Jejak  

Lancaster dan Seekor Capung Merah

Bersama Rilda O. Taneko atau Ara, penuliis asli Lampung yang lama tinggal di Lancaster, di Atkinskon Cafe. Suami Ara mengajar di Lancaster University.
Bagikan/Suka/Tweet:

Oki Hajiansyah Wahab

Salah satu kota yang saya kunjungi kali ini adalah kota kecil di Inggris bernama Lancaster. Kota ini saya kunjungi usai mengunjungi Edinburg dan Glasgow di Skotlandia. Saya menggunakan bus untuk menuju Lancaster. Pukul 14.00 waktu setempat bus tiba tepat waktu di stasiun.

Selain karena kota dan universitasnya yang masyhur, saya ingin mengunjungi kota ini karena ingin bertemu dengan Rilda A Oe Taneko. Niat mengunjungi Lancaster dan Rilda sendiri telah ada sejak lama. Rilda A Oe Taneko sendiri adalah senior saya semasa kuliah yang juga penulis asal Lampung membawa saya ke kota kecil ini meski hanya berkunjung selama 3 jam sebelum perjalanan ke Liverpool. Kunjungan singkat ini begitu istimewa karena saya dititipkan amanah oleh Aura Publishing untuk membawa dummy buku terbaru karya terbaru peraih Krakatau Award yang berjudul Seekor Capung Merah.

BACA: Ziarah ke Makam Karl Marx dan Adam Smith

Buku ini merupakan kumpulan cerita pendek Rilda yang tersebar di berbagai media. Rencananya keuntungan buku ini akan disumbangkan penulisnya melalui sebuah lembaga amal di Lampung. Kecintaan Rilda terhadap tanah kelahirannya memang tak pernah hilang meski kini menetap di Lancaster. Sembri mengurus keluarga Rilda juga tetap mengasah kemampuannya dengan mengikut kursus kepenulisan yang ada di Lancaster.

Meski hanya tiga jam kunjungan ini bergitu bermakna. Rilda yang dulu saya kenal sebagai senior yang cantik dan cerdas tau persis bagaimana mengenalkan kotanya dalam waktu 3 jam. Kampus, Penjara dan Kafe adalah pilihannya. Bersama Ilham anaknya kami berkeliling dengan cepat karena Pukul 17.45 saya harus menuju stasiun kereta untuk bertolak ke Liverpool.

Lancaster University

Begitu tiba kami langsung diajak mengunjungi Lancaster University tempat suaminya mengajar. Lancaster University merupakan universitas negeri yang mendapat predikat Universitas Terbaik dari The Times and The Sunday Times Good University Guide 2018. Fasilitas-fasilitas di kampus ini mendapat peringkat 10 besar di Times Higher Student Experience Survey 2018.

Kampus ini juga memiliki perpustakaan yang mengesankan dan baru direnovasi, yang buka selama 24 jam setiap hari selama masa perkuliahan Selain perpustakaan, kampus Lancaster juga memiliki galeri seni, aula konser, restoran, kafe, toko es krim, toko amal, salon, dan beberapa bar.

Usai melihat kampus dan makan siang kami diajak mengikuti Lancaster Castle tour selama satu jam. Harga tiket masuk untuk orang dewasa adalah £8, sudah termasuk biaya tur yang telah dibayarkan Rilda.

Tempat ini awalnya dibangun sebagai benteng pertahanan dari perampokan oleh bangsa Skotlandia. Seiring waktu, benteng ini menjadi penjara, pengadilan, dan juga tempat eksekusi bagi para terpidana. Salah satu cerita paling terkenal yaitu kisah 10 orang penyihir yang diadili dan dihukum gantung pada abad ke-17. Saya juga beruntung diperlihatkan sebuah ruangan bernama Civil Court Room yang telah beroperasi sejak 1789. Singkatnya benteng tua ini memiliki cerita dan sejara kelam di masa lalu.

Tempat terakhir yang kami kunjungi adalah Atkinson. Warung kopi yang didirikan oleh Thomas Atkinson . Thomas Atkinson awalnya membuka “Gudang Teh – yang juga juga untuk penjualan kopi, rempah-rempah, gula halus & cokelat olahan London. Café dan gudang yang beralamat di 2 China Street, Lancaster, Lancashire, LA1 1EX ini menawarkan cita rasa dan sejarah kopi bagi para penikmatnya.

Segelas kopi di Atkinson Coffee dipesankan Rilda untuk mengganti kekecewaan karena gagal melihat gudang kopi yang sudah tutup saat kami datang. Mengunjungi Atkinson mengingatkan kita bahwa beberapa hal, seperti kualitas, tidak pernah ketinggalan zaman.
Tak terasa tiga jam berlalu, Rilda dan Ilham mengantar kami ke stasiun kereta Lancaster yang jaraknya tidak terlalu jauh dari pusat kota.