lagu ini. Tapi hati dan airmataku yang menulisnya. Saya tetap biarkan, air mata yang terus mengalir membasahi pipi seiring dengan goresan pena yang mengisi catatan di kertas yang saya tulis malam itu,”ungkapnya.

Menurutnya, pada malam itu lagu yang sudah ditulisnya  belum sepenuhnya tuntas. Baru sekitar dua bait saja, belum ketemu refrain atau klimaksnya. Lalu, ia pun mencoba untuk melanjutkan menulis lagu tersebut, namun tidak ketemu juga klimaksnya. Begitu terus sampai dua hari.  Pada malam ketiga, ia mencoba untuk membayangkan lagi dan membiarkan air matanya mengalir membasahi pipinya.

Kim bersama kawan sesama musisi Lampung.
Kim bersama kawan sesama musisi Lampung.

“Dengan tetesan air mata, tangan saya bergerak dengan sendirinya menulis melanjutkan bait lagu ‘Children With No Land’ yang belum terselesaikan. Di situlah akhirnya ketemu klimaksnya, pada bait lagu yang saya tulis ini adalah, apakah ada rumahku atau istanaku di dunia, ini pinta hatiku. Karena mereka nggak dianggap, bait inilah yang jadi reffnya,” kata ayah tiga putri ini.

Makanya, di syair lagu ‘Children Whit No Land’ pada bait kedua itu saya berkata: saya berlayar bersama harapan, mencari-cari impian yang tidak pasti, kami sendiri nggak tau kami ini apa. Kenapa orang tidak menganggap kami ini sebagai manusia. Itulah syair lagu di ‘Children With No Land’ yang saya buat dari kisah nyata mereka.

Setelah selesai menulis lagu tersebut, Kim mengaku masih terus memikirkan bagaimana nasib ibu dan anak-anak Rohingnya yang pernah ia temui di Teluk lampung. Mereka sudah tidak ada lagi. Kim tidak tahu mereka dibawa entah ke mana oleh pihak Imigrasi. Kim pun mengira mereka sudah dipulangkan lagi ke Myanmar.

“Saya berpikir begini: mereka itu kan lari pergi dari negaranya susahnya setengah mati untuk cari perlindungan. Tidak lain mencari aman untuk menyelamatkan senyum-senyum bocah lugu yang tak berdosa. Karena mereka juga punya impian sama seperti anak-anak kita juga, mau sekolah, dapat kasih hidup aman dan damai,”ungkapnya.

Menurut Kim, kita bisa menanamkan perdamaian mulai dari anak-anak.

kim-8“Jangan racuni mereka dengan hal-hal aneh, hingga akhirnya jadi pendendam. Jangan tanamkan rasa persaingan sebab mereka masih bersih dan suci. Karena masih banyak anak-anak di dunia ini, yang tak bisa merasakan indahnya rasa kasih sayang orangtua dan menikmati bermain,” katanya.

Setelah beberapa hari lagu tentang anak-anak pengungsi itu tercipta, Kim memulai proses merekam lagu tersebut dengan alat seadanya. Proses rekaman sederhana itu  dilakukan Kim bukanlah di sebuah studio rekaman musik melainkan di depan teras rumahnya di Jalan Ikan Pari Blok D Nomor 58, Kelurahan Telukbetung, Kecamatan Telukbetung Selatan, Bandarlampung bersama teman-teman sesama musisi Lampung lainnya.

“Saya minta kawan-kawan musisi di Lampung yang saya kenal untuk datang ke rumah. Poy (lead gitar), Riyan (rythem), Mas Toto (gitar) dan Budi (biola). Sebelum mulai direkam, saya ceritakan dulu ke teman-teman lagu ini ceritanya mengenai balada untuk anak-anak dan perdamaian dunia. Alhamdulilah mereka semua langsung merespons lagu saya, di teras rumah inilah kami melakukan perekamannya dalam bentuk MP3,”ujarnya.

Menurutnya, saat pengambilan vokal dan lainnya hanya satu kali rekaman, semuanya tergarap mulai pukul 23.00 WIB sampai jam 04.00 WIB. Yang melakukan perekaman, kata Kim, temannya bernama Naya.

“Naya mengerti dan paham bagaimana cara menghubungkan alat soud system seadanya dihubungkan ke komputer,” katanya.

Setelah dua hari perekaman, Naya datang menemuinya dan mengabarkan bahwa lagunya benar-benar bagus dan menyentuh. Naya menawarkan ke dirinya, mau atau tidak kalau lagu ‘Children With No Land’ ini diposting atau diunggah ke sebuah link tempat kumpulnya para musisi dunia agar lagunya juga bisa dikenal oleh dunia.

“Namun dengan catatan, kata si Naya ini, kalau  bahasa Inggrisnya jelek dan lagunya juga jelek, komentar mereka (orang luar) ini pedas. Berani tidak, karena komen mereka tidak ada yang editan itulah komentar dunia,” ujarnya.

“Merasa tertantang itu tadi, saya persilakan Naya untuk posting lagunya. Karena saya betul-betul awam dan nggak ngerti sama sekali, bagaimana memposting lagu itu. Saya hanya taunya media sosial itu cuma Facebook saja. Media sosial lainnya tidak akrab,” Kim menambahkan.